Chapter 11

"Tenn-nii?" Riku mendatanginya yang sedang sibuk menghadap ke arah berbagai deretan bunga dengan warna yang sebagian indah, dan di sisi lain berwarna mencolok menurut surai crimson. "Ada telepon, mengaku kartel. Sepertinya anak buah Orikasa yukito. Namanya Natsume Minami."

Tenn terdiam tanpa ada niat sedikitpun untuk menjawab. Mungkin pikirannya bercabang sekarang.

Dengan perlahan, lelaki muda surai baby pink itu bangkit dari posisi awalnya dan melewati riku begitu saja yang kini terlihat menampilkan ekspresi 'apa salah dan dosa ku sayang?'

"Dasar tenn-nii," riku bergumam sendiri, "mengambek sampai mogok bicara."

Riku, bagaimanapun, masih merasa perlu untuk menjadi pihak ketiga. Katakan saja, seorang pengutit yang memang wajib menjaga. Riku duduk agak menjauh, menghadap komputer jinjing yang selalu ia bawa kemana-mana dan menyambungkan dengan cepat pada pesawat komunikasi.

Riku memasang headset, ikut mendengarkan pembicaraan tenn dan lawan bicaranya. Sistem komputasi bersikap seperti sebuah robot perekam, kalimat perkalimat tercatat dalam kolom memori eksternal.

Seperti yang sudah tenn tahu, riku sudah memasang alat sistem pelacak automanual pada setiap nomor yang menghubungi dirinya. Sementara lelaki muda bersurai crimson itu juga tidak pernah lupa mengingatkan tenn untuk rajin mengganti nomor ponselnya --dua kali seminggu.

"Halo? Dengan Nanase tenn. Ada yang bisa saya bantu?"

Jawaban Natsume Minami tercatat di layar :
Anda menyediakan bibit sawi?

"Ya, benar, Natsume-san. Saya menjual bibit sayur-sayuran."

Bibit sawi versi tenn : bibit ganja.

Alih-alih menjual dalam bentuk daun kering lintingan, atau kiloan, tenn di ajarkan oleh ibu suri Nanase untuk mendistribusikan bibit daun haram siap tanam. Benih kanabis di oplos menjadi satu dengan benih-benih tanaman rumahan. Bayam, sawi, cabai, labu, mint --hanya orang di lingkungan dalam kartel narkotika yang mengerti. Orang-orang yang berada di luar orbit harus mencari tahu titik kejanggalan distribusi gelap itu. Tenn --sudah di latih oleh ibu dan ayahnya dalam waktu yang lama-- telah mahir melakukan transaksi dengan rapi.

"Memesan? Kami tidak melayani pemesanan selain member. Maaf, Natsume-san."

Dan nyatanya tenn benar-benar menyediakan puluhan bibit sayur kemasan di salah satu lemari kamarnya sebagai kedok.

Riku membaca jawaban natsume minami yang sudah tercatat otomatis di dalam layar.

Bagaimana mendaftar sebagai member? Saya membutuhkan banyak bibit untuk membuat sebuah kebun hidroponik.

Riku mulai menemukan kejanggalan.

Tangannya memberi isyarat pada tenn untuk terus meladeni pembicaraan natsume minami.

Nomor sang penelepon misterius lekas di sadap.

-099 976 546 XXX

-Code Number : NOT FOUND

-Location : NOT FOUND

-Try again?

-YES/CLOSE

"Sialan," desis riku. Sang penelepon adalah petugas interpol.

Lelaki bersurai crimson itu segera memberi instruksi pada tenn untuk mematikan sambungan, dan menarik tenn untuk mengikutinya agar secepatnya dapat kembali ke mansion mereka.

"Kita baru tinggal bersama selama tiga bulan dan ternyata kau sudah di curigai." Riku semakin mencengkram pergelangan tangan tenn agar sang surai baby pink tidak kabur, "Padahal aku sudah membawa mu jauh-jauh dari Amsterdam ke jepang hanya untuk menghilangkan jejak mu. Aku harus memperketat penjagaan di mansion mulai dari sekarang."

Tenn menatap sang adik tanpa emosi sedikitpun, bahkan saat keduanya telah masuk ke dalam mobil sport merah dua pintu milih riku, ia enggan berbicara pada sang adik.

Riku bertanya sambil tangannya menekan layar navigasi di dashboard, "Pernahkah tenn-nii menerima tamu asing selama aku tidak berada di mansion?" Sistem segera menuntunnya untuk menujuk tempat teraman.

Tenn menggeleng.

"Begitukah? Aku curiga kita sedang diintai. Atau barangkali mansion kita sudah di pasang kamera pengawas."

Tenn menggeleng lagi.

Riku melirik kesal, "Kau ini kenapa tenn-nii? Di keadaan darurat seperti ini kau masih saja mogok bicara."

Tenn mengedikan bahu. Masih mengunci mulut.

"Sekalipun aku bilang kalau sekarang aku sanggup menafkahi mu dan kau tidak usah lagi menjalankan bisnis milik kaa-san.... terlihat tidak akan ada gunanya tenn-nii," riku terus berbicara seraya menatapnya. "Tenn-nii sudah masuk ke dalam lingkarang distribusi yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Tentu tidak akan mudah bagi mu untuk mencuci tangan dan amnesia begitu saja terhadap apa yang sudah kau lakukan."

Tenn tidak mengangguk. Tidak juga menggeleng. Ia berkata lugas, "Siapa memangnya yang sudi kau nafkahi, riku? Uang mu sama haramnya dengan uang ku."

Riku berpikir, "Sepertinya aku harus berdiskusi panjang dengan Iori nanti. Aku akan mencari alat pelacak yang memiliki sensor elektromagnetik. Jadi jika ada sesuatu yang di pasang interpol di mansion, kita bisa menyadarinya dengan mudah" --dan melirik sinis-- "lalu sampai kapan kau mau diam terus, tenn-nii? Seingat ku, aku tidak mengajak sebuah patung untuk tinggal bersama tiga bulan yang lalu."

Tenn, kali ini terpancing untuk bercicit, "Siapa yang patung?"

"Kakak ku patung."

"Aku bukan patung."

"Oh, jadi kau kakak ku?"

"Hm."

"Kenapa kau terlihat alergi sekali padaku, tenn-nii?" Riku akhirnya merasa harus bertanya, "padahal aku pernah menyakiti mu saja tidak-- ya, kecuali kejadian tempo hari di mana kita berdua hampir bertengkar."

"Entahlah. Aku menyesal telah menuruti permintaan terakhir Tou-san dan kaa-san."

"Karena aku seorang pembunuh bayaran seperti tou-san?"

"Bukan. Aku merasa kau menyiksa ku karena harus selalu mengetahui segala kegiatan ku setiap harinya. Seharusnya aku masih memiliki kebebasan selama berada di dalam mansion, tapi mereka semua malah terlalu berlebihan dengan memperlakukan ku seperti sebuah porselen yang mudah pecah dan itu semua membuat ku gila, riku."

"Begitukah? Tapi setidaknya dengan adanya aku, kau aman dari buruan interpol, tenn-nii."

"Ya. Kau benar, riku." Tenn mengalihkan pandangannya yang saling berbenturan dengan manik crimson riku. "Jujur saja, selama tiga bulan ini aku selalu mempertanyakan, mengapa riku tidak risih juga sekalipun harus hidup bersama dengan ku."

.
.
.
.
.
.

No Exit

By

Lucian_Lucy_

.
.
.
.
.

"Hnn.... Nngh.....". Tenn yang sedang menemani riku dan beberapa anak buah setianya makan malam, sepertinya sedang mengalami kesusahan. Wajahnya memerah, tubuhnya berkeringat dan sepertinya dia kesulitan untuk duduk dengan tenang di kursinya.

Penampilan tenn malam ini sangatlah berbeda, bahkan mampu membuat Iori, Touma dan Haruka menganga dengan lebarnya.

Surai baby pinknya di beri sebuah hiasan yang simpel, sebuah pita bros. Dan pakaian yang biasanya di gunakan oleh para maid terlihat pas sekali di tubuhnya. Penampilan tenn yang terkesan seperti seorang pelayan pribadi mampu membuat lelaki bersurai crimson itu semakin jatuh cinta.

Riku yang duduk di kursi khusus kepala keluarga Nanase, terkadang menampilkan seringai lebar saat melihat keadaan tenn yang mana posisi tempat duduk surai baby pink itu tepat berada di kursi yang biasanya di gunakan oleh Ibu Suri Nanase.

Dan dikarenakan riku dapat memperhatikan tenn dari samping, ia dapat melihat betapa sulitnya bagi tenn untuk duduk dengan tenang, kini terlihat kalau tangan sebelah kirinya mengepal dengan sangat erat di atas meja makan. Tidak jarang terdengar suara desahan bernada pelan dari arah tenn.

Riku yang masih belum puas mendengar alunan nada yang mampu menekan tombol On/Off nafsunya. Meraba saku celana jeansnya dan mengambil sebuah alat yang berukuran kecil, tepat di tengah alat asing tersebut terdapat dua buah tombol yang berbeda. Dengan tanpa berpikir panjang, riku menekan tombol yang paling atas.

"Hya!" tersentak kaget, tenn berhasil mengeluarkan suara desahan yang paling tidak bermatabat.

Momo yang kala itu baru saja tiba di ruang makan segera berlari ke arah tenn. "Tenn! Apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan nada khawatir.

Tenn yang tidak ingin selalu diperhatikan, menggeleng dengan perlahan. "Tidak.... Ngh.... Aku.... Ssst.... Tidak apa-apa....." jawabnya dengan sedikit terbata-bata.

Momo terlihat ingin bertanya kembali, kalau saja haruka tidak memberikannya kode, dia pasti akan tetap memaksa tenn untuk segera berbicara.

"Tenn, kenapa?" tanyanya dengan suara pelan pada haruka yang duduk di sampingnya.

"Jangan keras-keras kalau bertanya, momo-san!" balas haruka dengan suara yang dipelankan juga.

"Hm?"

"Riku-san sepertinya memberikan 'Toy' pada tenn-san."

"Toy!?"

"Momo-san!" hardik Iori dengan nada yang dipelankan.

Keempatnya langsung memandang ke arah surai crimson yang masih menikmati servis special dari tenn.

Riku yang masih menikmati makan malamnya ditemani pelayanan special dari maid pribadinya telihat tidak peduli pada keempat anak buahnya itu.

Mereka semua langsung menghembuskan napas lega dengan kasar, seandainya saja suasana perasaan riku sedang buruk. Mungkin saja hujan timah panas yang akan menanti mereka berempat.

Sepertinya mereka nanti akan menyembah sampai bersujut syukur dihadapan tenn, karena berhasil mengalihkan perhatian riku.

Kalau kalian bertanya mengapa tenn dapat berada dalam posisi yang serba sulit seperti itu, mari kita flashback dulu sejenak~

~Flashback On~

"Haha... Ini kemenangan mutlak ku, tenn-nii. Sekarang, biarkan aku mendengar kau mengucapkan kalimat taruhan ku."

Tenn berani bersumpah, saat riku berkata demikian. Dia sekilas dapat melihat seringai jahat dari adiknya sendiri.

Tenn terlihat meneguk ludahnya sendiri. Ia sepertinya terlihat ingin menolak permintaan riku, tapi dia sudah kalah taruhan. Tentu saja adiknya yang keji itu tidak akan melepaskannya hingga keinginannya terwujud.

"Master," tenn menggertakkan giginya, "kamu menang."

Untuk pertama kalinya, seorang Nanase tenn kalah taruhan melawan adiknya sendiri.

Seharusnya tenn sadar, riku tidak mungkin mengajaknya untuk melakukan sebuah taruhan kalau tidak memiliki sebuah rencana yang matang.

Riku yang saat itu sedang memainkan sebuah lirik lagu dengan menggunakan instrumen piano, menemukan kalau tenn tengah memperhatikan segala pergerakannya tanpa berkedip.

Dengan santai riku menghentikan segala aktivitasnya dan mengajak tenn untuk mengikuti sebuah taruhan, taruhannya tidak terlalu susah. Kalau riku mampu memainkan sebuah instrumen piano yang paling susah dalam waktu lima menit maka dia yang akan menang.

Tenn tentu saja sangat tidak bermurah hati dengan mempertaruhkan kalau adiknya itu tidak akan mampu memainkannya dengan sangat mulus.

Riku yang mungkin sempat terbakar emosi mengatakan hal yang pertaruhannya. Kalau dia menang, tenn harus memanggilnya 'Master' selama ia bekerja dan harus mengenakan pakaian yang sudah riku tentukan

Tenn yang saat itu mempertaruhkan kalau riku akan gagal dan menyuruhnya untuk membeli lima puluh pucuk senjata api yang mahal dan bermotif bagus sampai harus tersedak ludahnya sendiri, saat mendengar pertaruhan dari riku.

Dan sampailah mereka di sesi akhir pertaruhan, dengan kemenangan mutlak untuk surai crimson.

Dengan senyum yang lebar. Riku mengambil sebuah kotak yang berada di samping tempat duduknya, tenn bahkan sampai melebarkan matanya saat melihat kotak tersebut sudah berada di pangkuan riku. Ia sampai bertanya-tanya mengapa dirinya tidak melihat kalau kotak itu sudah berada di sana sejak awal? Apa mungkin adiknya itu memilik sedikit 'magic'? Atau mungkin dia memang benar-benar bersekutu dengan iblis?

Dan wajahnya semakin horror kala kotak tersebut telah berada dalam genggamannya. Isi dalam kotak itu mampu membuat tenn mimpi buruk hingga tiga hari lamanya.

Bukan main, kotak itu ternyata berisikan sebuah pakaian maid dengan gaun hitam yang sepertinya akan ngepas dengan badan mungilnya dan celemek putih berenda, stoking putih, dan sepasang sepatu hak tinggi.

"I-ini...."

"Ya~ master akan menunggu mu berganti pakaian di sini, sebelum kita ke ruang kerja ku~" ujar riku dengan riang, mengabaikan perasaan tenn yang separuhnya ingin di gadaikan saja agar tebal muka nantinya.

"B-baiklah, tapi aku tidak mau langsung berganti pakaian sekarang. Nanti saja saat kita berada di kamar mu."

"Hm!"

~Flashback Off~

Mereka berempat sempat tenggelam dalam pemikiran masing-masing hingga suara desahan tenn kembali menarik mereka pada kenyataan.

Keempatnya harus kembali melebarkan mulut mereka dengan sangat lebar, bahkan kali ini mata mereka juga terlihat ingin meloncat dari tempatnya.

Tenn yang awalnya duduk di samping riku kini berada di atas pangkuan sang surai crimson.

Riku terlihat menutup matanya dan menggigit leher tenn, ia bahkan terlihat tersenyum ketika tubuh tenn bergetar akibat perlakuan darinya. Sebagai permintaan maaf, riku menggerakkan lidahnya di tempat yang sama, berulang kali sampai tenn mulai menggeliat. Ia menggigit dengan keras leher sang surai baby pink untuk membuat tanda baru, di salah satu hasil karyanya.

Setelah itu keberadaan para anak buahnya telah di lupakan oleh riku dan fokusnya hanyalah tertuju pada lelaki mungil yang berada di pangkuannya. Dia mencium leher tenn ke atas dan ke bawah, memberi lelaki muda itu tanda baru untuk mengingatkan pada seluruh pegawai dan anak buah yang bekerja di mansion mereka bahwa tenn sudah menjadi miliknya. Begitu ia puas, riku membuka matanya dan menatap belahan jiwanya. Kepala tenn menunduk ke samping, matanya tertutup dan bibirnya yang merah muda terbuka sedikit.

Benar-benar menggoda.

Kami-sama, tenn benar-benar cantik. Riku selama ini selalu menganggap kembarannya itu cantik, tapi ada sesuatu yang membuatnya ketagihan saat melihat tenn yang bereaksi seperti ini terhadap setiap sentuhan yang di berikan olehnya. Hal itu membuatnya ingin melihat lebih banyak.

Riku mengisap di sepanjang daun telinganya. Dia berhenti sebentar hanya untuk memerangkap daun telinga milik tenn di antara giginya. Dia menjawab dengan desis pelan saat tenn memejamkan matanya lebih erat, badannya juga mulai menggeliat di atas pangkuan riku.

Sial.

Riku melingkarkan lengannya di pinggang tenn, menahannya agar tetap berada di tempatnya. Semakin banyak tenn menggeliat, semakin jelas kalau bagian bawah milik riku semakin keras. Dan tenn tidak banyak membantu dengan menggerakkan pantatnya tepat di tempat penisnya yang mengeras.

Sial.

Ini menjengkelkan. Badan tenn terasa sangat pas untuknya, sehingga membuat tangan riku tanpa sadar bergerak sendiri. Salah satu tangannya bergerak ke atas untuk menutupi mulut sang kakak, berusaha meredam suara surai baby pink yang semakin lama semakin keras setiap detiknya. Tangan yang lainya turun melewati perut tenn, menujuk area di antara pahanya, dan menekan tonjolan yang terlihat jelas di balik rok maidnya.

Tenn membungkuk ke arahnya, terengah-engah. Riku memasukkan ibu jarinya ke mulut lelaki itu dan persetan. Penisnya semakin mengeras begitu ia merasa kalau tenn menghisap jempolnya, memutar-mutar lidahnya seolah-olah itu adalah makanan favoritnya.

Dia mengerang, tidak bisa menahan diri untuk tidak menggesekkan batangnya ke pantat tenn.

"Brengsek," riku mengeram di telinga tenn. Ia menyelinapkan tanganya ke bawah rok milik tenn dan meremas batangnya. Dia menikmati cara kakaknya itu mendesah saat--

"EHEM!" seseorang terdengar batuk, suaranya keras sekali.

Tenn langsung berusaha menjauh dari pangkuannya dalam sekejap mata dan kembali ke posisi awalnya. Riku menoleh ke arah sumber suara tadi. Terlihat kalau momo tidak peduli kalau dia sudah mengganggu kesenangan tuannya, yang pasti Iori, touma dan haruka menatap momo dengan rasa terima kasih yang tak terhingga.

.
.
.
.
.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top