7. Cinta adalah Perang
Aku berada di ruang senyap sendirian. Hujan yang turun membuat diriku sedikit letih dengan hari ini. Mbah Mualim terus mendapatkan permintaan dari warga sekitar setiap harinya. Entah mengapa, yang kulakukan kini adalah salah satu sarana untuk membuatku tetap waras.
Aku melepas sebuah kalung yang selama ini kukenakan. Sebuah kalung dengan mata batu kristal berwarna zamrud. Kugenggam kalung itu, kemudian aku bertepuk tangan sebanyak tiga kali sembari mengucap sebuah mantra. Kupejamkan mataku.
"Dunia, bantulah aku untuk menggapaimu."
Aku membuka mataku dan di depanku sudah muncul sosok gadis yang sangat kukenal.
"Bagaimana harimu, Araya?" sapanya.
Aku menghela napas, seraya berujar, "Capek sekali hari ini ...."
Aku dan sosok gadis itu mengambil duduk senyaman mungkin. Di hari yang muram karena hujan ini pun, aku dan sosok itu bertukar kisah. Kadangkala, kami berdua saling bersapa saja, menanyakan kabar dan keadaan.
"Kudengar kau kini bergabung dengan Kajineman Watugong, benarkah itu?" tanya gadis itu.
Aku mengangguk. "Yah, sudah pernah kuceritakan padamu bukan? Perang Dingin Astral semakin hari semakin menambah banyak masalah. Ada warga lokal yang harus dibantu, diselamatkan, atau bahkan dilindungi."
Gadis itu tersenyum sembari menatapku.
"Sudah kuduga kau akan melakukannya, sama seperti kau membela tanah kelahiranmu dulu."
Aku menghela napas. Sejenak aku mengangkat kembali sejarah kelam tentang kampung halamanku. "Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan. Ketika kampung halamanku mendapat persekusi dari para pejabat Biro yang korup, aku melakukan apa pun yang kubisa."
"Bergabung dengan Himaroki, kemudian Pengadil Bidat. Aku tahu bahwa kecintaanmu akan kampung halamanmu membuktikan bahwa cinta adalah perang ...."
Entah mengapa mendadak aku tergiang-ngiang sebuah lagu. Sebuah lagu favorit sosok gadis itu. Hal itu jadi bikin aku berpikir untuk melakukan sedikit kejahilan.
"Cinta adalah perang, huh? Bukannya itu kamu?"
"E-eh?" Sosok Gadis itu terkejut dengan pertanyaanku. Aku pun langsung bernyanyi beberapa baris lirik dalam bahasa Jepang dengan nada yang naudzubillah falsetto.
Aku tak sudi dengan akhir cerita indah
Seperti di film-film kuno
Tapi aku juga tak menyangkal kebohongan
Maka teruslah merangkulku dengan cinta
Sampai diriku benar-benar hancur
Sosok gadis itu menutup kuping, wajahnya yang pucat pasi terlihat merona. "Tidaaak ... jangan nyanyi itu lagi!"
"Hayo ... siapa juga yang mati-matian mengejar cinta. Terlebih lagi, dengan seorang mahasiswa biasa sepertiku. Sepertinya lirik lagu itu makin lama makin mengisyaratkan bahwa hal itu adalah benar." Aku menggodanya, membuatnya jengkel.
"Araya!" sungut gadis itu. Aku suka ketika ia menggembungkan pipinya.
"Lalu ... kenapa kau tergila-gila padaku?"
"A-aku tidak tergila-gila padamu!"
"Hoo ... kau masih menyangkalnya padahal kamu sendiri yang duluan nembak."
Namun, aku langsung mengingat bait lain dari lagu itu. Membuatku tersadar bahwa apa yang kini kulakukan telah membuatku tercebur dalam 'permainan berbahaya' yang dinamakan cinta.
Bersembunyi di balik keindahan
Aku tenggelam dalam permainan berbahaya ini
Oleh tatapan yang sama sekali tak sekadar polos itu
Aku melayang dalam kontempelasi. Cinta adalah perang. Arti itu ... kiranya membuatku memaknai, bahwa cinta bisa saja menyembuhkan, bisa pula menyakiti. Cinta bisa saja mendamaikan, bisa saja menyulut perang.
Sebuah risiko akan konsep cinta.
Ah, aku baru sadar.
Dia mati-matian mau bikin diriku nembak dia duluan, entah kenapa malah dia yang akhirnya mengungkapkannya duluan. Cinta adalah perang memang benar adanya. Mungkin saja konsep itu dipakai untuk menyebut bahwa ... cinta itu pertandingan pertahanan gengsi.
----------------------------------------------- CATATAN DARI TEMBOK KEEMPAT -------------------------------
Kalau kalian bertanya kenapa ceritanya tiba-tiba nggladrah nggak keruan menunya. Challenge DWM hari ini adalah membuat songfic dari lagu yang terakhir diputar dan lagu yang kudapat adalah lagunya Masayuki Suzuki yang berjudul Love Dramatic (Sangat tidak beruntung sekali, saudara-saudara). Kalau kalian wibu—menunjuk keras—mungkin kalian tahu. Yak, lagu openingnya Kaguya-sama wa Kokurasetai: Tensai-tachi no Renai Zunousen.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top