Chapter 10
Kepalanya sakit sebelah. Rasanya ia baru tidur selama lima menit saat terbangun tiba-tiba. Tangannya meraba-raba. Nanase tenn sudah tidak ada di sisinya. Riku mengerjap kaget karena takut terjadi apa-apa dengan surai baby pink tercinta.
Riku langsung melompat dari kasur. Tangannya dengan cepat menyambar ganggang pintu kamar dan membantingnya. Cukup berhasil membuat beberapa pelayan yang sedang membereskan koridor terkejut.
Tanpa banyak membuang waktu, riku segera berlari menujuk kamar tenn. Tapi di tengah jalan langkah larinya harus terhenti.
Dari salah satu sudut jendela kaca mansion, dirinya dapat melihat surai baby pink yang sedang sibuk memetik beberapa kelopak bunga mawar yang berada di taman mansion. Riku menghela napas lega, setidaknya sang belahan jiwa tercinta tidak kenapa-kenapa.
Dengan perlahan, riku keluar menujuk taman dan memperhatikan dalam diam sambil memperhatikan pakaian tenn yang masih sama seperti semalam.
Riku berniat mengajaknya mandi bersama, tapi segera urung saat mendengar dua jenis suara yang berbeda berhasil menarik perhatian si kembar.
"Ohayou, Riku/Riku-san. Tenn/Tenn-san."
"Ohayou," jawab keduanya dengan datar.
Mereka dapat melihat kalau Momo dan haruka sepertinya sudah siap untuk menerima tugas dari tenn, penampilan keduanya tampak sangat segar pagi ini.
"Yaho~ apa kau sudah siap, tenn?" Momo dengan santai langsung merangkul pundak tenn, tanpa mempedulikan apakah beberapa kelopak bunga yang barusan ia petik jatuh berguguran atau tidak.
Tenn mendengus saat menerima perlakuan dari momo yang terkadang membuatnya sakit kepala, "Sebentar lagi, aku masih harus membersihkan diri." Jawabnya sambil kembali memetik bunga mawar.
"Oke!" Kelewat antusias, momo mengajak haruka untuk duduk bersama di bangku taman sambil menunggu salah satu bos mereka selesai dengan urusan pribadinya.
Riku berpikir, mungkin rencana mandi berdua dapat di tunda hingga nanti sore, mungkin saja.
.
.
.
.
.
No Exit
By
Lucian_Lucy_
.
.
.
.
.
Haruka membawa barang yang menjadi topik sensitif semalam dalam keadaan lelah. Sementara momo masih asik mengajak tenn mengobrol santai, kedua orang dengan surai berbeda warna itu mengabaikan haruka sebelum akhirnya pintu kamar tenn terbuka dengan lebar, tanda mempersilahkan kedua tamunya untuk masuk.
Haruka langsung menjatuhkan diri untuk duduk di sofa, setelah memastikan kalau tidak ada satupun barang yang rusak.
Sedangkan tenn mulai sibuk mengaduk-aduk hasil buruan di toko listrik dan pusat gosir bahan kimia yang semalam ia beli bersama momo, kemudian mengeluarkannya satu-persatu.
"Hm, aku butuh kaleng kosong." Katanya sambil menatap ke arah haruka.
Haruka yang merasa dapat perintah langsung berdiri dan keluar dari kamar tenn menujuk dapur, dengan cepat ia meminta tolong pada salah satu pelayan setelah sibuk mencari-cari kaleng kosong dan tidak ketemu juga.
Haruka sedikit bergidik dan menutup mulutnya karena menahan mual, saat melihat pelayan yang malang itu terpaksa harus mengaduk-aduk tempat sampah hanya demi mendapatkan sebuah kaleng kosong.
"Ini, Haruka-san." Kata pelayan itu sambil memberikan sebuah kaleng sarden yang sudah pelayan itu bersihkan.
"Arigatou."
Haruka langsung kembali setelah menemukan barang yang di butuhkan, meskipun harus menahan rasa ingin bertanya-tanya untuk apa kaleng kosong itu.
.
.
.
.
.
"Ini kaleng kosong yang kau inginkan, tenn-san." Kata haruka sambil memberikan kaleng yang berada dalam genggamannya.
Tenn tanpa banyak bicara langsung mengambil kaleng tersebut dan meletakkannya pada sebuah timbangan yang sudah tersedia.
Dengan perlahan, tenn memasukkan belerang dan menimbangnya dengan sangat berhati-hati.
Kemudian tenn langsung mengambil sebuah kabel yang masih baru dan mulai memilah kabel tersebut, menelanjangi selongsor karet di ujungnya dengan menggunakan selembar silet.
Setelah pekerjaannya untuk memilah kabel selesai, tenn kemudian menyalakan pucuk sumbu spirtus. Tanpa banyak berpikir tenn melangkah menujuk salah satu sudut kamar dan mulai mengobrak-abrik laci mejanya. Tenn belakangan sempat membeli filling cabinet tanpa sepengetahuan riku.
Tenn kemudian mengetes daya hidup baterai dengan mencolekkan pucuk kabel dengan sepotong lampu, setelah menemukan kalau baterai yang ia beli memang dapat bekerja dengan baik. Tenn terdiam sejenak sambil menatap beberapa bahan-bahan yang sudah setengah jadi dan masih belum di satukan olehnya untuk menjadi sebuah bom.
"Dengan apa aku bisa membuat detenator bom?" Tenn berpikir sejenak.
Dan momo dengan penuh semangat menjawab, "Aku tahu, jadi ku ambilkan sebentar ya."
Tanpa menunggu persetujuan dari tenn, momo segera keluar dan menujuk dapur. Meninggalkan haruka yang masih bertanya-tanya mereka ingin membuat apa sekarang.
.
.
.
.
.
Momo sekarang setengah berlari kecil menujuk ke arah dapur, meninggalkan beberapa pelayan yang menatapnya dengan penuh tanda tanya.
Momo yang sudah mencapai dapur langsung beranjak ke depan perapian, menyodok-nyodok kayu utuh. Mengumpulkan arang beberapa genggam, dan ingin kembali menujuk kamar tenn.
Beruntung, ponsel miliknya sedikit bergetar.
Momo dengan cepat menarik ponsel dari saku celana jeansnya dan menemukan pesan masuk dari tenn.
[Sekalian bawa pisau dan telanan.]
Dan di balas 'Oke' oleh momo.
Setelah memastikan kalau tidak ada satupun barang yang tertinggal, momo melanjutkan langkahnya menujuk kamar tenn.
.
.
.
.
.
"Keras sekali."
Tenn yang kini sudah mendapatkan tambahan bahan akhirnya kembali melanjutkan proyeknya.
Terdengar bunyi dak-dak berulang saat lelaki bersurai baby pink itu menggerus arang dengan menggunakan pisau di atas talanan.
Setelah selesai menggerus arang, tenn langsung beralih menujuk beberapa bungkus bubuk yang terlihat sangat mencurigakan.
"Tiga sendok makan melawan dua sendok teh."
Bubuk TNT sehalus garam dan dihibrida potassium perkolar dalam satu wadah. Tenn terbatuk saat bubuk belerang yang sudah ia timbang sebelumnya di tambah oleh kedua bubuk tersebut sambil menggoyang-goyangkan dalam kaleng yang kedua sisinya sudah di beri lubang dengan menggunakan sebatang paku.
"Awas kau, riku" -tenn berguman dengan muka serius- "rasakan kemarahan ku. Memangnya aku sudi selamanya berada di sisi mu? Jangan sepelekan salah satu pewaris jaringan yakuza dan ganja ini. Tidak akan pernah aku mau tunduk pada mu, riku. Jangan bermimpi!"
Haruka dan momo saling berpandangan, mungkin mereka berdua sedang membuat beberapa rencana untuk melarikan diri daripada nantinya malah ada darah tumpah di hari ulang tahun bos mereka.
.
.
.
.
.
Kabel-kabel mulai di solider. Detenator di sambung rekat dengan sudut-sudut aliran listrik. Tenn memasang penghitung waktu manual. Memastikan sisten on-off bekerja normal. Timbal leleh menyegel lubang di kedua sisi. Sumbu ledak menjulur panjang, siap menjadi konduktor ledakan.
Tenn mengakhiri aksinya dengan cetusan, "Tinggal di sambung baterai.... kemudian, selamat ulang tahun adik ku tersayang. Ku doakan semoga kau tidak berumur panjang."
Surai baby pink tersenyum kesetanan sebelum sadar kalau tindakannya masih di perhatikan oleh kedua anak buah riku, tenn berdehem sedikit sebelum memulai pembicaraan.
"Hm, tentang ucapan ku yang barusan jangan kalian beritahukan pada siapapun ya." Katanya sambil tersenyum bak malaikat yang sedang menebar kebaikan di dunia fana.
Momo sempat terpikat tapi segera di sadarkan oleh haruka yang sudah meriang tidak karuan, karena menurut haruka senyuman tenn itu memang seperti malaikat. Malaikat kegelapan lebih tepatnya, karena keberadaan tenn selalu berhasil membuatnya tidak dapat berkutik.
Momo dan haruka tidak punya pilihan lain selain mengangguk kecil tanda ya. Karena Nanase tenn menurut persepsi mereka, sudah di beri label 'masuk dalam wilayah kekuasaan Bos Yakuza'. Berani ganggu, berani mati. Kalau mereka berbicara salah dan menyakiti hati Nanase tenn, berarti mereka berani di buat Nanase riku untuk melihat jeroan sendiri.
.
.
.
.
.
Selama satu hari penuh ini, riku sama sekali tidak mood bekerja. Takut belahan jiwa memaksa pergi keluar mansion, khawatir kalau-kalau sang kakak tercinta di kejar-kejar oleh interpol dan para klien bisnisnya.
Riku ingin memaksakan diri untuk segera pulang, tapi tidak ingin di sambut dengan wajah penuh kerutan dan kalimat 'manis' dari persilangan kucing dan cabai rawit kesayangannya.
Serius, menurut riku tatapan tenn terkadang terlihat seperti kucing yang minta di belai dan di pungut. Tapi kalau di dekati secara tiba-tiba, ia tidak akan segan mencakar dan melemparkan omongan pedas level sembilan.
Kepalang tanggung, riku memutuskan untuk mengirim pesan pada tenn.
[Tenn-nii?]
Belum di balas oleh surai baby pink.
[Tenn-nii sayang?]
Belum di balas juga
[Nanase tenn?]
Jangankan di balas, di baca saja tidak.
Gusar, riku semakin gencar mengirim pesan.
[Tenn-nii kesayangannya riku?]
Bingung, riku memutuskan untuk menurunkan egonya sendiri dan mengeluarkan candaan garing.
[Sayang, lihat ada sapi terbang.]
Gusar, riku segera mengambil kunci mobil dan meninggalkan pekerjaannya. Terserah nanti tenn mau berkata apa bahkan menganggap kalau ia suka khawatir.
Yang pasti riku harus memastikan keselamatan tenn untuk saat ini.
.
.
.
.
.
Inumaru touma saat ini baru saja kembali sehabis menjalankan perintah dari riku. Niat hati ingin segera kembali beristirahat di mansion milik si kembar karena para anak buah yang memang paling di percaya oleh Nanase riku dan Nanase tenn selalu di beri kesempatan untuk memilik kamar mereka sendiri di dalam mansion keluarga Nanase.
Tapi sayang, semua itu hanyalah angan-angan belaka. Karena mereka harus selalu melapor pada bos besar kalau tidak mau di kirim secepatnya ke alam baka.
Baru semenit rasanya touma menapaki kakinya di lahan parkiran, sekarang ia malah mendengar suara yang mencekam di empat penjuru mata angin.
"TOUMA!"
Imajinatif. Efek petir menggelengar. Suasana langsung berubah mencekam. Suara itu bagai terror di siang bolong. Horror. Tidak keras, tapi terlalu tegas hingga berhasil menggetarkan parkiran.
Iya, Riku-sama!" Tidak mau cari mati, touma segera bergegas menghampiri bosnya. "Ada apa?"
Ajaib, touma tiba-tiba memanggil riku dengan panggilan yang seharusnya.
Tidak mau ambil pusing kelakuan salah satu dari anak buahnya, riku memilih apatis dan tetap memprioritaskan tenn.
"Kau temani Iori untuk mengurusi masalah klien baru kita," kata riku, "Aku mau keluar."
"Loh, tapikan... tapi, aku baru selesai mengurus salah satu klien baru tadi."
"Tidak ada kata tapi," tandas riku. "Nanti aku kembali lagi. Kau harus bekerja bersama Iori hari ini."
"Eh? Baik..."
Inumaru touma hanya mengamati saja saat mobil sport merah Nanase riku menyala dan bermanuver lincah keluar dari barisan. Ia tidak yakin kenapa riku tiba-tiba ingin pergi tanpa mempedulikan pekerjaannya seperti biasa. Tapi biasanya prasangkan touma selalu tepat -Nanase riku sedang khawatir pada Nanase tenn.
.
.
.
.
.
"Macet."
Riku mengendalikan diri untuk tidak memukul klakson. Jam-jam sibuk begini jalur arteri tengah kota sangat tidak bersahabat. Lelaki itu melirik ke belakang. Antrian kendaraan di belakangnya mengular. Sudah lima belas menit berlalu. Dua anak muda yang semobil di belakangnya sampai menghabiskan waktu menunggu macet sambil bertukar ciuman.
Ia mengetukkan jari di gigir lingkaran setir. Mata merah kembali menatap ke depan. Hanya pantat-pantat mobil aneka warna yang kelihatan. Arus kendaraan mengepungnya. Ia benar-benar terjebak.
Riku melirik arloji. Waktu berniat jahat untuk memasang jebakan lebih lama lagi.
Kalau bisa, riku ingin langsung mengebut di tengah jalan. Masalahnya, dalam keadaan begini, ia tidak bisa bergerak cepat. Sedikit saja mobilnya beringsut, pengendara depan akan protes. Riku sedang tidak ingin ada insiden bumper penyok untuk sekarang.
"Benar juga."
Akhirnya ide bagus bertemu dengannya. Riku menarik ponsel. Membuka laman chat. Internet berkecepatan mengebut sama sekali berbeda dengan kondisi jalanan yang seret.
Tangannya dengan cepat menggeser kontak dan mencari nama orang-orang yang pasti selalu berada di sisi tenn. Pertama, ia menemukan kontak momo.
[Momo-san, apa kau sedang bersama tenn-nii?]
Dengan sabar, riku terus menunggu dan menunggu hingga lima menit lamanya, tapi masih belum di balas juga.
Riku berpikir percobaan pertamanya untuk mencari tahu keadaan tenn gagal, sekarang riku tidak punya pilihan lain selain mengira-ngira siapa yang mungkin sekarang bersama tenn.
Berpikir dan terus berpikir membuat riku teringat dengan pesan tenn tadi malam, kini surai crimson mencoba menghubungi haruka sambil melakukan perjudian dengan waktu.
Mencoba tetap sabar meskipun rasa ingin memaki sudah memuncak, riku berusaha untuk tidak terbakar emosi.
"Halo? Riku-san?" Beruntung, haruka mengangkat panggilan darinya persis di detik pertama ia bersuara.
Tidak ada waktu untuk berbasa-basi.
"Haruka, apa kau sedang bersama tenn-nii?"
Hening.
"Haruka? Kenapa diam?"
"Eh? Tenn-san sedang berbelanja bersama momo-san sekarang."
Nah benar dugaannya, tenn kalau sudah di tinggal sendirian di mansion bersama beberapa orang-orang kepercayaannya pasti memaksa ingin keluar dengan berbagai ancaman.
"Di mana?" Riku mulai tersenyum tipis saat akhirnya berhasil menemukan spasi untuk berbelok mencari jalur lain, "lalu kenapa kau malah tidak mengikuti mereka?"
"Etto... aku di suruh jadi supir pribadi selama satu hari penuh."
"Haruka!" Riku memanggil dengan nada tegas, "katakan pada ku, di mana posisi tenn-nii sekarang!"
Peduli setan, mau haruka mewek atau nangis air mancur karena di suruh-suruh oleh tenn, riku sama sekali tidak peduli. Yang pasti dia butuh jawaban untuk sekarang.
"Ha'i! Tenn-san sedang berada di pusat perbelanjaan sekarang dan rute selanjutnya menujuk toko bunga."
Kelewat panik, haruka tanpa sengaja membocorkan seluruh rencana tenn. Padahal dirinya dan momo sudah di janjikan bakal di berikan paket liburan premium kalau hadiah yang ingin tenn berikan pada riku besok sukses besar.
Riku menyeringai tipis, sekarang ia sudah mendapatkan posisi pasti. Tinggal datang kesana terus culik tenn demi kelancaran misi utama.
"Baik, sekarang kau dan momo-san boleh pergi. Biar aku yang mengantar tenn-nii menujuk toko bunga nanti."
"Eh? Benar?" Haruka sepertinya kelewat ragu.
"Ya."
Pip
Riku langsung mematikan sambungan telpon tanpa permisi dan menaruh kembali di saku kemejanya. Sekarang ia hanya perlu menunggu hingga bisa mencapai ke tempat tenn.
.
.
.
.
.
Momo benar-benar bingung sekarang, apa kaitan antara selembar tembaga dengan hadiah ulang tahun untuk riku besok?
Tidak mau mengambil pusing dengan otak psyco milik tenn, momo memutuskan untuk menjadi bodyguard yang baik selama sang 'Baby Doll' kesayangan bos besar masih sibuk memilih mau membeli lembaran tembaga yang mana.
"Tenn? Apa masih belum ketemu juga?" Tanyanya sambil ikut berdiri di samping surai baby pink.
Tenn yang di tanya hanya bisa menggeleng pelan sambil sibuk menimang-nimang lembar tembaga mana yang akan ia beli.
"Begitu," momo mengangguk paham dan tersenyum lebar. "Menurut ku, semua lembar tembaga ini terlihat sama. Kenapa tidak ambil secara acak? Lagipula tidak ada perbedaannya di mata ku."
Tenn terlihat berpikir sejenak sebelum merasa kalau saran dari momo ada benarnya juga, dengan cepat ia langsung mengambil salah satu dari lembar tembaga yang berada di tanganya dan membawanya menujuk kasir.
Tenn yang pada dasarnya suka menebar senyuman kala berada di luar mansion, berhasil membuat sang penjaga kasir yang masih amatiran benar-benar buyar fokus karena di ajak tik-tok terus oleh senyumannya yang melumer bak seorang malaikat.
"Jadi, berapa nominalnya? Sebutkan saja dan buat nota pembayaran atas nama Nanase tenn."
Akhirnya tenn memutuskan untuk menghentikan acara tebar senyuman sebelum membuat anak orang sekarat bahkan sampai mati karena serangan jantung.
.
.
.
.
.
Haruka masih terlihat bersemedi di lahan parkiran, menunggu hingga majikan dan bodyguardnya kembali. Sesekali haruka terlihat berdecak kecil, dirinya sibuk berpikir, apakah ia harus meninggalkan momo atau mengajaknya pergi sesuai pesan riku?
Di tengah rasa pening yang melanda, haruka malah harus tertimpa kesialan yang setara melihat jeroannya sendiri.
"Haruka! Apa tenn-nii sudah selesai berbelanja?"
Panik, haruka langsung menoleh dan menurunkan kaca penghalang transparan di mobil bugatty milik tenn.
Apalagi haruka sangat mengenali suara seseorang yang memanggilnya saat ini.
"Riku-san." Katanya berusaha menahan rasa gugup
Haruka tahu seharusnya ia membawa momo untuk segera pergi, tapi masalahnya. Momo tidak kunjung menjawab panggilan darinya sehingga membuat haruka galau mau pergi atau tetap tinggal.
Riku sama sekali tidak menunjukkan emosinya, haruka sampai menahan rasa takutnya karena setahunya kalau riku tidak menunjukkan emosinya secara terang-terangan, berarti dia sedang memiliki beberapa rencana yang sangat sadis dan tersusun dengan rapi di otaknya.
Haruka merasa menyesal karena tidak menyeret paksa momo untuk pergi bersama dengannya tadi.
Dirinya sudah terlihat pasrah sekarang.
"Hahaha, beneran?"
"Iya tenn, aku sendiri yang melihatnya tadi."
"Terus? Terus?"
Beruntung, dua orang dengan surai berbeda yang menjadi topik pembicaraan akhirnya muncul.
Keduanya terlihat tidak menyadari kalau sekarang sesosok singa jantan sedang menunggu targetnya untuk mendekat.
Manik crimson milik riku terus menatap lekat surai baby pink yang masih melemparkan beberapa pertanyaan dan di jawab dengan penuh semangat oleh momo.
Pembicaraan keduanya terhenti sesaat setelah manik mawar lembut milik tenn saling berbenturan dengan manik crimson milik riku.
Riku tanpa banyak bicara langsung menarik lengan tenn agar mengikuti langkahnya menujuk mobil sport merah yang sudah terparkir sejak tadi.
Tenn tentu saja tidak mudah untuk di taklukan, tidak jarang riku harus menerima pukulan serta cakaran dari tenn yang terlihat sama sekali tidak setuju untuk pergi bersamanya saat ini.
Haruka yang sudah keluar dari mobil bugatty milik tenn hanya bisa berdiri di samping momo tanpa banyak bicara, karena di mata mereka berdua, sang surai crimson dan baby pink tampak terlihat seperti pasutri di ambang perceraian.
Bahkan keduanya mulai tidak memperhatikan sekitarnya, momo dan juga haruka mungkin sudah di anggap seperti butiran debu kalau keduanya sudah kumat saling berusaha menarik dan menjauhkan diri.
"Momo-san? Apa kita sebaiknya kembali saja?" Haruka mencolek-colek bahu momo untuk menyadarkannya.
Karena menurut haruka tidak baik kalau mereka terlalu lama menyaksikan adegan pertengkaran pasutri yang sudah di ambang perceraian.
"Momo-san?"
Dan bocah ini mau di gigit, ya. Daritadi colek-colek terus. Momo menoleh, tersenyum setulus yang ia bisa. Berusaha menjadi ibu peri yang bisa menghibur diri di saat stress berat melanda yang sebenarnya di sebabkan oleh kedua anak kembar yang kini sudah meninggalkan mereka berdua.
"Ya, kita kembali ke mansion. Dan tolong, jangan sampai riku tahu kalau tenn barusan membeli selembar tembaga untuknya." Kata momo sambil tersenyum kalem.
"Hah?" Haruka syok, "Eh buset, buat apa yang begituan?"
.
.
.
.
.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top