25. Anomali Arjuno
Aku rasa, aku sudah gila di tempat itu.
Aku telah melihat semuanya. Sepanjang perjalanan, aku bersama rombongan Pengadil Bidat telah melihat berbagai hal yang tidak dapat dimasukkan ke dalam rasionalitas manusia. Pun, apa yang kami lihat mungkin saja lebih dari sekadar irasionalitas Astral.
Setelah setengah jam kami berjalan, hujan pun turun. Ketika kami sampai di pos pendakian kedua, kami melihat sesuatu yang perlahan merusak syaraf kewarasan kami. Kami melihat tubuh-tubuh manusia yang berbaris dengan jarak satu meter. Perempuan atau laki-laki, tua dan muda. Seluruh manusia itu saling menangkupkan kedua telapak tangan mereka membentuk seperti gestur memohon. Kepala mereka menengadah ke atas, mulut mereka menganga lebar, dan mata mereka melotot. Dari dalam mulut mereka, tumbuh seperti batang pohon yang menjulang ke atas. Pohon-pohon tersebut berbuah benda-benda buatan manusia. Ada jam tangan, pensil, buku, sepatu, sandal, hingga peluru senjata api. Kaki-kaki manusia itu pun seperti terkubur menyatu dan mengakar dalam tanah. Sekarang kami tahu, di mana keberadaan para pendaki yang dilaporkan hilang itu. Beberapa dari kami ada yang menunjuk-nunjuk barisan pohon manusia itu sambil menjerit-jerit ketakutan. Ada yang menangis sambil menjatuhkan dirinya, lalu berguling-guling di tanah seperti anak kecil. Ada yang terkena katatonik. Beberapa dari kami masih waras, tetapi ketakutan telah menyelimuti kami.
Walaupun bahaya mengintai kami setiap waktu, kami pun tetap melanjutkan perjalanan.
Setelah berjalan beberapa meter, akhirnya kami bertemu dengan barisan pepohonan, dengan daun yang berakar dan akar yang berdaun. Ya, aku tidak salah sebut. Setiap helai daun di pohon itu muncul akar yang mencuat keluar, sementara akar-akar dari pohon tersebut ada beberapa yang muncul ke tanah dan ditumbuhi dedaunan. Seseorang yang penasaran menginginkan untuk memetik salah satu helai daun itu, tetapi segera kucegah. Aku tidak ingin kebodohan satu manusia membuat kacau semuanya.
Kami pun menlanjutkan perjalanan.
Berjalan beberapa ratus meter kemudian, kami menemukan hamparan padang bunga yang berbentuk seperti kubus, bunganya berwarna separuh merah seperuh hijau dengan tangkai yang penuh seperti bulu hewan mamalia. Ketika kami mendekati hamparan padang bunga itu, tercium bau seperti campuran karat besi dan durian. Seorang anggota Pengadil Bidat yang tidak kuat pun akhirnya muntah. Namun, itu hanya awalnya saja. Pengadil Bidat yang malang itu pun terus-menerus memuntahkan isi perut hingga ia akhirnya muntah darah di muntahan kelima. Ia pun menjerit-jerit seperti orang gila. Rombongan yang tidak tahu harus bagaimana, pada akhirnya membius lelaki malang itu. Si lelaki kemudian digendong oleh rekannya.
Kami pun melanjutkan perjalanan.
Belum ada kami berjalan beberapa menit, tiba-tiba rombongan dikagetkan dengan salah satu anggota rombongan berteriak, lalu tertawa sendirian. Ia adalah si Pemegang Logistik. Ketika teman-temannya berusaha untuk menenangkannya, tiba-tiba saja ia terbaring ke tanah. Kemudian, ia menekuk tangan dan kakinya seperti kayang, kemudian ia mulai seperti berjalan merangkak dengan terbalik. Mulutnya menganga dan mengeluarkan asap berwarna hitam pekat. Dengan cepat, ia merangkak kayang keluar dari rombongan dan pergi ke dalam hutan.
Rombongan yang tersisa pun mulai dilanda kepanikan bertubi-tubi, dihujani ketakutan tiada henti, dan dibayang-bayangi ketidakpastian tanpa diberi jeda. Ada yang merengek minta pulang. Ada yang menjerit-jerit histeris. Ada yang mengalami fluktuasi perasaan dengan menangis dan tertawa secara episodik seperti orang kena gangguan bipolar. Aku sediri terasa lemas karena bertemu hal-hal yang memaksa otak kami untuk merasionalkan hal yang irasional secara terus-menerus.
Kami pun melanjutkan perjalanan.
Laporan yang diberikan oleh juru kunci Gunung Arjuno, telat aku terima. Dengan hal-hal genting yang terjadi di Tanah Singasari, hampir saja aku mengabaikan laporan dari sang juru kunci. Di salah satu laporannya, ia menyebutkan bahwa tiga pekan setelah geger gedhen terjadi, mulai muncul hal-hal aneh di sepanjang jalur pendakian Gunung Arjuno. Setelah itu, mulai banyak laporan pendaki hilang yang masuk di setiap basecamp pendakian. Mahasiswa, peneliti, tim pendaki gunung, anggota Pengadil Bidat, hingga beberapa opsir polisi dan satu peleton tentara latihan. Semua dilaporkan tidak pernah pulang ke rumah mereka. Mereka hilang. Karena semakin banyaknya laporan pendaki hilang, akhirnya seluruh jalur pendakian Gunung Arjuno ditutup. Tidak ada manusia yang boleh melakukan pendakian, sampai situasi bisa dianggap kondusif. 249 hari setelah laporan pertama diterima oleh Pengawas Perang, akhirnya aku dan tiga regu Pengadil Bidat dikirim untuk menginvestigasi anomali yang terjadi di Gunung Arjuno.
Setelah setengah jam kami berjalan, tiba-tiba saja kami mendapatkan 'penampakan' baru yang tidak masuk akal lainnya. Tiba-tiba saja, rombongan yang ada di depan berteriak, ketika kami melihat kawanan ubur-ubur—ya, ubur-ubur—seperti sedang migrasi. Aku dan rombongan pendaki langsung lari semburat menjauh dari kawanan ubur-ubur itu. Ubur-ubur itu memiliki badan yang bermacam-macam. Ada yang berbentuk seperti jam weker, ada yang berbentuk seperti kotak debrifilator, ada yang berbentuk seperti kubus menyerupai kotak penyimpanan peralatan, ada yang berbentuk seperti tabung transparan yang terdiri dari puluhan mekanisme roda gigi. Terserah kalau kalian pikir aku gila, tetapi aku melihatnya sendiri kawanan ubur-ubur itu melayang-layang di udara. Beberapa orang Pengadil Bidat yang tidak sempat melarikan diri pun dikerumuni oleh ubur-ubur itu. Lalu sulur-sulur mereka membelit setidaknya tiga orang yang gagal kabur. Teriakan pilu mulai terdengar dari orang-orang itu. Perlahan, kawanan ubur-ubur itu mengisap setiap sari pati tubuh mereka sampai pada akhirnya ketiga orang itu terdisintegrasi menjadi debu, beserta seluruh pakaian yang melekat pada tubuh mereka. Detik itu, aku rasa syaraf kewarasanku telah mati. Aku telah bertemu dengan alien sebelumnya, tetapi tidak pernah kulihat alien semengerikan itu.
Walau bahaya mengintai kami di setiap langkah, tidak ada kata mundur. Kami pun melanjutkan perjalanan.
Aku telah melihat semuanya. Segala hal yang tidak dapat dijelaskan oleh rasionalitas manusia. Konsep irasionalitas astral pun tidak berlaku di sana.
Aku rasa, aku sudah gila di tempat itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top