#13 : Congratulation
Taylor melihat ke arah jam yang tergantung di dinding. Sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Biasanya, Harry pulang sebelum pukul tujuh. Sekalipun, dia harus pulang terlambat, dia pasti akan mengabari Taylor. Tapi, tidak untuk hari ini.
Samar-samar, Taylor dapat mendengar suara deru kendaraan di luar sana. Taylor segera bangkit berdiri dan berjalan menuju ke pintu. Taylor yakin seratus persen, itu pasti Harry.
Taylor membuka pintu dan benar saja, wajah lelah Harry langsung tertangkap mata Taylor. Harry tersenyum tipis ke arah Taylor sebelum melangkah mendekat dan mengecup singkat kening Taylor.
"Ponselku mati. Maafkan aku karena aku tak menghubungimu dan memberitahu jika aku pulang terlambat," ujar Harry. Taylor menganggukkan kepala, mengerti.
Harry melingkarkan lengannya di sekeliling pundak Taylor dan merangkul sang istri masuk kembali ke dalam rumah. Taylor berpikir keras, bagaimana cara memberitahu Harry tentang apa yang terjadi pada Gemma. Harry pasti akan marah. Dia pasti kecewa. Tapi, Taylor tak mau menyimpan rahasia apapun dari Harry.
Taylor menghentikan langkahnya saat keduanya sampai di ruang tengah. Harry ikut menghentikan langkahnya dan menatap Taylor bingung. "Ada apa?" tanya Harry, menyadari jika istrinya pasti ingin mengatakan sesuatu.
Taylor menggigit bibir bawahnya dengan gugup. "Harry...ini tentang...tentang...Gemma."
Raut wajah tenang Harry tergantikan begitu saja. Harry memicingkan matanya dan tersenyum sinis. "Apa dia datang ke sini atau dia masih ada di sini?" tanya Harry, nadanya mulai meninggi. Tatapannya beredar, sebelum terhenti pada pintu kamar tamu. Tampak ada cahaya di kamar yang biasanya gelap tersebut.
"Aku akan bicara dengannya," Harry berkata tegas dan hendak melangkah menaiki tangga, menuju kamar tersebut namun, dengan cepat Taylor menahan lengannya. "Harry, kumohon, jangan kasar padanya. Kau tidak tahu seberapa berat masalah yang dia hadapi. Biarkan dia istirahat terlebih dahulu. Bicarakan masalah ini besok." Pinta Taylor.
Harry membulatkan matanya. "Apa-apaan, Tay? Aku marah dengannya! Aku tak habis pikir bagaimana mungkin kakak yang selama ini aku banggakan melakukan hal murahan seperti itu! Dia membawa aib untuk keluarga Styles!"
Mendengar ucapan Harry tersebut, Taylor mulai naik darah. "Apa yang kau katakan? Jika Gemma membawa aib untuk keluarga Styles, lalu apa bedanya denganmu?! Apa kau tak ingat, siapa dirimu dulu? Apa yang sering kau lakukan dulu?"
Harry tersentak mendengar ucapan istrinya tersebut. Harry menatap Taylor tak percaya. "Taylor..kupikir, kita sudah mengakhiri semuanya dan mulai fokus pada masa depan kita. Apa maksudmu membahas masa laluku? Bukankah sudah jelas jika aku sudah berubah dan aku tak akan kembali pada masa laluku itu?"
Taylor memejamkan mata, berusaha menenangkan diri. "Maafkan aku. Aku tak bermaksud mengungkit masa lalumu hanya saja, untuk kali ini, kumohon, jangan ganggu Gemma. Kita akan menyelidiki semuanya nanti. Biarkan dia beristirahat."
"Jika Mom dan Grandma tahu, mereka pasti akan marah besar," suara Harry melemah. Taylor mengangguk sebelum melingkarkan lengannya di lengan Harry. Taylor menyandarkan kepalanya di pundak Harry.
"Beri Gemma waktu untuk menjelaskan semuanya. Aku yakin, pasti ada kesalahan."
*****
"Taylor?"
Secara perlahan, kelopak mata indah Taylor terbuka. Yang pertama dilihatnya adalah wajah cemas Harry. Harry bergerak cepat menyalakan lampu kamar sehingga dia dapat melihat jelas sang istri.
Sudah dua minggu berlalu sejak Gemma datang pada Taylor dan menjelaskan permasalahannya. Sudah dua minggu Gemma berada di sini. Sejak saat itu pula, Harry selalu menutup telinga tiap Taylor memintanya untuk bersikap normal pada Gemma. Tapi Harry tetap tak bisa. Dia masih kecewa berat pada kakaknya tersebut.
Harry kembali naik ke atas ranjang dan membantu Taylor untuk duduk di ranjang. "Apa yang kau rasakan?" tanya Harry, mendapati Taylor yang menatapnya dengan tatapan kosong. Taylor memejamkan mata sekilas sebelum menatap Harry dan menggelengkan kepala. "Memangnya aku kenapa?" tanya Taylor bingung.
"Suhu tubuhmu sangat tinggi saat aku menyentuhmu tadi. Kau juga berkeringat dingin. Wajahmu pucat. Apa kau baik-baik saja? Mau kupanggilkan dokter?" tanya Harry cemas. Taylor menggeleng sebelum kembali berbaring dan mendekat ke arah Harry. Taylor menyandarkan kepalanya di dada bidang Harry yang terekpos begitu saja.
"Kau yang hangat, Harry." ujar Taylor lemah.
Harry melingkarkan tangan kekarnya di punggung Taylor. "Kau kedinginan?" tanya Harry lembut. Taylor menganggukkan kepala. "Tapi, sekarang sudah sedikit lebih baik." jawab Taylor.
Kecemasan Harry semakin menjadi saat dia merasakan tubuh Taylor yang menjadi semakin panas. Harry melepaskan pelukannya dan membuat Taylor yang semula mencoba untuk tidur, kembali membuka matanya. Harry menarik selimut supaya menyelimuti tubuh Taylor sementara, dia turun dari ranjang.
"Tunggu sebentar, okay? Aku akan meminta Gemma menemanimu saat aku menjemput dokter Katryn." Ujar Harry. Tanpa menunggu persetujuan dari Taylor, Harry segera berjalan meninggalkan kamar, menuju kamar di sampingnya.
Harry menarik nafas dan mengetuk pintu kamar tamu itu secara perlahan. Ketukan pertama, tidak ada jawaban. Ketukan kedua, masih tidak ada jawaban. Di ketukan ketiga, bunyi decitan pintu terdengar. Pintu kamar terbuka. Gemma tampak menatap Harry dengan raut terkejut sekaligus ketakutan. Harry menggelengkan kepala, berusaha membuat emosinya tadi menghilang.
"Gem, tolong jaga Taylor sebentar. Aku akan menjemput dokter Katryn." Pinta Harry. Gemma mengangkat satu alisnya. "Ada apa dengan Taylor?" tanya Gemma, merasa lebih tenang.
"Taylor sakit." Gemma terkejut. Gemma segera ke luar dari kamar dan berjalan menuju ke kamar tidur Harry dan Taylor. Harry melangkah cepat menuruni tangga dan meraih jaket yang ada di sofa. Harry mengenakan jaket tersebut sebelum bergegas meninggalkan rumah, menjemput dokter pribadinya tersebut.
*****
Harry menatap ke arah Taylor yang berbaring lemah dengan cemas. Dokter Katryn baru saja selesai memeriksa Taylor. Dokter berusia tiga puluh tahunan itu bangkit berdiri dan menatap Harry dengan senyuman di bibirnya.
"Dia baik-baik saja. Tenang saja." ujar dokter Katryn.
"Tapi, suhu tubuhnya sangat panas. Dia juga berkeringat dingin. Bagaimana kau bisa mengatakan jika dia baik-baik saja?" tanya Harry, tak percaya dengan ucapan dokter Katryn. Dokter Katryn mengangguk. "Sungguh, dia baik-baik saja. Sedikit istirahat akan membuatnya lebih baik." Dokter Katryn berjalan menuju ke meja tempat tas dokternya berada. Dia memasukkan peralatan kedokterannya ke dalam tas sebelum menutupnya rapat-rapat.
"Aku akan membuatkan resep." Ujar dokter Katryn, meraih memo kecil dan pulpen dari saku jas putihnya.
Harry beralih duduk di sisi ranjang. Gemma duduk di sisi ranjang yang lain. Keduanya menatap Taylor cemas.
"Aku tak pernah melihat Taylor selemas ini. Dia selalu terlihat baik-baik saja," ujar Harry. Tangannya bergerak, mengelus lembut puncak kepala Taylor. Gemma menundukkan kepala. Sejujurnya, ini juga kali pertama Gemma melihat Taylor seperti ini.
Tanpa mengalihkan perhatiannya dari Taylor, Harry berkata, "Selagi ada dokter Katryn di sini, kau juga harus diperiksa, Gem. Supaya semuanya jelas." Gemma tersentak mendengar ucapan adiknya tersebut. Terdengar sangat dingin dan Gemma paham, Harry pasti sangat kecewa dengannya.
Gemma mengangguk sebelum berjalan mendekati dokter Katryn yang masih menulis memo. Gemma berbisik kepada dokter Katryn. Dokter Katryn mengangguk dan keduanya melangkah ke luar dari kamar Harry dan Taylor.
Tak lama setelah Gemma dan dokter Katryn ke luar dari ruangan, kelopak mata Taylor terbuka. Harry tersenyum tipis. Tangannya tak beranjak sedikitpun dari puncak kepala Taylor.
"Har..ry?"
"Jangan banyak bergerak atau bicara. Sepertinya kau benar-benar butuh istirahat." Perintah Harry lembut. Taylor hanya diam. Wajahnya memang sangat pucat, tidak seperti biasanya. Harry bergerak, duduk di samping Taylor. Harry menarik Taylor agar mendekat ke arahnya. "Apa yang kau rasakan?" tanya Harry, lembut.
"Kepalaku..."
Belum sempat Taylor melanjutkan ucapannya, pintu kembali terbuka. Gemma dan dokter Katryn memasuki ruangan. Gemma hanya menundukkan kepala dan seperti tidak mau menatap siapapun yang ada di ruangan itu, sementara dokter Katryn memasang senyuman lebar.
"Aku tak menyangka, aku akan dapat melihat dua anggota baru keluarga Styles dalam waktu beberapa bulan lagi."
Harry dan Taylor membulatkan mata mendengar ucapan dokter Katryn. "Apa maksudmu?" tanya Harry, tak mengerti.
"Harry, selamat. Kau akan mendapatkan keponakan dan juga seorang anak dalam waktu yang berdekatan karena kakak dan juga istrimu sama-sama tengah mengandung tiga minggu."
Harry tak tahu apakah dia harus senang ataupun kecewa mendengar berita tersebut.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top