8. Vox Populi, Vox Dei

Tiga belas hari setelah Pengadil Bidat memasuki Tanah Singasari, suara rakyat adalah suara Tuhan. Pada hari ketiga belas, tiga belas pejabat tinggi Biro Bawah Tanah berbaris dengan tangan dan kepala terbelenggu pasung kayu. Mereka di arak menuju Alun-Alun Kota Tanah Singasari.

Ketiga belas pendosa di jejer di tengah lautan masyarakat. Langit Tanah Singasari cerah tanpa ada awan, cahaya surya terang benderang. Kepala mereka ditundukkan dengan kedua tangan terpasung di kedua sisinya. Tubuh mereka dibungkukkan hingga seperti orang melakukan rukuk.

Islam, Kristen, Hindu, Buddha, bahkan Atheis, mengutuk ke-tiga-belas pejabat tinggi Biro Bawah Tanah.

"Lihatlah! Lihatlah mereka yang telah menodai cahaya Tuhan!" seorang Pengadil Bidat maju sembari membacakan vonis 'para pendosa'.

"Dasar tukang sihir! Terkutuklah kalian semua!" teriak salah seorang warga.

"Ibu dan adikku dibantai oleh mereka di Tanah Tak Bertuan! Terkutuklah kalian!" teriak warga yang lain. Seorang perantau dari Tanah Tak Bertuan.

Barisan polisi hanya berjaga di pinggir lautan manusia. Mereka menikmati tontonan penghakiman rakyat di depannya.

Salah satu polisi itu berbisik, "Sokor, rasakno. Wong kuwi tukang santet ndek desoku!"

Kemudian, amarah rakyat pun terdiam, ketika pimpinan dari Pengadil Bidat mengambil alih 'panggung'. Ia mulai memberi pidato singkat.

"Mereka adalah pendosa ... yang bekerja sama dengan iblis berkedok Astral. Di balik penguasa, mereka melakukan cara kotor. Saya ... warga Tanah Tak Bertuan, melihat sendiri mereka merampas seluruh hak hidup kami. Mereka menjajah negeri mereka sendiri! Kini ... saya akan serahkan ... palu penghakiman pada rakyat."

Sorak sorai warga pun menggema ke seluruh penjuru alun-alun. Mereka melempari ketiga belas pendosa itu dengan batu hingga mereka mampus. Cacian, makian, kutukan, dan penghakiman mengendalikan ribuan massa di Alun Alun Tanah Singasari. Ketika ketiga belas pendosa itu telah menyerah dengan hidup, sebuah jentikan jari mengakhiri semuanya.

Ketiga belas jasad pendosa itu pun terbakar seketika, tanpa sisa. Tanpa ada abu, tanpa ada arang. Jasad hilang, jiwa pun juga hilang. Suara rakyat, ialah suara Tuhan.

Aku melihat itu dari bayang-bayang amarah warga. Tidak pernah kusangka, bahwa hari itu adalah awal mula Perang Dingin Astral tercipta.

---- CATATAN DARI TEMBOK KEEMPAT ----

Challenge kali ini adalah membuat fiksi-mini 500 kata / kurang dengan sebuah gambar yang terandomisasi di situs randomwordgenerator.com. Aku dapat gambar ini :


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top