Chapter 7

"Tenn-nii?"

Muncul dari balik pintu mobil, malaikat baby pinknya -seperti biasa- terlihat bersinar-sinar.

"Halo riku, apa kita bisa langsung pulang?" tenn menyambut dengan sikap semanis gula palem. "Kali ini aku yang menyetir".

"Tumben tenn-nii menawarkan diri," riku masuk dan segera memasang seatbetl. "Biasanya kalau aku ajak pulang bareng, tenn-nii sibuk seluncuran di internet dan memesan barang untuk mendepak ku ke neraka".

"Aku sedang tidak ingin melakukan kegiatan yang sama dalam waktu dua hari ini." Tenn sedikit mengelus poni crimson adiknya yang sedikit di bahasi keringat, sebelum mulai memegang setir dan membawa Maybach Exelero hitam milik riku secara perlahan keluar dari area pencakar langit yang berada di bawah kepemimpinan riku.

.
.
.
.
.

No Exit
By
Lucian_Lucy_

.
.
.
.
.

Alis merah di tautkan, sejak tadi bungkam karena Nanase tenn terlihat sangat serius kali ini. Riku mengerti, tentu saja. Karena posisi mereka berada dalam daftar teratas buruan interpol selain Osaka sogo.

Riku bebas menetukan kapan ia ingin menjalan rencana melarikan diri dan pekerjaannya semudah membalikkan telapak tangan, Osaka sogo maupun seluruh anak buah beserta para kliennya hanyalah bidak catur untuknya.

Sampai sebuah peluru melesat masuk ke dalam melewati kaca depan mobil.

"Tenn-nii!"

Tenn berkelit, membanting stir untuk melindungi diri.

"Siapa yang berani menyerang?!" geram riku yang melihat kakaknya hampir saja terkena tembakan.

Lelaki bersurai baby pink melirik sekilas, lalu menunjukkan senyum tipis. "Mereka sudah mengawasi pergerakan kita sejak aku meninggalkan ruangan mu, riku" terdengar buruan napas dalam kalimatnya. "Karena itu aku langsung menawarkan diri untuk menyetir kali ini".

Riku tidak melepas pandangan, menghujam tenn dengan tatapan tajam. "Mereka akan mencap mu sebagai tersangka juga, tenn-nii!". Geram riku sambil mulai menganalisa seluruh area yang mereka lalui.

"Aku malah khawatir kalau sampai riku yang di bunuh".

"Hmm~" riku kali ini melupakan tujuan awalnya dan malah menatap tenn dengan tatapan jahilnya.

"Jadi tenn-nii khawatir kalau aku di bunuh oleh interpol? Segitu sayangnya ya?" tanya riku dengan nada serta tatapan jahil yang langsung membuat tenn salah tingkah.

Dasar riku, padahal mereka berada dalam situasi antara hidup dan mati. Masih saja dapat bercanda di saat segenting ini.

"Tidak, tidak, dan tidak akan pernah." tenn menyangkal dengan tegas tapi rona di kedua pipinya tidak dapat di ajak bekerja sama.

"Hoho~ jangan berbohong tenn-nii" kata riku yang menaik turunkan kedua alisnya.

"Tidak-"

Tenn hampir skatmat di tempat, hingga tembakan untuk kedua kalinya kini hampir mengenai tepat ke jantungnya.

prang

"ARGH!"

"Tenn-nii! Kau kena?!"

"Tidak. Tapi hampir saja."

Riku hampir mempercayai perkataan tenn, hingga arah pandangannya yang masih khawatir dengan keadaan tenn menemukan kejanggalan.

Napas tenn terkesan memburu, meskipun tenn mencoba untuk menahan erangan kesakitan. Tapi kulit wajahnya yang sudah putih sekarang semakin putih dan terkesan pucat dengan banyak aliran keringat yang terus menerus mengalir.

"Dasar sniper sialan," riku menatap dengan tatapan penuh amarah saat menemukan salah satu sniper yang membidik dari salah satu gedung pencakar langit.

Riku mungkin sebentar lagi akan mengeluarkan bahasa kebun binatang, kalau saja salah satu sisi mantel cream milik tenn terlihat sedikit basah. Bahkan tenn terkesan seperti tidak dapat menggerakkan tangan sebelah kanannya itu.

Dengan tergesa-gesa, riku membuka sedikit mantel yang membalut tangan kanan tenn. Dan menemukan aliran darah yang masih mengalir dengan derasnya.

Pupil mata riku melebar saat melihat hal ini.

"Tenn-nii! Katanya tadi tidak kena, hanya hanpir saja! Kenapa malah ada luka seperti ini?!"

"Sudahlah, ini hanya luka kecil!" balas tenn dengan napas yang masih memburu.

Riku bingung dengan sikap keras kepala kakaknya ini.

Tidak ada cara lain, dengan kasar riku menarik seatbelt milik tenn dan melepaskannya. Tidak lupa ia juga melepaskan miliknya. Tanpa banyak bicara, riku mendorong tenn keluar dari mobil beserta dengan dirinya.

Setidaknya, selama mobil itu masih terus terlihat melaju di jalanan. Mereka tidak akan menyadari kalau dirinya beserta tenn sudah tidak berada di dalam mobil tersebut.

Masa bodoh kalau mobilnya itu nanti malah terkena tembakan basoka, yang terpenting sekarang mereka harus bisa mencapai mansion secepatnya tanpa di ketahui para interpol keparat itu.

.
.
.
.
.

Tenn menatap riku dengan tatapan yang sulit di artikan, sesaat setelah keduanya berhasil mencapai mansion keluarga Nanase, dan untuk sekali lagi di hari yang sama dalam waktu berbeda. Dia di sabotase oleh riku di dalam kamarnya.

Lengannya di silangkan di depan dada dan wajahnya memerah karena marah, ini pertama kali dalam seumur hidupnya dia semarah ini pada adiknya. Biasanya mau segalak dan semarah apapun dia, dia tidak pernah benar-benar semarah ini.

Riku balas menatapnya, tanganya mengepal dan manik crimsonnya hanya terfokus pada tenn. Dan untuk pertama kalinya, tenn belum pernah melihat riku semarah ini sebelumnya, bahkan saat salah satu pegawainya berani berkhianat sekalipun.

Lelaki bersurai crimson itu tidak pernah terlihat sekesal ini, tenn sangat tahu. Riku hanya ingin menjaganya, tapi dia tidak bisa menahan amarahnya untuk kali ini.

"Riku, kau tidak punya hak untuk melarang ku melakukan hal ini dan itu!" tenn berteriak, suaranya di penuhi rasa kesal yang tidak bisa di tahan.

"Aku punya hak, tenn-nii!" riku balas berteriak, "Kali ini sangat berbahaya, tenn-nii! Kau bahkan hampir terbunuh beberapa menit yang lalu, kalau bukan karena aku menolong mu! Dan untuk apa? Untuk apa kau malah membuat mereka menyetujui dugaan si keparat mido torao itu? Yang pasti, aku tidak akan membiarkan mu pergi keluar dari mansion tanpa persetujuan dari ku mulai saat ini." Kata riku dengan nada tegas.

"Jangan berani-berani, kau mengurung ku di dalam mansion ini," geram tenn. Suaranya rendah dan mengancam di saat bersamaan.

"Jika aku tidak melakukannya, kau hanya akan melemparkan diri mu kedalam bahaya lagi!"

"Itu hak ku mau melakukan apapun!" tenn menyela kesal, "Lagipula aku tidak terbunuh bukan?"

Wajah riku semakin menggelap. Dia langsung mengacak surai crimsonnya sendiri.

"Tetap saja hal yang kau lakukan kali ini terlalu berisiko, tenn-nii! Jika saja kau tidak mengemudikan mobil ku di saat kau tahu kita di awasi, maka kau tidak akan terluka tenn-nii!"

"Itu hanya goresan, riku! Aku tahu apa yang aku lakukan! Mengapa kau tidak bisa mempercayai ku? Apakah kau benar-benar berpikir kalau aku akan membiarkan diri ku mati begitu saja? Apakah kau berpikir kalau aku selemah itu sampai kau tidak bisa mempercayai ku, riku?"

"Ya Tuhan, mengapa kau tidak mengerti juga tenn-nii!" riku berteriak, tinjunya bergetar karena amarah, pikirannya berkabut sampai dia tidak bisa mengendalikan kalimatnya lagi.

"Sejak kapan riku ingat akan keberadaan Tuhan?" beo tenn yang sempat melupakan perang panas di antara keduanya.

Hari ini merupakan hari terburuk yang pernah di alami oleh riku, ketika dia melihat peluru dari sniper yang berhasil menggores kulit lembut tenn. Saat dia mendengar tenn yang berusaha menjaga agar tidak mengerang kesakitan selama perjalanan tadi, dia merasakan aliran amarah yang benar-benar hebat. Baru kali ini dia ingin membunuh seseorang dari sudut hatinya yang paling dalam.

Riku tahu seharusnya dia tidak meneriaki tenn seperti ini. Tetapi dia tidak bisa menahan diri, emosinya meluap-luap. Dia tidak bermaksud sampai seperti ini, dia hanya ingin menyampaikan kekhawatirannya pada tenn. Tapi dia marah saat tenn hanya menganggap lukanya sebagai luka kecil. Mereka berteriak antara satu sama lain cukup keras, sampai dia yakin kalau ketiga budak -eh salah, maksudnya- ketiga anak buah yang paling di percaya olehnya dan tenn dapat mendengar pertengkaran keduanya dari luar kamar.

Riku mencengkram erat tanganya sendiri, berusaha menenangkan emosinya sendiri. Dia memejamkan matanya sebentar, berusaha menjernihkan pikirannya, sebelum ia menghela napas berat.

"Tenn-nii, bisalah kau memberikan waktu untuk ku sebentar agar bisa berbicara tanpa marah pada mu? Aku minta maaf untuk yang tadi. Aku berjanji, aku tidak akan marah atau berteriak lagi" katanya dengan nada lembut.

Tenn mengalihkan tatapan sinisnya dari lantai kamar menujuk manik crimson riku, "Dari tadi ku perhatikan mulut mu masih bisa berbicara tanpa izin ku!"

Kamar riku sunyi untuk sejenak, keduanya terlihat tidak ada yang ingin memulai pembicaraan. Riku berdiri dengan canggung untuk beberapa saat dan tenn masih menatap tajam dari tempat tidurnya, kekesalan tampak jelas di wajahnya.

"Jadi... Apa yang ingin kau bicarakan dengan ku, riku?" tanya tenn yang akhirnya kesal karena kesunyian di antara mereka.

"Tenn-nii," kata riku yang kini menatapnya dengan intens. "Kenapa kau melakukan hal seperti tadi? Kenapa kau selalu suka menempatkan diri mu dalam masalah? Apakah bermain-main dengan ku sangat membosankan? Hingga kau malah mengajak interpol keparat itu untuk ikut bermain bersama kita?" tanya riku dengan nada lembut dan senyuman menenangkan yang terukir dengan manis di paras wajahnya.

Tenn mendengus kesal, "Itu bukan urusan mu riku, aku bebas mengajak siapapun bermain bukan?"

Riku menarik napaa secara perlahan, sebelum kembali tersenyum lembut. "Hal itu tentu saja merupakan urusan ku juga, mengingat setiap pergerakan dari interpol selalu melibatkan seseorang yang paling ku sayangi".

"Bahkan terkadang aku selalu bertanya-tanya, mengapa tenn-nii selalu berada dalam setiap situasi paling berbahaya?" sayup-sayup, tapi tenn masih bisa mendengar nada penuh penyesalan di dalamnya. "Apa aku masih kurang mahir dalam menjaga tenn-nii?"

Tenn terdiam sesaat sebelum memberi kode agar riku mendekat dan duduk di sebelahnya.

"Aku sering terjebak dalam bahaya agar eksistensi riku di sisi ku ada gunanya." kata tenn sambil melihat pergerakan si surai crimson yang mulai duduk di sisinya.

Kemudian, kedua-duanya terdiam.

Di atas kasur , Nanase riku memeluk kakaknya di tengah keadaan yang kedepannya mungkin saja akan lebih buruk lagi.

"Kita akan melewati semua ini bersama-sama, percayalah pada ku tenn-nii" gumam riku dengan nada rendah tanpa di ketahui oleh tenn.


.

.
.
.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top