No Mercy 1

◌⑅⃝●♡⋆♡LOVE♡⋆♡●⑅⃝◌

Sebagai informasi, cerita ini murni fiksi. Semua karakter, nama tempat, dan yang lainnya adalah murni berasal dari imajinasi. Jadi semoga kalian menikmati :*

◌⑅⃝●♡⋆♡LOVE♡⋆♡●⑅⃝◌

"Ini Mama. Ini Papa. Ini aku dan Elodie. Kami pergi ke taman hiburan dan bermain. Kami naik komedi putar dan langitnya indah sekali. Ada banyak bintang di langit. Kami sangat senang pergi ke taman hiburan."

"Ceritanya bagus sekali, Eloise. Tepuk tangan untuk Eloise."

Eloise Ford tersenyum ketika guru dan teman-temannya bertepuk tangan. Rasanya menyenangkan dan ia kembali ke tempat duduk seraya memeluk buku tugas.

"Sekarang giliran Elodie."

Seorang bocah perempuan lainnya yang kebetulan duduk di sebelah Eloise bangkit. Parasnya mirip dan nyaris tidak bisa dibedakan dengan Eloise. Tentu, itu karena mereka adalah saudara kembar.

"Kisah paling menyenangkanku adalah ketika aku, Eloise, Mama, dan Papa pergi piknik. Kami piknik di pinggir danau. Ada banyak bunga dan kupu-kupu. Aku dan Eloise bermain boneka di sana."

"Pasti senang sekali bisa piknik bersama keluarga. Tepuk tangan untuk Elodie."

Elodie Ford mengangguk. Bukan karena tepuk tangan guru dan teman-temannya, melainkan karena memang sangat menyenangkan bisa piknik bersama keluarga. Sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan. Sesuatu yang memang telah menjadi kisah paling menyenangkan untuknya.

"Kira-kira kapan kita akan pergi piknik lagi, Eloise?"

"Piknik? Aku tidak tahu. Setiap aku mengajak Mama ke taman hiburan, Mama selalu marah."

Elodie membuang napas panjang. Ia menengadahkan kepala dan melihat pada awan kelabu yang mulai menutupi langit.

"Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan," ujar Elodie sambil menahan tangan Eloise. Ia memperhatikan jaket Eloise dan memperbaikinya. "Apa kau merasa dingin?"

Eloise menggeleng. "Tidak."

"Bagus. Kita harus cepat sampai ke rumah sebelum hujan. Jangan sampai kau sakit."

Elodie menggenggam tangan Eloise dan mereka berlari menyusuri jalan. Sesekali mereka bercanda dan tawa mereka berderai sepanjang perjalanan.

*

"Praaang!"

Bukan sambutan yang diinginkan oleh setiap anak. Ketika akhirnya rintik hujan turun, Elodie dan Eloise tiba di rumah. Senyum dan tawa masih menghiasi wajah mereka. Sayangnya hal itu tidak bertahan lama. Satu vas bunga yang mendarat pecah di lantai membuat ekspresi keduanya berubah.

"Kau pikir aku ingin hidup selamanya dengan pria sepertimu? Jangan mimpi. Kau sama sekali tidak bisa memberikan kebahagiaan yang aku inginkan, Landry!"

Landry Ford—ayah si kembar—mendengkus. "Oh! Jadi kau ingin meninggalkanku, Paula?"

"Mengapa tidak?" tantang Paula Merrick—ibu si kembar. Ia berkacak pada satu pinggang sementara tangan yang lain menuding. "Aku tidak ingin menghabiskan hidup denganmu sementara kau tidak bisa memberiku apa-apa. Aku tidak ingin hidup menderita."

Landry menyambar dagu Paula. Remasan jarinya membuat Paula meringis.

"Jaga ucapanmu, Paula. Harusnya kau sadar. Dulu kau yang mengejar-ngejarku."

Paula menyentak lepas dagunya dari remasan Landry. "Itu dulu, Landry. Itu dulu ketika kau masih memiliki uang," ujarnya seraya tersenyum sinis. "Sekarang apa yang kau miliki? Menurutmu apa ada wanita yang ingin menghabiskan hidup bersama dengan pria yang sudah tak memiliki apa-apa?"

Wajah Landry mengeras. Rahangnya tegang dan keringat memercik di dahi. Kemarahan sudah menyublim dalam bentuk warna merah yang mewarnai wajah dan mata.

"Dasar wanita berengsek!"

Landry tak bisa menahan diri. Tangan melayang dan tamparan dengan telak mendarat di pipi Paula.

Jeritan pecah. Bukan hanya berasal dari Paula, melainkan juga dari Elodie dan Eloise.

"Mama!"

Namun, Elodie dan Eloise tak ada yang berani beranjak. Keduanya saling berpegangan ketika melihat Landry yang tak merasa puas dengan satu kali tamparan.

Landry menghampiri Paula dan tamparan kedua kembali terayun. Paula terhuyung dan terjatuh di lantai.

"Kau pikir selama ini uangku habis karena siapa hah?!"

Landry menyambar leher baju Paula, mencengkeramnya kuat. Tatapan matanya tajam sementara Paula berkunang-kunang.

"Itu semua karena kau!" bentak Landry seraya melayangkan tamparan ketiga. "Kau yang menghabiskan semua uangku, wanita lacur!"

Paula mengerang. Tamparan ketiga membuat kepalanya berdenging. Pandangannya nanar dan kesadarannya berada di ambang batas.

"Jadi kau jangan pernah berpikir untuk berpisah dariku! Sampai dunia kiamat pun aku tidak akan membiarkan kau pergi! Camkan itu!"

Tuntas mengatakan itu, Landry membanting Paula. Ia bergeming ketika kepala Paula terbentur dan menimbulkan suara mengerikan. Bahkan ia meludah dan mengumpat.

"Dasar wanita sialan."

Landry beranjak. Berniat untuk pergi, ia baru menyadari keberadaan Elodie dan Eloise yang ketakutan. Tak perlu ditanya, tentu saja ia tahu bahwa kedua putri kembarnya untuk melihat apa yang baru saja terjadi.

Namun, Landry tak menganggap ketakutan Elodie dan Eloise adalah hal penting. Lihat saja. Bahkan ia pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun pada mereka.

Elodie dan Eloise membuang napas lega. Setidaknya Landry telah pergi dan satu-satunya yang mereka khawatirkan hanya satu.

"Mama!"

*

Sepertinya kisah paling menyenangkan akan menjadi sebatas kenangan. Tak akan ada lagi kebahagiaan mengunjungi taman bermain ataupun piknik di pinggir danau. Semua harapan telah sirna ketika hari demi hari diwarnai pertengkaran dan bunyi barang-barang pecah.

Elodie dan Eloise menyadari bahwa rumah mereka tak lagi seperti dulu. Canda dan tawa yang selalu menghiasi hari-hari mereka telah sirna. Semua tergantikan ketakutan dan jerit kesakitan Paula.

"Mengapa Papa begitu, Elodie? Dulu Papa tidak begitu."

Elodie menggeleng. "Aku tidak tahu, Eloise. Kau tidak perlu memikirkannya. Lebih baik kau tidur sekarang."

Elodie memperbaiki letak selimut Eloise. Ia memadamkan lampu dan kemudian turut bergabung bersama Eloise di tempat tidur.

Mata terpejam. Keduanya tidur dengan harapan bahwa hari-hari buruk itu akan segera berlalu. Mereka berharap agar keluarga mereka bahagia kembali seperti dulu.

Namun, sepertinya harapan mereka tidak akan terkabul. Setidaknya itulah yang diperkirakan oleh Paula ketika ia masuk ke kamar Elodie dan Eloise dengan langkah mengendap.

Paula menutup pintu dengan perlahan. Ia pastikan untuk tidak menimbulkan suara sedikit pun, bahkan ketika ia mengepak beberapa pakaian Elodie dan Eloise.

"Sayang. Sayang."

Paula mengusap pipi Elodie dan Eloise berulang kali. Ia berusaha membangunkan keduanya seraya melihat pintu sesekali dengan perasaan cemas.

"Sayang, bangun."

Eloise mengerang. "Mama?"

"Ssst."

Dengan cepat Paula menutup mulut Eloise. Ia menggeleng dan berkata dengan suara rendah.

"Jangan bicara."

Eloise tak mengerti, tetapi ia mengangguk.

"Kenakan jaket dan syalmu. Kita akan pergi."

Eloise ingin bertanya, tetapi Paula telah bergeser demi membangunkan Elodie. Ia mengguncang tubuh Elodie.

"Elodie, bangun."

Elodie menggeliat. Mata terbuka dan ia bangkit dengan penuh keheranan.

"Mama? Ada apa?"

Paula tersenyum getir. "Tidak ada apa-apa. Mama ingin kau bersiap. Kita akan pergi sekarang juga."

"Pergi?" tanya Elodie bingung, terlebih ketika ia melihat tas yang ada di dekat pintu. "Pergi ke mana, Ma?"

Paula mengusap kepala Elodie. "Kita akan pergi piknik."

Elodie tahu bahwa mereka tidak akan pergi piknik. Tidak ada orang yang pergi piknik di jam satu malam. Alhasil hanya satu kemungkinan yang paling masuk akal. Yaitu, mereka akan kabur dari rumah.

Memang itulah yang direncanakan Paula. Ia memastikan Landry tidur lelap karena mabuk dan memutuskan untuk mengajak kedua putrinya pergi meninggalkan rumah itu.

"Ayo. Kita harus pergi sekarang."

Mereka bergegas. Kaki melangkah cepat dan satu-satunya harapan mereka yang tersisa adalah bisa pergi dari rumah itu sekarang juga.

"Paula!"

Namun, takdir berkata lain.

*

bersambung ....

Buat yang mau pesan, silakan langsung chat aja ya. Aku tunggu 🤗

◌⑅⃝●♡⋆♡LOVE♡⋆♡●⑅⃝◌

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top