No Mercy 10

Bila tak ada Xavier dan persoalan mengenai rekaman video itu maka bisa dipastikan bahwa ini adalah pagi sempurna untuk Elodie. Nyatanya tempat antah-berantah itu memberikan kenyamanan tersendiri untuknya.

Bermula dari mentari pagi yang memancarkan cahaya hangat, tidur Elodie terusik dengan cara yang paling tepat. Cahayanya menyelinap perlahan di antara rerimbunan pohon-pohon tinggi dan lalu terus menuju hingga menyusup masuk melalui jendela-jendela kayu. Diteranginya ruangan dengan kedamaian yang menenangkan jiwa.

Bersamaan dengan itu ada samar lantunan desir di luar jendela, berasal dari daun-daun yang saling bergesekan satu sama lain. Mereka tak ubah tengah memainkan melodi alam yang menyejukkan.

Jadilah awal hari itu tak ubah pertunjukan okestra kelas wahid yang akan menarik decak kagum setiap penonton. Begitu pula dengan Elodie, bangun-bangun maka senyum langsung mengembang di wajahnya secara alamiah.

Rasanya sungguh damai, amat tepat. Nyaris membuat Elodie menobatkan pagi itu sebagai pagi terbaik yang pernah didapatkannya setelah bertahun-tahun seandainya saja tak ada dehaman pengganggu.

Senyum Elodie terjeda. Binar-binar di matanya menghilang seketika. Jadilah ia bangkit seraya memukul tempat tidur.

"Bisakah kau biarkan aku menikmati pagi ini untuk sebentar saja, Xavier?"

Xavier duduk dengan ditemani koran dan secangkir kopi. Ia tampak serius dengan artikel yang dibaca sehingga tak berniat sama sekali untuk sekadar berpaling dan melihat pada Elodie. "Ada yang ingin kukatakan padamu."

Elodie turun dari tempat tidur dengan wajah masam. Dirasa-rasanya, berurusan dengan Xavier adalah hal menyebalkan. Tak cukup dengan mencurangi dan mengurungnya di tempat yang tak diketahuinya apa namanya, sekarang Xavier malah mengacaukan paginya yang indah.

Namun, pemandangan lezat yang tersaji di meja membuat wajah masam Elodie bertukar semringah seketika. Ia buru-buru duduk dan langsung menyambar segelas air putih.

Xavier melirik. Dilihatnya Elodie yang memulai sarapan dengan penuh semangat.

"Tak perlu heran, Xavier," ujar Elodie seraya menikmati sesuap salad yang segar. "Harus kuakui bahwa berinteraksi denganmu membuat tenagaku habis terkuras. Buktinya, Gale mengantarkan makan malamku di pukul empat dini hari dan anehnya sekarang aku sudah merasa lapar lagi. Padahal sekarang baru saja pukul setengah delapan pagi."

Xavier abaikan celotehan Elodie. Ia tuntaskan bacaannya, lalu dilipatnya koran sebelum menaruhnya di atas meja.

"Hari ini Gale akan mengurus semuanya. Kau tak perlu memikirkan soal Dorothy. Selain itu aku akan memastikan ibu dan adikmu mendapatkan kesempatan terbaik mereka," ujar Xavier seraya meraih cangkir kopi. Sejenak, dihidunya aroma khas kopi sebelum menyesapnya. "Kau tak perlu khawatir, kupastikan aku adalah rekan bisnis yang tak akan mengecewakan."

Elodie tersenyum penuh arti seraya menyuap kembali salad ke dalam mulut. "Sepertinya begitu."

"Jadi, untuk itu kuharapkan satu hal padamu."

Elodie terus mengunyah dan mengganti pertanyaan 'apa' dengan kerutan di dahi.

"Aku ingin kau diam dan tidak membicarakan soal video itu pada siapa pun. Ini hanya urusan antara aku dan kau. Mengerti?"

"Bukan hal yang sulit," ujar Elodie sambil mengangguk, tetapi garpunya lantas naik dan menunjuk ke pintu. "Bagaimana dengan Gale? Sepertinya dia tahu soal ini."

"Tak perlu khawatirkan dia. Gale adalah orang kepercayaanku. Dia adalah tangan kananku."

Elodie manggut-manggut. "Baiklah kalau begitu. Aku janji, tidak akan ada orang yang tahu soal ini."

Cangkir kopi kembali mendarat di atas tatakan. Xavier bangkit dan Elodie melirik, agaknya Xavier akan segera pergi.

Elodie buru-buru menelan salad di mulut. Ia menaruh garpu di piring dan segera berkata.

"Oh ya, Xavier. Aku hampir melupakan sesuatu. Tolong suruh Gale untuk menyiapkan pakaianku. Aku ingin mandi dan aku tak mungkin mengenakan baju yang sama. Baju ini sudah kotor dan bau."

Xavier keluar seraya membuang napas panjang. Dilihatnya Gale yang menutup pintu dan ia bertanya.

"Kau mendengarnya sendiri bukan?"

Gale pun mengangguk.

*

Terhitung nyaris tujuh tahun Gale bekerja pada Xavier. Selama bilangan tahun yang tak sebentar itu, ia selalu menuntaskan pekerjaannya dengan baik tanpa ada cela sedikit pun. Dipastikannya untuk selalu memuaskan hasrat Xavier yang kerap menuntut kesempurnaan.

Gale berhasil memenuhi keinginan Xavier akan asisten pribadi yang bisa diandalkan untuk setiap urusan dan keadaan. Ia tak hanya cerdas dan cekatan untuk pasal pekerjaan, melainkan handal dalam hal-hal yang berhubungan dengan kekerasan.

Jadilah tak ada keraguan sedikit pun untuk Xavier menyerahkan tugas-tugas penting pada Gale, termasuk di dalamnya adalah perihal Elodie dengan beragam permintaannya.

Gale memulai pagi itu dengan menghubungi Madam D. Ia hanya menunggu dua detik dan panggilannya diangkat. Suara Madam D terdengar di telinga dalam sapaan yang sopan.

"Halo, Gale. Selamat pagi. Ada apa kau menghubungiku sepagi ini? Apakah ada sesuatu dengan Tuan Xavier?"

Gale tidak berbasa-basi. Ia langsung berkata. "Hentikan apa pun yang kau lakukan pada Eloise Ford. Jangan lakukan apa pun padanya."

"E-Eloise Ford? Apa maksudmu, Gale? Bukankah sudah seharusnya aku melakukan sesuatu padanya? Dia telah membuat Tuan Xavier marah dan aku pun terkena imbasnya."

"Jangan banyak bertanya dan lakukan saja apa yang aku katakan. Jangan sentuh dia dan masalah malam itu selesai. Tuan Xavier tidak akan mengungkitnya sama sekali."

"Baiklah kalau begitu, Gale. Aku akan melakukannya."

Tugas pertama selesai. Gale bersiap untuk mengerjakan tugas berikutnya. Jadilah ia melajukan mobil ke bagian selatan Ashford City. Lokasi yang menjadi tujuannya adalah sebuah pemukiman kalangan menengah ke bawah yang terletak di pinggiran kota.

Gale tiba ketika hari telah menunjukkan pukul dua belas siang. Terik matahari menyambut kedatangannya di distrik Wooklyn dan ia segera mengenakan kacamata hitam sebelum turun dari mobil.

Pandangan Gale mengitari sekitar. Ia tengah menilai keadaan dan jadilah dipikirnya kota Ashford City memang sangat unik. Berkat areanya yang luas dan nyaris mencapai 1.250 kilometer persegi maka sepertinya wajar bila mendapati kesenjangan karakteristik daerah antar distriknya.

Contoh paling sederhana adalah Wooklyn memiliki suhu harian yang lebih tinggi ketimbang distrik lainnya. Pun berbeda sekali dengan Solstice Ridge yang terkesan lebih sejuk. Jadi mungkin itulah alasan Solstice Ridge menjadi pusat kota Ashford City, selain juga karena dipengaruhi faktor geografi, topografi, tingkat sosial dan gaya hidup.

Gale menuju satu rumah dengan desain lama. Ditekannya bel dan tak lama kemudian ia mendengar seruan.

"Sebentar."

Pintu terbuka selang lima detik kemudian. Gale menundukkan wajah dan tersenyum sopan pada seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi roda.

"Selamat siang, Paula Merrick."

Paula mengerutkan dahi. Didorongnya kursi roda ke belakang demi menciptakan jarak yang dibutuhkan untuk melihat Gale. Namun, ia yakin tak mengenal Gale.

"Siapa kau?"

Gale menjawab. "Perkenalkan, aku adalah Gale Williams dan kedatanganku ke sini berkenaan dengan rencana operasi jantungmu."

"O-operasi jantung?" tanya Paula terbata. Ia tampak gelagapan. "Apa maksudmu?"

Gale belum sempat menjawab berkat didengarnya satu derap langkah yang mendatangi mereka. Eloise datang dan merasakan kebingungan yang sama dengan yang dirasakan Paula ketika melihat Gale.

Gale tak membuang-buang waktu. Jadilah ia uraikan secara singkat maksud dan tujuan kedatangannya.

"Aku akan mengurus operasi jantungmu, Paula. Selain itu, aku juga telah menyiapkan satu pekerjaan untukmu, Eloise. Kuharap kau mau bekerja sebagai pelayan di restoran. Bagaimana?"

Paula dan Eloise merasakan kebingungan yang serupa. Mereka tidak mengenal Gale, tetapi bagaimana mungkin Gale mengetahui soal operasi jantung Paula dan kebutuhan Eloise akan pekerjaan?

Lalu tiba-tiba saja bola mata Eloise membesar. "Elodie?"

Gale mengangguk. "Ya. Jadi aku harap kalian bisa bergegas. Kita akan segera pergi ke Solstice Ridge."

*

Rapat baru tuntas lima menit yang lalu. Xavier baru saja meninggalkan Ruang Pertemuan Utama ketika didapatinya Gale yang telah menunggu. Jadilah ia berikan satu isyarat pada sekretarisnya yang bernama Amara Garcia.

Amara langsung kembali ke meja sekretarisnya sementara Xavier dan Gale menuju ke ruang kerja. Sesampainya di dalam dan setelah Xavier duduk maka Gale pun melaporkan semuanya.

"Paula dan Eloise telah berada di Solstice Ridge. Aku sudah menyiapkan satu apartemen untuk mereka tempati sementara waktu ini. Untuk rencana operasi Paula, aku sudah menjadwalkan janji temu dengan dokter. Perkembangan selanjutnya akan segera aku laporkan. Sementara itu, Eloise telah menemui manajer restoran Coastal Bistro. Besok dia sudah bisa mulai bekerja."

Xavier mengangguk puas mendengarkan laporan Gale. Sebagian pikirannya jadi tenang dan sekarang ia bisa fokus pada hal lainnya.

"Lalu bagaimana dengan acara TechElite Summit, Tuan? Apakah kau akan tetap menghadirinya?"

"Tentu saja. Aku akan tetap menghadirinya."

Tanpa berpikir dua kali, Xavier memberikan jawaban. Ia enyahkan keraguan yang sempat menggelayuti benak Gale. Keadaannya memang sedang tidak bagus, tetapi ketidakhadirannya dalam konferensi bisnis ekslusif itu pasti akan memperparah semua. Publik akan menganggapnya melarikan diri dan itu akan menimbulkan kesimpulan tak langsung, yaitu ia memang terlibat dalam kematian Caleb.

Jadilah Senin malam itu Xavier bersiap. Bersama dengan Gale, mereka tiba di The Grand Horizon, salah satu hotel ternama di Ashford City yang kerap menjadi tempat berlangsungnya acara-acara kelas atas. Tak terbatas pada pesta ulang tahun dan pesta pernikahan yang terkesan pribadi, nyatanya berbagai acara bisnis dan konferensi internasional juga sering diselenggarakan di sana.

Adalah gala dinner yang menjadi agenda Xavier malam itu. Makan malam mewah tersebut diadakan untuk membuka secara resmi rangkaian kegiatan dalam konferensi bisnis ekslusif yang bertemakan TechElite Summit: Konferensi Bisnis Ekslusif dalam Industri Teknologi.

Acara tersebut dirancang khusus untuk menarik peserta bisnis yang sangat terpilih dan dihadiri oleh tokoh-tokoh terkemuka dalam industri teknologi. Penekanan acara berpusat pada keberlanjutan, inovasi, dan pertukaran gagasan di antara para pemimpin bisnis yang hadir. Dibandingkan dengan konferensi bisnis umum maka konferensi bisnis ekslusif cenderung lebih terfokus dan intens dalam hal pembahasan dan kolaborasi. Jadilah tak aneh bila peserta acara pun menjadi terbatas. Nyatanya hanya CEO, CTO, dan pemimpin utama dari perusahaan teknologi ternama yang diundang. Alasannya sederhana, yaitu karena mereka adalah tokoh-tokoh yang memegang peranan kunci dalam arah dan keputusan industri teknologi.

Satu dari seratus tokoh undangan, Xavier termasuk di dalamnya. Direncanakan bahwa ia akan turut andil secara aktif dalam rangkaian kegiatan. Ia akan memberikan presentasi dengan bahasan perubahan industri dan cara menghadapi tantangan baru, serta memamerkan inovasi terbaru yang telah dikembangkan Lumos Global baru-baru ini.

Xavier tampil penuh percaya diri. Terlepas dari isu tak sedap yang sedang menerpa, dihadapinya setiap pasang mata yang melihat padanya tanpa gentar sama sekali. Ia tampilkan sikap ksatria yang tak akan terintimidasi oleh situasi apa pun.

Gala dinner dimulai. Rangkaian pertama adalah pembukaan konferensi secara resmi. Selanjutnya diikuti oleh pidato pembukaan dan acara hiburan, lalu para peserta pun dipersilakan untuk menikmati makan malam ekslusif yang telah dihidangkan. Barulah setelahnya memasuki acara yang lebih santai, yaitu diskusi informal.

Para tamu undangan mulai membaur satu sama lain. Percakapan dengan beragam tema perlahan memenuhi seisi ruangan. Canda dan antusiasme terasa di mana-mana. Namun, ada satu titik yang tampak berbeda.

Xavier dan Gale berniat untuk meninggalkan acara lebih cepat dari seharusnya. Berkat kasus pembunuhan Caleb, jadilah pekerjaan Xavier menjadi kacau balau dan ada banyak hal yang harus diurusnya. Mereka sudah berpamitan pada beberapa rekan dan ketika keduanya menuju pintu keluar, ada seseorang yang mengadang jalannya, entah disengaja atau tidak.

"Selamat malam, Ordego."

Zayn De Lorando menyapa. Diulurkannya tangan dan Xavier menerimanya. Mereka berjabat tangan untuk sesaat.

"Maaf baru sempat untuk menyapa. Kau begitu sibuk dan aku tak berniat untuk mengusik obrolan pentingmu dengan mereka."

Xavier hanya mengangguk samar. "Tak jadi masalah."

"Jadi ..." Zayn menarik napas sejenak di sela-sela ucapan berikutnya. "... bagaimana kabarmu? Baik-baik saja?"

"Seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja."

Zayn benar-benar membuktikan perkataan Xavier. Dilihatnya Xavier dengan mata hijau zamrudnya. "Benar. Kau terlihat baik-baik saja."

"Kuharap kau tidak kecewa melihat keadaanku yang baik-baik saja."

Zayn sontak tertawa, lalu menggeleng. "Tidak sama sekali, Xavier. Sebaliknya, aku justru berharap kau baik-baik saja. Lagi pula gosip yang beredar hanyalah isapan jempol belaka. Benar begitu bukan?"

Xavier tak menjawab, melainkan ditatapnya Zayn dengan tajam. Wajahnya mengeras dengan dugaan refleks yang langsung mengisi benak.

Bukankah kau yang lebih tahu gosip itu hanyalah isapan jempol belaka atau tidak?

Xavier mengerjap. "Tentu saja," ujarnya seraya memutuskan untuk kembali berjalan. Langkahnya terus maju sehingga ia memiliki kesempatan untuk berbisik tepat di telinga Zayn. "Jadi kuharap kau tak berharap banyak."

Xavier dan Gale berlalu. Tinggallah di sana Zayn yang segera memutar tubuh dan melihat kepergian mereka. Ia tersenyum sembari mengambil segelas sampanye dari seorang pelayan yang berkeliling dengan nampan berisi beragam minuman di tangan.

Zayn menyesap sampanye dengan seuntai senyum tipis yang tak mampu ditahan. "Kuharap kau juga tak berharap banyak."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top