#19 : I Trust Him

Harry Styles berjalan perlahan menaiki tangga, sebelum berhenti tepat di depan pintu kamarnya dan Taylor. Harry menahan nafas dan menghembuskannya perlahan. Tangannya meraih knop pintu untuk membuka pintu, perlahan.

Harry tersenyum tipis saat mendapati Taylor yang tampak sudah tertidur, memunggunginya di atas ranjang. Harry menutup dan kembali mengunci pintu kamar mereka.

Pria berambut keriting kecokelatan itu menatap punggung sang istri selama beberapa saat, sebelum melepaskan jas dan dasi yang dia kenakan. Masih mengenakan kemeja putih dengan tiga kancing atas yang terbuka, Harry berjalan menuju ke lemari dan meraih piyamanya. Setelah meraih piyama, Harry masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan tubuhnya.

Baru memasuki kamar mandi dan menguncinya dari dalam, Taylor terbangun dari tidurnya. Taylor merubah posisinya, menjadi duduk di atas ranjang, sesekali menatap ke arah pintu kamar mandi yang tertutup.

Sudah beberapa hari belakangan, Harry selalu pulang larut dan Taylor selalu tertidur saat dia pulang. Makanya, khusus hari ini, Taylor sengaja tidur siang dan meminum segelas penuh kopi supaya dia bisa terjaga sampai hari pulang. Hasilnya? Taylor memang terjaga tapi, dia tetap saja mengantuk.

Taylor berusaha mengalahkan rasa kantuknya, sampai dia bisa bertemu Harry. Benar-benar bertemu dengan suaminya setelah pulang bekerja. Rasanya, sudah sangat lama sejak terakhir kali Taylor menyambut Harry yang pulang bekerja.

Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Harry ke luar, telah memakai piyama dengan handuk yang dia gunakan untuk mengeringkan rambut basahnya. Taylor menatap Harry, tak bersuara.

Butuh waktu beberapa saat, sebelum akhirnya Harry menyadari tatapan Taylor. Harry yang semula berdiri memunggungi ranjangnya, mulai berbalik dan menatap sang istri dengan senyuman di bibirnya.

"Malam, Mrs. Styles." sapa Harry. Tangannya masih sibuk menggerakkan handuk di rambutnya.

Taylor melipat tangan di depan dada. "Malam, Mr. Styles. Pulang malam lagi, eh?" tanya Taylor, lebih terdengar seperti sindiran.

"Ya, akhir-akhir ini, pekerjaanku tengah banyak. Beberapa perusahaan besar mengajukan kontrak kerja sama dengan Styles Enterprise jadi, tentu saja, ini kesempatan bagus, kan?" Harry menampilkan deretan gigi-gigi putihnya kepada Taylor.

Taylor mengangguk. "Memang benar ini kesempatan bagus. Tapi, menurutku, lebih bagus lagi jika kau membatasi diri dalam pekerjaan. Jangan mengambil pekerjaan yang setidaknya membuatmu harus bekerja penuh, tanpa istirahat."

Harry tersenyum mendengar ucapan Taylor. Harry tahu ke mana arah pembicaraan Taylor.

Harry meletakkan handuk secara asal di atas meja sebelum melangkah menaiki ranjang. Harry mendekati Taylor dan duduk di sampingnya di atas ranjang.

"Kau merindukanku, eh?" tanya Harry, menggoda.

Taylor menggembungkan pipinya dan menggeleng cepat. "Tidak. Tidak sama sekali."

Harry terkekeh. "Oh, ayolah, Mrs. Styles. Kau pasti merindukanku, kan? Kau tidak bisa membohongiku sama sekali. Pasti kau merasa waktuku jadi berkurang untukmu. Kau pasti merindukan pelukanku, ciumanku, dan...." ucapan Harry terhenti saat Taylor mendorong bantal tepat ke wajah tampan Harry sebelum merubah posisinya menjadi berbaring miring, memunggungi Harry.

Harry meraih bantal yang menutupi wajahnya dan terkikik geli. Harry menggunakan bantal itu untuk menyandarkan kepalanya. Harry berbaring miring, menghadap ke arah Taylor.

Secara perlahan, Harry mendekat, sebelum akhirnya dia bisa merasakan dadanya menyentuh punggung Taylor. Harry melingkarkan lengannya di sekeliling pinggang Taylor. Senyuman tak lenyap dari bibir pria tersebut.

Harry mengangkat sedikit kepalanya, mendekatkan bibirnya ke telinga Taylor seraya berbisik, "Aku juga sangat merindukanmu, Baby. Malam dan semoga kau mendapat mimpi yang indah. Aku mencintaimu."

Harry memberi Taylor kecupan singkat di kening. Taylor tersenyum.

*****

Lagi, Taylor harus bangun di pagi hari, tanpa Harry di sisinya. Harry berangkat pagi dan tak membangunkan Taylor sama sekali. Bahkan, Taylor berani menjamin, pria itu pasti ta sarapan sama sekali.

"Pagi, Taylor."

Taylor tersenyum, saat dia melangkah ke dapur, Grandma sudah berada di sana, menyunggingkan senyuman kepadanya. "Pagi, Grandma." Taylor berjalan mendekati Grandma, membantu Grandma mengangkat panci kecil berisi air dan meletakkannya di atas kompor.

"Terima kasih. Aku baru saja ingin membuat teh. Aku tak tahu ke mana perginya orang-orang pagi ini." ujar Grandma, seraya terkekeh. Taylor mengangguk. "Kau bisa mengetuk pintu kamarku dan meminta bantuanku, Grandma. Aku sama sekali tak keberatan."

"Harry pergi ke kantor pagi sekali. Sebelum pergi, dia sempat memperingatkanku untuk tidak membangunkanmu karena kau terlihat sangat lelah." Taylor mengangkat satu alisnya mendengar ucapan Grandma.

"Aku? Lelah? Sama sekali tidak. Aku tak melakukan hal berat. Harry hanya terlalu berlebihan," Taylor meraih sebuah dan menuangkan teh ke cangkir tersebut saat air sudah mendidih.

Taylor dan Grandma berjalan beriringan menuju ke meja makan. Taylor membawakan teh milik Grandma dan meletakkannya di atas meja.

"Terima kasih, lagi, Taylor." ujar Grandma saat Taylor menarikkan kursi untuknya. Taylor tersenyum dan menganggukkan kepala, sebelum ikut menarik kursi untuknya di samping Grandma dan duduk di sana.

Grandma menyesap tehnya secara perlahan. "Kau tahu, Harry sangat mirip dengan Des, ayahnya. Mereka berdua sama-sama melindungi orang yang mereka sayang dengan cara apapun. Terlalu protektif." Taylor terkekeh mendengar ucapan Grandma. Tapi, ada benarnya juga. Harry memang protektif. Sangat.

"Ah, ya, Taylor. Aku tahu kau bosan di rumah saja. Begitupun aku. Bagaimana jika kita pergi ke kantor baru Harry? Aku belum pernah pergi ke sana." ujar Grandma tiba-tiba. Membuat Taylor membulatkan matanya. "Benarkah tak apa? Maksudku, apa kita tak akan mengganggu?"

Grandma menggeleng. "Tak apa. Aku juga termasuk pemilik di sana. Jadi, tenang saja. Lagipula, Anne tengah pergi mengantar Grandma untuk periksa ke dokter. Sepertinya mereka cukup lama mengingat Gemma juga harus menjalani beberapa terapi." Mendengar tentang Gemma, Taylor mencelos. Sudah lama dia tak melihat keceriaan Gemma.

Taylor menghela nafas dan mengangguk. "Baik. Aku akan mengganti pakaian." Grandma tersenyum lebar.

*****

Taylor dan Grandma sampai di kantor baru Styles Enterprise di Chesire. Mereka langsung di kawal oleh dua orang penjaga, sampai di depan lift. Taylor meminta penjaga itu untuk pergi dan membiarkan mereka menuju ke ruangan Harry yang berada di lantai 11.

Taylor belum pernah ke kantor ini sebelumnya. Harry hanya memberitahu jika ruangannya ada di lantai 11.

Lift sempat terhenti di lantai 2 dan dua orang karyawan memasuki lift, sambil mengobrol, tanpa mengetahui dan menyadari siapa yang berada satu lift dengan mereka.

"Mereka datang pagi lagi hari ini." ujar salah satu karyawan, dengan kemeja merah kepada seorang karyawan lainnya dengan kemeja hijau.

"Ya, aku sudah mengetahuinya. Mereka memang pasti ada sesuatu. Melihat, keakraban mereka yang sama sekali tak wajar antara bos dan asistennya." Mendengar ucapan si kemeja hijau, Taylor menahan nafas. Taylor menatap ke arah Grandma yang juga tampak diam, terkejut. Namun, Taylor dan Grandma memilih untuk diam.

"Sarah yang bertugas membersihkan ruangan Mr. Styles, katanya melihat secara tak sengaja, kedekatan Mr. Styles dan Emily. Mereka hampir saja melakukan 'sex' di dalam ruangan." Taylor memejamkan mata mendengar ucapan si kemeja merah. Grandma tampak diam, berusaha untuk tak emosi.

"Bukankah Mr. Styles sudah punya istri?" tanya si kemeja hijau.

Si kemeja merah mengedikkan bahunya. "Aku tak tahu. Yang jelas, Mr. Styles belum pernah mengenalkan istrinya kepada siapapun di kantor ini. Mungkin dia takut jika karyawan di sini membocorkan kedekatannya dengan Emily. Kau tahu sendiri, karyawannya di London sangat amat menurut dan takut padanya." Tepat saat si kemeja merah menghentikan ucapannya itu, lift telah berhenti di lantai 10.

Taylor dan Grandma ke luar dari lift. Grandma menatap cemas ke arah Taylor yang menundukkan kepala. Grandma mengelus lembut lengan Taylor. "Kau tahu, Tay? Hampir sebagian besar karyawan pasti akan menggosip tentang atasannya. Jadi, kau mengerti, kan?"

Taylor menahan nafas sebelum menganggukkan kepala dan tersenyum tipis. "Ya, Grandma."

Grandma tersenyum dan mengangguk. "Dulu, suamiku dan juga Des sering kali mereka jadikan pokok pembicaraan. Mereka membuat cerita yang sangat mengada-ada. Sangat sering, jika mereka tak punya pokok pembicaraan lain. Aku sudah kebal dengan semuanya. Aku selalu percaya jika suami dan anakku tak mungkin seperti itu. Begitupun kau, Taylor."

Taylor mengangguk. "Ya, aku mengerti. Aku percaya pada Harry." Taylor berujar mantap.

Grandma meraih tangan Taylor. "Ayo, kita beri Harry kejutan!" Keduanya melangkah menuju ke pintu dengan papan bertuliskan 'CEO' yang berada tak jauh dari mereka.











----
Maap sebelumnya salah ngepost.-. Salah nge kopi. Aku malah kopi salah satu part Starlight (Haylor FF yg pernah aku post.-.v)
Kesalahan teknis, maap.
Maap juga kalo makin ngaco cerita ini. Aku udah mulai stuck ;v
Thanks yg masih mau baca :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top