1. Kucing Berkepala Domba Pemberi Pertanda

Pagi ini, aku dibangunkan oleh seekor kucing berkepala domba dan bertanduk rusa. Kucing itu juga berekor tiga dengan ujungnya berkepala serigala.

Ya, kau tidak salah dengar dan aku tidak salah sebut. Kucing berkepala domba itu menjadi 'peliharaanku' setelah pada suatu malam, ia tiba-tiba saja menyambutku tepat di depan kamar kos. Yah, secara tidak langsung, ia 'mengabdikan diri' untuk menjadi peliharaanku. Walaupun terlihat seperti sambungan makhluk-makhluk termutilasi, hanya orang-orang tertentu yang dapat melihatnya.

Ya, makhluk itu adalah sesosok Astral.

Satu dari banyaknya 'konsep' irasional yang lahir di dunia ini. Sebuah abstrak yang termanifestasi menjadi sebuah konsep konkret. Sejak Tuhan memberikan sabda bahwa hantu hanyalah sebuah penipuan publik bernamakan Astral, sepertinya 'hantu' zaman modern semakin jauh lebih di luar nalar penampakannya. Salah satunya, kucing berkepala domba ini.

Aku sudah terbiasa bertemu dengan makhluk-makhluk 'aneh' semacam itu. Bahkan aku pernah bertemu dengan makhluk yang jauh lebih tidak masuk akal lagi dari sekadar ... kucing jadi-jadian yang pemalas.

Ya, meski terlihat dan terdengar menyeramkan, dia adalah makhluk pendiam yang tidak pernah usil. Tingkahnya seperti kucing gembul rumahan yang kerjaannya hanya tidur sepanjang hari. Beberapa orang percaya, 'kucing jadi-jadian'-begitu orang awam menyebutnya-tercipta dari 'arwah' kucing yang meninggal karena kekerasan dalam rumah manusia. Kalau memang benar, berarti kucing ini benar-benar malang nasibnya. Majikannya dulu pasti menyiksanya terus-terusan karena si kucing kerjanya hanya tidur dan nganggur saja.

Aku sendiri tidak terlalu menyeriusinya. Toh, dari dulu aku selalu ingin memelihara kucing. Hanya saja, selalu mendapatkan penolakkan dari Ibuku. Hingga pada suatu masa, jalan takdir membawaku dengan kucing ini. Selama dirinya tidak usil dengan menampakkan dirinya ke orang lain, ia akan kuanggap sebagai kucing rumahan pada umumnya. Kalau kautanya siapa namanya, aku selalu memanggilnya dengan nama Sentot.

Namanya adalah Sentot Anabrang. Nama yang sangat keren untuk makhluk astral pemalas yang kerjaannya tiduran sepanjang hari. Aku mencoba beberapa kali untuk memanggilnya dengan nama lain, tetapi ia akan langsung menamparku.

Satu-satunya yang membuat dirinya 'berguna', adalah ketika ia membangunkanku apabila aku masih tertidur. Ketika empat alarm bangun pagi beruntun yang kupasang gagal membangunkanku, Sentot-lah yang akan jadi alarm. Yah, biasanya Sentot akan menamparku, sampai aku melek dengan sempurna.

Seperti pagi ini, tamparannya benar-benar keras.

Untung saja aku sudah kebal dengan tamparan makhluk Astral. Jika saja dia menampar orang lain, mungkin pipi orang itu sudah bengkak seperti dihakimi masa. Namun, kalau dipikir-pikir lagi, aku baru ditampar Sentot sebagai 'makhluk Astral' saja. Semoga saja aku tidak ditampar makhluk Astral spesies lain suatu saat. Cukup Sentot-dan Ibu-yang berhak menamparku.

Aku membuka mata, seketika terbangun dari tidurku. Aku merasa bahwa alarm yang kupasang di ponselku belum bunyi. Aku pun memungut ponsel yang tergeletak di sampingku. Pukul empat pagi, tiga puluh menit sebelum alarm bangun tidur pertama berbunyi. Hanya ada satu hal yang membuat Sentot membangunkanku sebelum waktunya.

Tatkala aku membuka ponsel, rentetan pesan masuk langsung membuat ponselku melengking-lengking. Aku membuka satu per satu pesan itu, perlahan membaca dan meneroka setiap kata yang terlintas di depan mata.

Bangun, cuci muka, dan segera temui aku di depan Mekdi Watugong. Pengadil Bidat sebentar lagi masuk kota.

Ah ...

Araya! Langit barat laut terbelah malam ini! Kedua raja berebut tahta Tanah Singasari!

Ah, gawat.

Ara, kalau kamu baca pesan ini, segeralah untuk bangun dan bergegas ke Sekretariat. Aku tahu ini mendadak, tetapi situasi sudah berkembang dengan begitu liar. Aku mendapat laporan, belasan truk balen membawa orang-orang dari Tanah Tak Bertuan sudah melewati Pujon. Subuh nanti, mereka akan tiba di Tanah Singasari.

Ah, satu lagi, Araya. Aku harap kau menemani anak-anak magang untuk liputan. Aku khawatir ... akan terjadi pertikaian kolosal. Keselamatan mereka tetap nomor satu.

Gawat. Benar-benar gawat.

Sentot menggeram tanpa jelas, sesekali berguling-guling dengan cepat di lantai. Ekor-ekor berkepala serigala-nya mengibas-ngibas cepat. Tidak biasa Sentot berperangai gelisah seperti ini. Ditambah lagi, Sentot membangunkanku terlalu dini adalah hal yang tidak biasa.

Aku segera keluar kamar sejenak, menengok langit subuh Tanah Singasari di pagi hari. Langit malam masih berkuasa, meski di nadir Timur, fajar tengah bersiap untuk melakukan suksesi kerajaan langit. Taburan bintang dan nebula masih berpentas di luasnya panggung malam.

Tampaknya ada 'bintang tamu' kejutan yang tampil tiba-tiba hari ini. Udara pagi begitu senyap tanpa ada angin, tanpa ada rasa dingin atau panas. Pagi hari yang cukup hening, sesekali dipecah oleh lantunan Salawat Tahrim yang dimainkan dari pelantang-pelantang masjid. Aku menengok ke atas, melihat sebuah kengerian yang membuatku langsung bergidik ngeri. Sebuah jejak melintang berwarna merah kekuningan membelah purnama Langit Taurus menjadi dua.

Makhluk jadi-jadian telah membangunkanmu sebelum waktunya. Lalu kau keluar dari bentengmu untuk melihat jejak berwarna merah melintang di atas kuasa langit penjuru barat laut. Lintang Kemukus mewartakan pralaya-nya.

Tanpa sadar aku pun berujar, "Semoga Tuhan menerangi jalan gelap kami."

Tanah Singasari akan jatuh pagi ini.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top