#11 : Tell Me
“Kau baik-baik saja?”
Harry yang tampak sudah sangat rapih dengan kemeja dan jasnya menatap ke arah Taylor yang berbaring di ranjang, dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Taylor tersenyum dan menganggukkan kepala. Harry berjalan mendekat dan duduk di tepi ranjang di dekat Taylor. Tangan Harry bergerak, mengelus lembut puncak kepala Taylor.
“Sepertinya kita tak melakukan banyak hal semalam tapi, kau sudah lemas seperti ini.” sindir Harry. Taylor memutar bola matanya sebelum menonjok pelan lengan Harry. “Kau mengejekku karena ini adalah kali pertamaku?”
Harry terkekeh. “Kau sangat menakjubkan, Babe. Kau yang terbaik, yang pernah aku...rasakan?” Harry mengangkat satu alisnya bingung dengan apa yang dia katakan. Taylor kembali menonjok lengan pemuda itu. “Sudah, sana berangkat! Kau harus mencari sarapan di luar sana karena aku tak memasak pagi ini.”
Harry mengangguk dan kembali terkekeh. “Kuharap kau tak takut melakukan hal seperti itu lagi.”
Taylor mendengus. “Aku sama sekali tak takut! Semalam adalah...salah satu kejadian paling menakjubkan dalam hidupku. Hanya saja...kau tahu sendiri aku...aku masih...” Pipi Taylor merona dan dia tak melanjutkan ucapannya tersebut. Harry tersenyum dan bergerak mengecup kening Taylor, cukup lama sebelum menjauhkan diri dari Taylor.
“Aku mencintaimu. Jaga dirimu baik-baik di sini. Jika ada sesuatu yang aneh, segera hubungi aku, okay?” ujar Harry. Taylor mengangguk.
“Baiklah. Aku berangkat. Sampai bertemu nanti, Babe.” Harry beranjak meninggalkan kamarnya dan Taylor.
*****
Sepertinya semua karyawan Styles Enterprise menyadari keanehan pada sosok pemimpin yang baru saja memasuki kantor. Biasanya, Harry sangat jarang membalas sapaan para karyawan yang berpapasan dengannya. Tapi, hari ini, hampir semua karyawan yang menyapanya, di balas oleh Harry dengan sapaan pula walaupun, ada beberapa karyawan yang hanya dapat senyuman dari Harry. Tapi, siapa yang tidak pangling melihat senyuman dari seorang Harry Styles? Semua karyawati di sini pastilah membeku kagum melihat senyuman itu.
“Selamat pagi,”
Emily yang tampak sudah mulai bekerja terkejut saat mendapati sapaan tersebut. Harry baru saja melangkah memasuki ruangannya, dengan raut sangat ceria. Emily mengernyit. Kemarin, dia terlihat sangat buruk dan sekarang, dia terlihat sangat baik. Bagaimana bisa secepat itu dia berubah?
“Ehm, selamat pagi,” Emily menyapa ragu saat Harry sudah duduk di kursinya. Harry tersenyum kepada Emily sebelum mulai bekerja. Emily hanya tercengang. Harry terlihat sangat ceria hari ini. Apa dia dan Taylor sudah berbaikan? Secepat itu?
“Jangan menatapku seperti itu, Em.”
Emily tersentak saat suara Harry itu terdengar. Emily nyengir kuda. Tertangkap basah tengah memperhatikan pria itu memang sangat memalukan. “Maaf, maaf. Aku hanya merasa terkejut dengan perubahan sikapmu.”
Harry tersenyum. “Tentang masalah kemarin, aku sudah menyelesaikan dan Taylor mau mendengarkan dengan sangat baik. Jadi, tenang saja. Aku dan Taylor baik-baik saja.” Emily balas tersenyum tipis. “Aku senang kalian baik-baik saja. Kuharap, Taylor tak membenciku karena ucapan kemarin.”
Harry menggeleng. “Kau tahu? Salah satu hal yang membuatku jatuh cinta padanya adalah caranya menyikapi masalah dengan dingin kepala. Dia tak marah padamu. Justru, dia berterima kasih karena kau memberitahu salah satu keburukanku, yang belum pernah aku beritahu kepadanya.”
Emily menundukkan kepala. “Maaf.”
“Sudahlah, Em. Aku tak mau membahas soal kemarin lagi. Anggap saja kemarin tak terjadi apapun. Bersikaplah normal. Tak usah merasa bersalah begitu,” ujar Harry. Emily mengangguk.
*****
Taylor pergi ke minimarket yang berada tak jauh dari rumahnya. Beberapa persediaan makanan di rumah habis dan otomatis, Taylor harus membelinya. Untuk pergi ke minimarket, Taylor tak meminta izin kepada Harry. Rasanya konyol jika harus terus menerus memberi laporan kepada Harry, ke mana Taylor akan pergi. Lagipula, jarak rumah dan minimarket dekat.
“Hei,”
Taylor yang tengah memilih buah-buahan menoleh saat mendengar suara tersebut. Taylor membulatkan mata mendapati seseorang pria bertubuh tegap nan tinggi berdiri dekat dengannya. Sejak kapan dia ada di sini? Pertanyaan itu muncul dalam pikiran Taylor.
“Hei, Adam?” Sapaan balik Taylor terdengar seperti pertanyaan. Adam terkekeh. “Jangan terkejut begitu. Kebetulan aku lewat daerah sini dan merasa haus jadi, aku memutuskan untuk berhenti di minimarket ini untuk membeli minuman,” Adam menunjukkan dua botol minuman yang ada di tangannya.
“Kupikir, kau ada di Chesire.” Taylor merubah posisi berdirinya, menghadap Adam. Taylor merasa sangat pendek saat berada di dekat pria itu. Saat berada di dekat Harry, Taylor selalu merasa dia dan Harry sejajar dan menurut Taylor, Harry termasuk pria yang tinggi.
Adam menghela nafas perlahan. “Aku baru tiba di London semalam. Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan.” Jelas Adam. Taylor mengangkat satu alisnya. “Pekerjaan apa?” tanya Taylor, penasaran. Adam tersenyum tipis dan menggeleng. “Rahasia.”
Taylor mengerucutkan bibir dan mulai kembali memilah-milih buah-buahan di sana. Tatapan tajam Adam sepertinya tak kunjung lepas dari sosok wanita yang sudah resmi menjadi pasangan hidup saudara sepupunya itu.
“Harry tak menemanimu belanja?” tanya Adam tiba-tiba. Taylor terkekeh. “Apa kau tahu hari apa dan pukul berapa sekarang? Tentu saja Harry berada di kantornya.” Jawab Taylor. Adam mengangguk mengerti.
“Lalu, kau sendirian ke sini?” tanya Adam lagi. Taylor mengangguk. “Ya, tentu saja. Lagipula, rumahku dan Harry tak jauh dari sini. Jika kau mau, kau bisa berkunjung. Bukankah kau tak pernah berkunjung ke rumah kami?” Taylor mengundang dengan wajah cerianya. Adam tersenyum tipis dan menggeleng. “Tidak, terima kasih. Harry tak akan suka melihatku di sana.”
Taylor diam sejenak. Sepertinya memang benar. Sewaktu di Chesire, Harry bertingkah sangat dingin kepada Adam padahal, Adam bersikap normal kepadanya. Seperti ada sesuatu yang buruk yang pernah terjadi di antara mereka.
“Aku tak tahu apa yang terjadi denganmu dan Harry. Tapi, bukankah dulu kalian sangat dekat? Melihat sangat banyak foto kau, Harry dan Emily.” Ujar Taylor. Adam masih memasang senyuman tipis sebelum menjawab, “Ya, begitulah. Dulu dan sekarang memang sangat berbeda. Semuanya sudah berubah.”
Taylor sangat menyayangkan perubahan itu.
*****
Taylor sesekali melirik ke arah Harry yang tampak melahap makan malamnya dengan lahap. Harry baru pulang dari kantor beberapa puluh menit yang lalu. Sebelum makan, Taylor sudah memerintahkan Harry untuk mandi dan mengganti pakaiannya.
“Seperti biasanya, masakan buatanmu adalah masakan terenak yang penah kumakan,” Harry berkomentar di sela-sela makannya. Taylor terkekeh. “Terima kasih atas pujianmu, Mr. Styles walaupun, aku tak tahu apakah itu tulus atau tidak, mengingat memang tak ada pilihan makan lain yang bisa kau makan selain masakanku tiap harinya.”
“Tidak seperti itu. Masakan buatanmu selamanya akan menjadi masakan nomor satu yang aku makan.” Harry berujar sungguh-sungguh. Taylor mengangkat satu alisnya. “Bagaimana dengan masakan Mom Anne? Grandma? Kau tidak suka masakan mereka?”
Harry terkekeh sebelum menggelengkan kepala. “Kau bercanda? Hampir seluruh gadis di keluarga Styles tidak bisa memasak. Semuanya sudah biasa hidup mewah, menerima hasil tanpa perlu melakukan proses. Walaupun, sepertinya Gemma tengah mati-matian merubah cara pandang tersebut.”
Taylor terkikik geli. “Kau tahu? Awalnya, aku pikir Gemma bukan salah satu dari keluargamu pasalnya, dia sangat berbeda.” Harry mengangguk setuju. “Aku juga berpikir demikian. Dia berbeda sejak lahir. Aku curiga dia bukan Styles.” Harry dan Taylor terkekeh bersamaan.
Kemudian, keheningan kembali datang di antara mereka. Taylor menarik nafas, sebelum mulai memberanikan diri berkata kepada Harry, “Aku bertemu Adam hari ini, di minimarket.”
Ucapan Taylor itu sukses membuat Harry menghentikan makan. Matanya menatap ke arah Taylor dengan tajam. “Apa? Kau bertemu dengannya?” Taylor menganggukkan kepala. “Ya. Kebetulan saja. Aku pergi ke minimarket membeli beberapa keperluan yang sudah habis dan aku bertemu dengannya yang tengah membeli minuman.” Mata Harry masih menatap tajam ke arah Taylor, seakan-akan ada sesuatu pada diri Taylor yang membuatnya marah.
Taylor menggigir bibir bawahnya mendapati tatapan tajam itu. “Err, kau...kau kenapa, sih? Kenapa menatapku seperti itu? Apa aku melakukan sebuah kesalahan?”
“Aku tak mau melihatmu bicara padanya lagi.”
Taylor mengangkat satu alisnya. “Apa maksudmu?”
“Aku tak mau melihatmu bicara pada Adam lagi. Jika kau melihatnya, segeralah menjauh. Jangan hampiri dia. Jangan bicara padanya. Jangan melakukan interaksi apapun dengannya.” Harry menekankan tiap katanya. Taylor mengernyit. “Aku tak mengerti. Apa yang terjadi padamu dan Adam tapi, menurutku, dia bukan pria yang jahat.”
“Tay, aku mohon, jangan dekat-dekat dengannya.” Tatapan Harry melunak. Taylor menyatukan alis. “Kalau kau ingin aku menjauhinya, beri aku alasan, kenapa aku harus menjauhinya.” Pinta Taylor, tegas.
Harry menarik nafas dan menghelanya perlahan. “Karena kau mencintaiku dan aku mencintaimu. Apa itu belum cukup?”
Taylor menatap Harry heran. Taylor menarik nafas sebelum bangkit dari kursinya. Sebelum berbalik dan menjauhi ruang makan, Taylor sempat berkata, “Kau pikir, jawaban seperti itu menjelaskan segalanya? Kupikir, tak ada lagi rahasia di antara kita.”
Harry menatap punggung Taylor yang menjauh dengan tatapan yang sulit dijelaskan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top