#28 : Danger
Emily jelas-jelas tidak memberi pencerahan kepada Harry tentang keberadaan Adam. Yang ada, gadis itu malah semakin membuat Harry bingung dengan ucapannya. Harry tak tahu siapa yang benar dan siapa yang salah. Siapa yang harus di salahkan saat ini? Kenapa harus terjadi masalah seperti ini?
Harry mengacak-acak rambut keriting kecokelatannya. Dia tengah duduk di bangku yang ada di perpustakaan pribadi keluarga Styles. Harry mengunci pintu perpustakaan dari dalam. Sudah hampir tiga jam Harry berada di sana, berusaha untuk berpikiran jernih, mencari solusi supaya dia bisa segera menjemput Taylor-nya. Tapi, tetap saja. Pikirannya masih kalut.
Setelah tak puas hanya duduk dan berpikir, Harry melangkahkan kaki menuju ke salah satu rak di dalam perpustakaan itu. Rak itu menyimpan beberapa surat kabar lama yang pernah memuat segala sesuatu tentang Styles. Yang positif tentunya. Dulu, Grandma selalu mengumpulkan surat kabar ini, sebagai motivasi supaya Styles selanjutnya, bisa dikenal seperti Styles sebelumnya.
Harry membuka pintu kaca rak berisi surat kabar tersebut. Ada surat kabar yang membahas tentang kematian ayah Harry pula. Harry pernah membaca surat kabar itu dan entah mengapa, rasanya dia masih ingin membacanya.
Harry meraih surat kabar itu dan kembali duduk di kursi. Harry membaca dengan teliti sebelum menahan nafas saat menyadari, apa yang selalu mengganggu pikirannya saat melihat surat tersebut. Ada kalimat di sana yang berbunyi: Tak diketahui apakah kasus tewasnya Des Styles, 45, CEO dari salah satu perusahaan besar di Inggris, Styles Enterprise, terjadi akibat murni kecelakaan atau unsur kesengajaan. Ellie Styles, 63, selaku Ibunda Des Styles meminta polisi untuk tidak melakukan autopsi kepada jasad anak kebanggaannya sehingga tentu saja tak ada bukti cukup kuat yang bisa membantu proses penyelidikan. Penyelidikan pun dihentikan tepat dua hari setelah kecelakaan terjadi.
Mata Harry terpejam. Kecelakaan itu...masih mengganjal dalam pikiran Harry. Harry tahu betul sang ayah yang selalu memeriksa mesin kendaraan sebelum berangkat kerja jadi, kemungkinan sangat kecil jika mobil yang dikendarai Des rusak saat kecelakaan itu. Ditambah lagi, Des adalah orang yang luar biasa profesional dalam mengemudi.
Harry membiarkan otaknya terus berpikir dan berpikir, hingga dia tahu apa jawabannya setelah menyatukan semua bukti secara perlahan.
Harry menutup surat kabar tersebut dan meletakkannya kembali di rak, sebelum melangkah ke luar dari perpustakaan. Sekarang, anggota keluarganya yang lain pasti sudah berkumpul di meja makan. Makan malam.
*****
Taylor tengah duduk di pekarangan rumahnya saat sebuah suara mengganggu ketenangannya. Seseorang seperti mendesis ke arah Taylor, membuat Taylor segera mengedarkan pandangannya ke segala arah, dengan cemas. Namun, tidak ada siapapun.
Taylor berusaha mengabaikan sampai suara desisan itu kembali terdengar. Bedanya, kali ini, Taylor harus terkejut saat melihat seseorang tengah menatap ke arahnya, sambil melambaikan tangan, meminta Taylor menghampirinya. Sepertinya orang itu tampak sembunyi-sembunyi.
Akhirnya, Taylor menghampiri seseorang tersebut, yang bersembunyi di balik batang pohon besar.
"Adam! Bagaimana kau..."
Adam meletakkan satu jarinya di depan bibir Taylor. "Sstt. Jangan berisik. Tak boleh ada yang tahu aku di sini walaupun, mereka memang tak mengenalku." Taylor mengangguk dan Adam menjauhkan satu jarinya dari bibir Taylor.
"Apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana bisa kau tahu rumah keluargaku?" tanya Taylor, berbisik, sesekali melirik ke arah rumahnya. Taylor takut jika salah satu anggota keluarganya tahu jika dia menemui seorang pria yang mereka tak kenal. Bisa berpikiran macam-macam mereka.
Adam memejamkan mata. "Semuanya rumit. Aku harus lari sementara."
"Bagaimana dengan Harry? Apa dia baik-baik saja?" tanya Taylor, cemas. Tuhan, siapa juga yang tak mencemaskan suaminya yang tengah berusaha memecahkan masalah keluarga sendirian, dengan anggota keluarga yang mungkin saja memiliki gangguan jiwa.
"Aku punya beberapa mata-mata di rumah. Sampai sekarang, Harry baik-baik saja. Tapi, aku tahu, Harry sudah tahu sebuah rahasia besar yang tak pernah dia ketahui. Aku tak tahu apa yang akan terjadi. Berdoa saja Harry tidak bertindak nekat." Jelas Adam.
"Kau membuatku mencemaskannya. Aku harus segera kembali." Ujar Taylor. Adam menggeleng. "Tidak. Kau harus tetap di sini. Kulihat, John belum sampai melacak tempat tinggalmu karena mungkin saja, dia tak sempat. Yang jelas, kau aman di sini dan John tidak akan menyakitimu."
Taylor menggeleng. "Tapi, mereka pasti akan menyakiti Harry!"
Taylor terlihat sangat cemas. Adam bisa menangkap dari matanya. Adam menarik nafas dan meletakkan tangannya di bahu Taylor. Adam mengelus bahu tersebut dengan lembut. "Aku tak bisa lama-lama di sini, Taylor. Aku hanya ingin memastikan jika kau baik-baik saja. Seperti janjiku, aku akan menjaga Harry. Tenang saja."
*****
Makan malam keluarga Styles berjalan hening, seperti biasa. Yang terdengar di ruang makan itu hanyalah denting sendok beserta garpu yang bersentuhan dengan piring beling. Semuanya tampak tengah asyik makan, sampai Harry buka suara, tak peduli sopan atau tidak.
"Ada yang ingin kutanyakan pada kalian semua."
Sontak, seluruh meja makan menatap ke arah Harry dengan penuh tanda tanya sementara, Harry hanya menatap ke arah makanan di depannya dengan meja kosong. Harry menarik nafas dan menghelanya perlahan.
"Tentang ayahku. Kenapa tidak diadakan penyelidikan lebih detail tentang kematiannya?"
Pertanyaan Harry itu membuat semuanya tercengang, tak terkecuali Anne dan Gemma yang sama sekali tak mengerti, ke mana arah pembicaaan Harry saat ini.
"Kalian menutupi semuanya. Kalian tidak peduli dengannya. Dengan ayahku."
Harry meletakkan alat makannya begitu saja. Pria itu bangkit berdiri. Sebelum pergi, dia sempat berkata tegas, "Aku akan menyelidiki semuanya. Aku ingin orang yang bersalah, dihukum sepantasnya."
*****
Harry menyisir rambutnya ke belakang. Pikirannya sudah benar-benar kacau akhir-akhir Hari ini adalah hari kedua sejak deklarasi Harry mengenai kasus ayahnya tersebut. Dia tahu jelas siapa yang sepertinya memang melakukan sabotase pada mobil Ayahnya. Yang Harry tak habis pikir, untuk apa Grandma melindunginya? Grandma pasti tahu semuanya, makanya dia meminta untuk tidak diadakan otopsi.
Harry berhenti berpikir saat ponselnya bergetar. Dengan cepat, Harry meraih ponselnya tersebut. Senyuman tipis muncul di bibirnya. Siapa lagi yang menghubunginya jika bukan Taylor, sang belahan jiwa? Masa bodoh dengan perkataan Harry beberapa hari lalu tentang menjauh dari Taylor untuk sementara. Harry sudah tak bisa menampung kerinduannya lagi.
Dengan cepat, Harry mengangkat panggilan tersebut. "Hai, Babe."
"Harry! Ah, syukurlah, kau mengangkat panggilan dariku!" Suara itu...Harry benar-benar merindukan Taylor. Senyuman muncul di bibir Harry. "Aku merindukanmu, Babe." Suara Harry terdengar seperti desisan. Harry terlihat rapuh.
"Harry, kau tahu aku juga merindukanmu. Apa kau tak akan menjemputku secepatnya? Ada banyak hal yang ingin kuceritakan padamu." Harry menyesal kenapa dia memasang suara semenyedihkan tadi. Suara Taylor juga ikut menyedihkan. Rapuh.
"Tay, setelah sebentar lagi, bersabarlah. Apa yang ingin kau ceritakan? Ceritakanlah. Aku benar-benar ingin tahu," desak Harry. Rasanya, setelah bertelepon dengan Taylor, Harry seperti melupakan beban pikirannya beberapa hari ini.
"Aku pergi ke dokter tadi. Dokter bilang, usia kehamilanku sudah hampir lima bulan. Woah. Cepat sekali bukan? Aku sudah mulai merasakan sebuah kaki kecil yang menendang-nendang perutku dan well, ah, aku tak tahu harus berkata apa yang jelas, tubuhku berbentuk aneh. Kau pasti tidak akan menyukainya."
Harry terkekeh. "Babe, kau bercanda? Kau hamil, tentu saja bentuk tubuhmu akan berubah! Tapi, aku jamin, aku pasti akan tetap menyukaimu. Aku malah akan semakin menyukaimu, mengingat yang membuat tubuhmu berbentuk aneh itu adalah hasil kerja sama kau dan aku."
Kekehan Taylor terdengar jelas di telinga Harry. "Dokter menawarkanku untuk melakukan tes supaya dapat mengetahui jenis kelamin bayi kita tapi, aku menolak. Tak apa, kan, jika bayi ini lahir sebagai perempuan ataupun laki-laki? Aku ingin semuanya menjadi seperti kejutan."
Senyuman muncul di bibir Harry mendengar ucapan Taylor tersebut. "Tentu saja. Aku juga suka kejutan. Apalagi jika kejutan itu datang darimu." Lagi-lagi, Harry mendengar kekehan Taylor. "Aku rindu godaanmu. Cepat menjemputku, Harry."
Harry menghela nafas. "Ya, Tay. Aku akan segera menjemputmu. Tak lama lagi, aku..."
Ucapan Harry terhenti saat sebuah suara keras berbunyi. Saat Harry menoleh, pintu kamarnya sudah di dobrak oleh seseorang bertubuh kekar. Bukan hanya seseorang saja, ada orang bertubuh kekar lainnya yang ada di belakangnya.
Tanpa basa-basi, pria bertubuh kekar yang berada di paling depan itu tiba-tiba berlari dan menerjang Harry, membuat Harry terlempar hingga menabrak dinding di belakangnya. Ponsel Harry terjatuh dan Harry dapat mendengar pelan suara Taylor yang terus memanggil namanya, panik.
"Harry! Kau masih di sana! Hei, apa yang terjadi?!"
Harry yang sudah mulai kesakitan, menyeret tubuhnya ke arah ponselnya. Harry harus mematikan sambungan teleponnya dengan Taylor. Harry tak mau Taylor mendengar semua yang terjadi ini namun, belum sempat Harry meraih ponselnya, si pria bertubuh kekar meraihnya dan berkata dengan santai, "Maaf, Mrs. Mungkin tadi adalah terakhir kalinya kau mendengar suara suamimu."
Kemudian, tanpa diduga, pria bertubuh kekar lainnya ikut datang menerjang Harry, membuat Harry berteriak kesakitan, merasakan tubuhnya yang semula sakit akibat di tabrak pria bertubuh besar dan menabrak keras dinding, sekarang ditindih oleh beberapa pria bobot tubuh yang cukup besar. Yang jelas, Harry terlihat paling kecil di sana.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top