Chapter 1

Seorang pria paruh baya terlihat jatuh tersungkur di depan sebuah sofa yang memiliki ukiran yang sangat cantik dan terkesan antik di saat bersamaan, sofa itu sedang di duduki oleh seorang lelaki muda bersurai crimson yang kini di kawal oleh para penjaganya yang memiliki penjagaan level paspampres.

.
.
.
.
.

No Exit
By
Lucian_Lucy_

.
.
.
.
.

Pria paruh baya itu baru saja di seret paksa oleh para pengawal yang di perintahkan lelaki bersurai crimson itu dari kediamannya, pria itu di ketahui merupakan kaki tangan lelaki bersurai crimson yang ketahuan berani mengkhianati dirinya dan berniat menjual beberapa aset penting miliki surai crimson pada para pesaing bisnisnya.

"Tu...tuan, saya mohon tolong ampuni kesalahan saya tuan. Saya berjanji kejadian seperti ini tidak akan terjadi lagi tuan",

Dengan suara yang bergetar karena takut, pria itu bersujud di hadapan lelaki bersurai crimson yang masih duduk dengan santai di sofa antiknya.

Tubuhnya yang sudah babak belur penuh lebam akibat perlakuan para pengawal lelaki bersurai crimson itu seolah tak ia rasakan akibat tatapan tajam nan dingin serta di selimuti aura yang membuat sekujur tubuhnya menggigil ketakutan.

"Jadi...."

Riku sengaja menggantungkan kalimatnya, dengan suara yang begitu tenang namun mengandung kengerian bagi siapapun yang mendengarnya.

"Hukuman seperti apa yang sebaiknya ku berikan pada mu?", lanjutnya lagi sambil menyangga dagu dengan sebelah tangannya, tatapannya semakin tajam dan dingin hingga membuat pria yang tak berdaya di hadapannya semakin gemetar.

"To...tolong ampuni saya tuan, sa...saya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama bahkan saya tidak akan berani mengkhianati anda tuan. Ba...bahkan saya rela memberikan seluruh kekayaan saya asal tuan mengampuni saya", ucap pria itu dengan nada suara yang panik, dengan suaranya yang semakin bergetar karena menahan rasa takut, ia berusaha memohon ampun atas nyawanya yang saat ini berada di ujung tanduk.

"Hee~"

Riku segera berdiri dari sofanya dan mulai berjalan menghampiri pria itu yang sejak tadi masih bersujud sambil menangis ketakutan dengan keadaan yang sudah babak belur.

Langkahnya kini terhenti di depan tubuh yang kini tepat berada sejajar dengan kakinya, riku mengulurkan tanganya ke samping dan-

Crus

Seketika jeritan menggema memenuhi ruang bawah tanah milik mansion keluarga nanase, darah berceceran di lantai dan juga pada ujung pedang yang kini berada di tangan lelaki bersurai crimson itu.

Potongan tangan tergeletak tak berdaya terpisah dari tubuh pria paruh baya yang kini menjerit kesakitan setelah kedua tanganya baru saja di potong oleh riku.

Manik crimson itu tak nampak sedikitpun memancarkan belas kasih meski saat ini di hadapkan dengan tubuh yang penuh darah serta jeritan kesakitan yang mengetuk gendang telinganya.

Riku mengulurkan pedangnya dan segera di ambil kembali oleh pengawal yang berada di sampingnya kemudian berlalu pergi keluar ruangan.

"Iori, bereskan semua kekacauan ini". Perintahnya pada lelaki muda bersurai navy yang sejak tadi ikut berada di ruangan itu, iori segera memberi isyarat agar para pengawal segera menyeret pria itu dan membereskan kekacauan yang di buat oleh riku. Kemudian ia segera menyusul riku yang sudah berjalan terlebih dahulu.

Hanya suara langkah mereka yang terdengar, riku terus berjalan menyusuri lorong panjang yang memiliki pencahayan minim dengan iori yang setia mengikutinya di belakangnya.

Hingga mereka sampai di depan sebuah pintu yang memiliki sistem penjagaan ketat, langkahnya terhenti sejenak. Dua pengawal khusus yang berada di kedua sisi pintu itu membukanya tanpa di suruh. Di balik pintu tersebut terlihat sebuah ruangan yang memiliki pencahayaan yang sangat terang berbeda jauh dari lorong bawah tanah, bahkan segala perabotannya terlihat memiliki kualitas tinggi. Kalau di lihat lebih teliti lagi maka semua orang yang sering berada di ruang bawah tanah akan mengetahui kalau ruangan yang berada di hadapan mereka rupakan ruang lingkung mansion keluarga nanase.

"Aku ingin kau membereskan semuanya dan segera serahkan dokumen detailnya pada ku".

Setelah mengatakan hal itu, riku segera melanjutkan langkahnya memasuki mansion keluarga nanase tanpa menoleh. Iori yang dengan jelas mendengar perintah itu segera membungkuk sedikit tanda mengerti, dan segera menutup akses jalur masuk mansion-ruang bawah tanah lalu meninggalkan lelaki bersurai crimson yang sedang menatap seseorang yang sedang membaca buku di sekitar perapian yang masih menyala di tengah malam nan dingin saat ini.

Riku memutuskan untuk mengagumi paras wajah dan tubuh lelaki muda bersurai baby pink yang terlihat menawan saat cahaya perapian menerpa seluruh lekuk tubuhnya, lelaki muda bersurai baby pink itu mengenakan sebuah kaos hitam lengan panjang yang di lapisi hem putih bergaris pink. Skinny jeans bersama sepatu combat boots membalut kakinya. Rantai bermanik bulan sabit melingkari sabuk pinggang. Sangat berbeda jauh dengan riku yang mengenakan jas formal padahal ia hanya mengunjungi ruang bawah tanah saja.

Entah di sadari oleh lelaki bersurai crimson itu atau tidak tapi secara perlahan ia malah mendekatkan dirinya ke arah lelaki bersurai baby pink yang baru saja membalikkan halaman bukunya dan kembali fokus pada buku yang dia pegang saat ini.

Dan tinggal beberapa langkah lagi hingga ia bisa menepuk bahu dari lelaki bersurai baby pink itu, tapi belum beberapa senti dirinya untuk bisa menyentuh bahu mungil itu-

Set

"An....jing," gumam riku secara refleks.

Sebuah pisau dapur yang sangat tajam hampir saja memotong salah satu tanganya, dan siapa lagi pelakunya kalau bukan nanase tenn yang terkenal akan kemampuannya dalam mendeteksi keberadaan seseorang yang berada di sekitarnya.

"Riku kebiasaan deh" ucap lelaki bersurai baby pink setelah meletakkan pisau dapur yang sempat ia gunakan untuk menghentikan aksi lelaki yang berdiri tidak jauh dari hadapannya.

Tenn sekarang benar-benar menghentikan aktivitas membacanya dan meletakkan buku yang berada di pangkuannya ke sisi kiri kursi yang berada di sekitar perapian, tepat di mana sebuah meja kecil dengan vas bunga lily yang menjadi pemanis serta secangkir teh dengan ukiran cantik menemani malam dinginnya saat ini.

"Jangan meminta sesuatu hal yang dapat membuat ku begadang hingga pagi hari, di tambah aku tidak suka bau 'sampah' itu berada di sekitar mu sekarang", kata tenn lagi kemudian ia meneguk tehnya sambil memejamkan matanya sejenak. Toh meskipun riku berniat membunuhnya setidaknya dia membawa pisau dapur jadi lelaki yang berada di depannya itu juga akan ikut meregang nyawa bersama dirinya.

"Tumben kau menyambut ku tenn-nii," ujar riku yang secara terang-terangan mendekati tenn, "Biasanya setiap kali aku kembali dari ruang bawah tanah atau pulang bekerja, tenn-nii sedang sibuk membuat kejutan untuk ku".

Tenn menatap lelaki yang berdiri di hadapannya dengan jengah, dengan santai ia meletakkan cangkir cantik yang barusan ia hirup ke meja kecil yang berada di sisi kirinya. " Otak ku sedang blank untuk membuat kejutan agar umur mu semakin pendek riku". Ucapan tenn memang terkesan kurang ajar tapi itulah kenyataannya meskipun tenn berkali-kali hampir membunuhnya tapi malaikat kematian sepertinya enggan untuk menarik nyawa riku, karena iblis sepertinya mungkin lebih baik di biarkan berkeliaran di bumi saja menurut mereka.

Riku terlihat mengangguk paham dengan alasan yang di berikan oleh tenn, tapi meskipun demikian bukan berarti niat tenn yang sebenarnya tidak memudar. Masalahnya, riku tidak yakin kalau tenn sudah bosan berusaha mendeportasinya ke alam baka.

Dengan sangat sabar seperti sedang berusaha menjinakkan hewan liar, riku mengelus lengan sebelah kanan tenn sambil berbicara dengan nada lembut. "Tenn-nii. Tadikan tenn-nii bilang tidak ingin menemani ku hingga pagi jadi ku ganti saja agenda kita dengan menemani ku mandi ya".

Tenn terlihat tidak bergeming meskipun salah satu lengannya seperti terasa sedang di gelitik oleh ribuan semut nakal.

"Tenn-nii mau tidak?"

Tapi bukan Nanase riku sang bos yakuza, hacker level dunia kalau sampai menyerah menaklukkan belahan jiwa.

"Aku mau mandi sama tenn-nii", punggung tangan tenn di kecup sejenak demi kelancaran rencana. "Sesekali boleh, kan?"

Tenn terlihat risih, ia mencoba mendorong tubuh riku dengan kuat meskipun hal itu sepertinya sama sekali tidak berpengaruh untuknya.

Riku terlihat masih mencoba keberuntunganya, tenn sedikit mengerjapkan matanya saat merasakan gerakan seperti semut nakal semakin naik dari lengannya hingga hampir mencapai bajunya, dengan cepat tenn langsung mengambil pisau dapur yang sempat ia lupakan dan mengarahkannya ke leher jenjang milik riku yang tanpa ia sadari sejak tadi menyeringai kecil ke arahnya.

"Wah," Riku terlihat menyeringai.
"Kakak ku sangat mengerikan," riku kemudian mengeluarkan pistol laras pendek, yang kini menekan pelatuknya di kening tenn. Pisau melawan senjata api –riku berbisik "Aku masih lelah karena kegiatan di bawah tanah barusan jadi. Pilih mandi dengan ku atau ku tembak kepala mu dengan peluru karet, tenn-nii?"

Tenn melirik pucuk pistol dan berkomentar dengan malas, "SIG Sauer P226?"

Riku menatap tidak sabaran, " Katakan saja tenn-nii, kau mau pilih yang mana? Mandi bersama ku atau ku tembak mati malam ini?"

Tenn bergumam dengan ringan, "Cuma peluru karet, kau pikir aku tidak tahu?" tangan sebelah kiri yang tidak memegang pisau dapur terlihat melesat ke sisi jeans yang ia kenakan. "Jangan salah, riku. Aku punya CZ 75 yang bisa melubangi kepala mu dengan peluru timah. Ayo tembak aku kalau berani," tantang tenn sambil tersenyum penuh kemenangan. "Akan ku pastikan malam ini adik ku tercinta akan terkapar bersimbah darah setelah ini".

Riku berdecak kecil sambil menurunkan pelatuknya, "Aku mau mandi dulu. Kau siapkan makan malam untuk ku tenn-nii".

"Dan jangan mencampur jus jeruk ku dengan air raksa, jangan juga memecahkan termometer lagi. Kita masih membutuhkannya kalau suatu saat kau demam atau apa". Riku memberikan perintah sambil berjalan menujuk pintu kamar mandi dan meninggalkan tenn yang juga melangkah menujuk dapur.

Meskipun mereka memiliki pelayan yang sangat banyak di mansion itu tapi riku lebih suka menyuruh tenn yang menyiapkan semua kebutuhan untuknya, karena sekejam-kejamnya tenn yang selalu ingin membunuhnya tapi tenn tidak pernah meletakkan racun dan sejenisnya di dalam makanan yang riku santap. Bahkan terkadang riku merasa lebih baik mati di tangan tenn dari pada di tangan orang luar.

Riku yang pada dasarnya mengenal kebiasaan tenn lebih memilih untuk membuka pintu kamar mandi dengan perlahan serta mengintipnya, bahkan saat melihat lantai kamar mandi mereka di penuhi cairan oli yang sangat pekat tidak membuat riku marah. Ia hanya memilih untuk menghela napas dan masuk secara perlahan ke dalam kamar mandi tersebut.

"Sepertinya benar kata tenn-nii kalau hari ini otak jeniusnya sedang blank" ujar riku di sela kegiatan mandinya.

.
.
.
.
.

Riku terlihat mengibas asap dari omurice yang terlihat mengepul di hadapannya ke arah hidungnya.

"Omurice mu ini tidak ada campuran bubuk sianida, kan tenn-nii?"

"Tidak riku, kalau urusan di meja makan. aku tidak terlalu ingin menjadikannya sebagai tempat kita saling melontarkan peluru" ujar tenn sambil mengambil sebuah apel segar yang berada di dalam keranjang buah dan mengirisnya secara melingkar.

Jawaban yang sangat masuk akal bagi keluarga normal, tapi sayangnya keluarga mereka bukan keluarga normal jadi mungkin saja kakaknya itu sudah menyiapkan sepucuk laras pendek di balik saku jeansnya selama dirinya menemani riku makan malam.

"Hm, aku cicipi ini tenn-nii"

"Silahkan"

Riku menyentuhkan sendok ke mulutnya seragu menghadapi eksekusi mati, padahal dulu saat ia membunuh kedua orang tuanya agar dia yang di angkat menjadi kepala keluarga Nanase rasanya tidak seperti ini. Berbagai dugaan bersileweran berjuta kemungkinan.

Tenn menatap jengkel adiknya yang terlihat meragukan masakan buatannya, padahal seingat tenn dulu adiknya bahkan seakan tuli saat ayah dan ibu mereka ia bunuh dan mengambil alih kepemimpinan keluarga Nanase serta melarangnya untuk ikut serta selain menunggu kepulangannya di rumah saja.

"Kalau mau di makan ya sudah makan, kalau tidak mau ya tinggal di buang" ujar tenn dengan nada ketus. "Setidaknya aku tidak memasukkan kalajengking hidup di dalam omurice mu" tambahnya lagi sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.

Riku terkekeh kecil menanggapinya, "Terdengar mistis tapi aku bukan hambaan setan tenn-nii".

"Ya, riku justru rajanya setan," tenn bangkit berdiri hendak meninggalkan lelaki bersurai crimson di meja makan sendirian.

"Tenn-nii tunggu"

"Apalagi?"

"Terima kasih untuk makanannya tenn-nii"

Riku terlihat tersenyum kecil sambil menyuap omurice buatan tenn, tenn memalingkan wajahnya sebentar karena melihat senyuman yang sangat jarang adiknya itu tunjukkan kecuali saat ia menemukan sesuatu hal yang menarik atau bahkan menyukai sesuatu hal.

"Hm, sama-sama" jawab tenn tanpa menghadap ke arah riku.

Setelah berbicara seadanya tenn memilih untuk meninggalkan riku yang masih asik makan, ia lebih memilih untuk cepat tidur siapa tahu otaknya tidak blank lagi besok.

Riku yang melihat kepergian tenn tersenyum kecil, sambil makan masakan kakaknya yang cantik tapi bermental iblis riku memutuskan untuk membeli beberapa pucuk revolver khusus untuk belahan jiwanya.

"Tenn-nii. Seharusnya tenn-nii sadar alasan mengapa tenn-nii di lahirkan di dunia ini hanya untuk melengkapi seluruh aksi kejahatan ku". Ujar riku sambil tersenyum kecil saat hadiah yang sengaja ingin ia berikan pada kakaknya yang sebentar lagi akan berulang tahun bersamaan dengan dirinya tinggal di bungkus.

"Karena ada yang bilang kalau setan itu berjodoh sama setan loh," tambahnya lagi, entah ucapannya itu dapat di dengar oleh tenn yang sudah tertidur dengan nyenyak atau sedang sibuk menyiapkan hadiah untuk ulang tahun adiknya.

.
.
.
.
.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top