34. Pencarian

Bad Boy KHS

Shion kini hanya bisa terduduk, berharap Gaara akan baik-baik saja. Shion diperintahkan oleh Queen untuk ikut dengannya bersama dengan Gaara, tentunya dia ikut--walaupun dengan keterpaksaan. Dia tak mau Gaara sendirian menghadapi orang seperti Queen.

Tetapi entah kenapa dia dipisahkan dengan Gaara hingga membuatnya kesulitan untuk menemui Gaara. Shion menghela napasnya.

Semua ini salahnya, kalau saja dari awal dia tidak terobsesi dengan Naruto, mungkin dia tidak akan setuju untuk mengikuti perintah Mei. Seharusnya dia bisa mengeluarkan Gaara dari kukungan Mei, Gaara harus tahu tentang keluarganya.

"Shion?" Shion terperanjat kaget saat Itachi menepuk bahunya. Shion mengalihkan pandangannya kearah kaca mobil yang memperlihatkan kemacetan di kota besar ini.

"Maaf tadi aku sedikit membentakmu," Shion tudak merespon apapun, pikirannya masih tertuju pada Gaara.

"Bisa kau ceritakan, sebenarnya apa yang terjadi? Aku belum terlalu paham, kau menjelaskannya saat panik tadi."

"Ini semua salahku,"

"Ha?"

"Ini semua salahku, pertama, aku terlalu terobsesi pada Naruto hingga membuat Gaara terlupakan. Kedua, Queen membawa Gaara untuk ikut bersamanya, itu juga salahku, seharusnya aku tidak perlu datang ke sekolah dan langsung ikut dengan Queen, jadi Gaara bisa terselamatkan. Ketiga, aku--ah bukan! Tapi Queen melibatkan orang yang tidak bersalah dalam urusannya,"

Itachi terus saja menyimak, mendengarkan setiap ucapan Shion sebari menunggu kemacetan.

"Dan yang terakhir..." Shion menjeda ucapannya, mengalihkan pandangannya kearah kemacetan jalan raya. Agar air matanya tidak dapat dilihat oleh Itachi.

"Dendam Queen tidak akan bisa padam dengan air biasa."

***

Mei Terumi berjalan dengan tersenyum menuju ruangan kepala sekolah, beberapa siswa menyapanya dan dibalas dengan senyum hangatnya.

Tapi langkahnya terhenti saat melihat Sara berdiri didekat pintu kelasnya. Tangannya terlipat didepan dada begitu melihat Mei, Mei hanya tersenyum melihatnya.

"Beraninya bocah itu menatapku," batin Mei.

"Mei-sensei!" Mei langsung berbalik dan mendapati Kakashi-sensei melambaikan tangannya.

Kakashi pun berjalan--sedikit berlari--menuju Mei. "Konichiwa Mei-sensei" sapanya ramah

"Konichiwa mou Kakashi-sensei, mau keruang kepala sekolah juga?" Tanya Mei. Kakashi pun mengangguk lalu menghela napasnya.

"Aku ingin melaporkan kelakuan anak-anak bengal itu, ditambah sekarang Hinata, Sakura, Ino dan Temari juga bolos sekolah! Semenjak mereka dekat dengan anak-anak bengal itu, mereka jadi ikut sedikit nakal. Hufft lelah rasanya menjadi wali kelas mereka" Keluh Kakashi.

Mei hanya terkekeh pelan, "Itu wajar Kakashi-sensei, mereka masih remaja, mereka masih bocah yang hanya tahu bermain tanpa menyadari bahwa mereka bermain dengan orang yang salah" ucap Mei.

Kakashi mengangkat sebelah alisnya, dia bingung dengan maksud Mei. "Apa maksudmu?"

Mei tersenyum lalu menggelengkan kepalanya, "Sudahlah, ayo kita ke ruangan kepala sekolah"

***

"Permisi, Tsunade-sama" ucap Mei sebari membuka perlahan pintu ruang kepala sekolah.

Tsunade yang sedang sibuk dengan tumpukkan-tumpukkan kertas dengan kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya, langsung mendongakkan kepalanya guna melihat siapa yang datang keruangannya.

"Oh, ternyata kalian, masuk dan duduklah. Tumben sekali kalian berdua keruanganku secara bersamaan seperti ini, ada apa?"

Mei dan Kakashi segera duduk di sofa, Mei menggaruk tekuknya perlahan.

"Ada apa? Tumben sekali kalian datang keruanganku secara bersamaan seperti ini."

Mei menggaruk pelan belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. "Maaf jika saya lancang sebelumnya, Tsunade-sama. Apa boleh saya meminta cuti untuk 8 hari kedepan?"

Tsunade menaikkan sebelah alisnya, "Kenapa?"

"Saya ingin mengunjungi saudara saya di Kirigakure, dia sedang sakit, orangtuanya pun tidak bisa mengunjunginya, jadi saya yang harus menjaganya. Apa bisa saya meminta cuti untuk 8 hari saja?" Mohon Mei dengan wajah yang dibuat sedih.

"Mulai kapan kau ingin cuti?" Tanya Tsunade

"Mungkin besok, tapi itu tergantung Tsunade-sama, jika Tsunade-sama mengijinkan saya cuti maka malam ini saya akan berangkat."

Tsunade tampak berpikir sebentar, lalu dia berjalan menuju laci meja kerjanya, ia mengeluarkan selembar kertas dan menulis sesuatu disana.

"Ini, ambilah!" Kata Tsunade lalu memberikan kertas itu pada Mei.

"Apa ini Tsunade-sama?"

"Surat izin mu, sudah kutanda tangani, hanya 8 hari 'kan?" Mei menatap binar kertaz itu lalu mengangguk meng-iya-kan ucapan sang Kepala Sekolah itu.

Mei segera berdiri lalu membungkuk berkali-kali dihadapan Tsunade sebari mengucapkan terimakasihnya. Tsunade hanya tersenyum sebagai jawabannya dan menyuruhnya pergi dari ruangannya.

"Sekali lagi terimakasih Tsunade-sama!" Kata Mei.

"Ah iya!" Seru Tsunade. Mei yang tadinya akan keluar tiba-tiba menoleh mendengar seruan Tsunade.

"Mei Terumi-san, hati-hati disana, jangan melakukan hal bodoh yang bisa membuatmu kesulitan." Ucap Tsunade dengan senyum yang..... entahlah apa artinya. Tapi Mei tidak peduli dan dia hanya tersenyum mengangguk dan pergi.

"Ide mu sangat luar biasa, Kakashi-san." Ucap Tsunade yang kembali duduk di shofa panjang miliknya.

"Itu tidak seberapa Tsunade-sama"

"Ya, yang jelas bocah-bocah itu harus membayar lebih padaku" Ucap Tsunade dengan senyum miring yang terpampang diwajah cantiknya.

***

Setelah kejadian Hanabi yang diculik, Hinata dan Shikamaru sibuk mengutak-atik komputer mereka. Berharap mereka bisa melacak keberadaan Hanabi.

"Apa kau tidak memasangkan pelacak keamanan pada Hanabi, Hinata?" Tanya Shikamaru tanpa mengalihkan pandangannua dari layar komputer.

"Sialnya, tidak. Ini semua tidak ada dalam perkiraanku. Si sialan Queen itu benar-benar mengujiku. Hari ini juga aku akan membunuhnya!" Seru Hinata. Tangannya terus bergerak lincah diatas keyboard dengan mata yang tak lepas dari layar itu.

Shikamaru menghela napas pelan, "Jangan menggampangkan seperti itu, Hinata. Setidaknya jika kau ingin bertindak gegabah seperti itu, kau harus pikirkan apa yang akan terjadi nanti. Bukan karena kau sedang marah seperti ini kau jadi kalap dan gegab---"

BRAK

Hinata membanting keyboardnya kearah komputer. Shikamaru terkejut atas apa yang dilakukan Hinata. Keyboard itu hancur terbelah dua dan layar komputernya pun ikut retak--pecah.

"Ada apa ini?" Naruto segera datang tergesa-gesa saat mendengar suara lemparan dari Hinata.

Napas Hinata terengah-engah. Dia menatap sinis Naruto dan Shikamaru yang verada tepat dibelakangnya.

Tanpa banyak bicara, Hinata pergi keluar dan menyambar topi, jaket, dan kunci mobil--yang entah milik siapa. Dia tidak peduli, kini pikirannya berkecamuk.

Ini sangat licik, bahkan Queen terlalu pengecut untuk sekedar penjahat. Pengecut lemah dan bodoh yang hanya berani bermain dengan anak-anak sepertinya. Dan kini dia berusaha menculik bayi kecil yang lemah dan tak tahu apa-apa?!

Rasanya kali ini Hinata tidak akan berleha-leha menghadapi orang sejenis Queen. Dia tidak akan main-main sekarang.

Hinata pergi keluar dari rumah membawa mobil diatas kecepatan rata-rata, dia tidak peduli dengan apa yang ada dihadapannya, bahkan pagar Mansion rumahnya pun ia tabrak sampai lepas bautnya.

"HINATA! HOI HINATA!!" Dan Hinata juga menghiraukan panggilan Naruto daritadi.

"Hei baka! Ayo kejar dia!" Teriak Shikamaru sebari mengambil mobilnya dibagasi, Naruto hanya mengangguk lalu mengikut mobil Shikamaru.

Setelah didaam perjalanan, "Mau kemana dia?! Dasar ceroboh!" Rutuk Shikmaru.

"Aku yakin dia mencari lokasi Queen." Shikamaru berdecak pelan, "Apa kau terhubung dengannya?"

Naruto mengangguk, "Ya, riwayat peretasan yang Hinata lakukan pada akun Queen masih terhubung dengan baik pada jaringanku, mungkin itu bisa dipakai. Tapi aku 'kan tidak membawa laptop atau pun notebook."

Shikamaru mengangguk lalu memutar arah mobilnya untuk pulang, Naruto mengernyit bingung saat Shikamaru malah berbalik arah.

"Kenapa kita putar arah, bodoh! Kita harus kejar Hinata!"

"Tenang saja, Uzumaki-san. Aku bisa atasi ini."

***

Ino sekarang sedang dikamarnya. Dia sibuk mengobrak-abrik isi lemarinya.

Oh iya, sekarang dia berada dikamar sungguhan miliknya. Tadi tanpa pamit atau pun izin, Ino pulang kerumahnya untuk mencari barang yang selama ini dijadikan alat jitunya untuk melakukan hack permanen akun-akun. Alatnya begitu kecil, maka dari itu Ino kesusahan mencarinya.

"Dimana alat itu?!"

"Ino-chan? Ada apa, nak? Kenapa kamarmu berantakan sekali?" Tiba-tiba saja ibunya datang. Ino menoleh kearah ibunya lalu tersenyum--lebih tepatnya meringis.

"E-etto... Apa Kaa-san lihat gantungan putih yang ada di laci meja belajarku? Aku sangat membutuhkan itu Kaa-san." Ucap Ino sebari memelaskan wajahnya, berharap Kaa-sannya yang menyimpan barang itu.

Kaa-sannya terdiam sebentar lalu berpikir. Rasanya dia tahu barang yang dimaksud oleh putrinya ini. "Oh Kaa-san tahu!"

Mata Ino langsung berbinar. "Dimana barang itu, Kaa-san?"

"Bukankah kamu yang menggantungkan gantungan itu dikunci mobil barumu? Seingat Kaa-san sih seperti itu."

Astaga! Benar!

Gantungan itu ada di kunci mobilnya, dan sekarang ada ditangan Sai!

"ARIGATOU KAA-SAN! INO PERGI DULU, BYE!"

"YAK! INO-CHAN! MAU KEMANA?!"

Ino tidak menghiraukan teriakan Kaa-sannya, dengan segera dia memberhentikan taksi lalu pergi kerumah Sai lagi.

"Kau mati sekarang, Queen."

***

S

ara menatap tidak minat saat matanya bertemu dengan Mei dikoridor.

"Aku tahu kau selama ini memperhatikanku juga, Queen. Aku tidak bodoh untuk hal itu." Mei terkekeh pelan lalu mengusap pelan kepala Sara.

"Kau tidak boleh begitu pada Kaa-chan mu, Oke? Kau harus menjadi gadis penurut untukku dan... Shion mungkin?"

"Jangan menyebut nama itu! Aku bukan kacungnya! Lagi pula, kenapa kau masih saja berurusan dengan semua ini sih? Aku lelah berpura-pura terus-menerus!" Mei lagi-lagi terkekeh melihat putri angkatnya mengeluh.

"Kau sepertiku saat dulu, Sara-chan. Tapi, kau jangan lupakan tugasmu, setelah tugasmu selesai semua maka setelah ini kita pindah ke Las Vegas lalu ikut dengan Orochimaru-sama menjadi mafia disana. Itu cita-citamu bukan?" Tanya Mei dengan tersenyum lembut.

"Tentu saja, Kaa-san! Kalau begitu, kita selesaikan semua ini secepatnya!" Seru Sara.

"Kalau begitu, ambil izin nanti lalu kau pergi ketempat itu, dan buat eksekusi kesukaanku. Mengerti, sayang?"

"HA'I KAA-SAMA!"

Mei tersenyum kecil lalu pergi menuju ruangan kelas 12, hari ini dia ada kelas sebelum dia pergi ketujuan aslinya.

"Tidak salah aku memungutnya, sesuai ekspetasi, Sara memang psikopat. Aku suka itu, hihihi"

Tbc.

Heyow gaes~
Udahlama gue gak update nich.

Maaf ya phpin kalian terus, aku itu sebenernya mau update, apalah dayaku do RL sibuk banget.

Sibuk apaan sih gue? Ya gue sibuk sama tugas, terus setiap ada waktu pasti malah lupa mau ngetik, alhasil ya terbengkalai lah lapak ini.

Padahal ya akutu iri banget sama temen-temen aku yang sesama penulis disini. Mereka itu dalam satu-tahun atau beberapa bulan, cerita mereka udah beres. Lah gue?

Ini udah DUA TAUN KAGAK KELAR KELAR WOI

Sedih dedeq:(

Bdwai, MON MAAP ITU YANG AKU PHPIN UPDATE JAM 00.00, DUE KETIDURAN ANJAY. MON MAAP YA MINNA-SAN

Pokoknya gue bakal usahain semuanya cepet update. Biar utang berkurang, woke gaez?

Kalau gitu jan lupa VOTE, dan COMMENT, cerita gue ini ya gaes!

Luv you 💋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top