02. Anak Penyembah
Sore-sore saat aku tengah duduk santai di taman, menikmati satu-satunya sisi angin kota yang masih sejuk. Tiba-tiba lewat di depanku anak laki-laki sedang menangis, berjalan sambil mengusap matanya tak henti.
Kuperkitakan umurnya sekitar dua belas tahun, masih memakai tas sekolah berwarna hitam. Mulutnya bengkak, jelas sekali habis dipukuli. Jalannya juga tidak lurus dan lancar, sedikit tertatih-tatih menahan sakit.
Aku mendekatinya, dia berhenti berjalan. Kuajak dia duduk bersamaku di taman.
Setelah beberapa lama aku membujuknya untuk bercerita, sedikit juga menghibur dirinya. Akhirnya tangisnya mereda, walau napasnya masih sesenggukan.
Dia menceritakan kalau dia dipukuli oleh kakak kelasnya. Kutanyakan apa masalah mereka, dia menjawab tidak tahu. Dia dipukuli secara tiba-tiba ketika mereka bertemu.
Setelah bercerita lama lagi, akhirnya kuketahui ternyata dia tidak hanya satu kali ini dipukuli. Hampir tiap hari hal ini terjadi tiap kali dia bertemu dengan orang itu. Mau mengadu dia tak bisa, sebab orang tua menyuruhnya untuk melawan dan menjadi laki-laki yang kuat. Mau mengadu kepada guru juga dia takut dikucilkan oleh teman-teman.
Aku mengajaknya berkeliling taman, menghiburnya dengan membelikannga es krim coklat. Dia sangat senang, senyumnya benar-benar lebar. Dia berterima kasih dengan lekukan mata senyum paling tulus yang pernah kulihat.
Hingga sore tiba, kami sudah berkeliling taman ini sekitar dua jam lamanya. Aku menyewakannya sepeda, dia tampaknya sangat senang. Aku turut senang bisa membuatnya tertawa. Kami pun berpisah karena dia tidak boleh pulang terlalu sore. Kami berkenalan, dia bernama Rama.
Semenjak hari itu, aku selalu ke taman setiap pagi. Selain ingin mencapai keinginanku menerapkan pola hidup sehat, berolahraga di sini, aku juga ingin melihat perkembangan anak itu hari demi hari. Kami saling menyapa, aku sudah menganggapnya seperti adik sendiri.
Ada satu hal yang masih menggangguku, tak lain tak bukan adalah orang yang memukuli anak itu ketika bertemu.
Suatu ketika aku memutuskan untuk menunggu di depan sekolah tempat anak itu belajar, aku menunggunya muncul.
Ketika dia berjalan keluar dari gerbang, aku tidak langsung menemuinya. Aku bersembunyi dan diam-diam mengikuti jalannya tanpa diketahui siapa pun.
Dia sebuah gang depan sekolah, tempatnya sangat sepi. Aku bersembunyi di balik mobil yang terparkir. Tempat ini memang jalan yang paling cepat untuk menuju ke taman dan mungkin tempat anak itu pulang. Sebenarnya ada jalan lain, tetapi sangat jauh memutar. Selisihnya bisa-bisa dua jam lamanya (kalau berjalan kali).
Belum lama dia berjalan di gang itu, dia dihadang oleh seorang anak yang kuperkirakan lebih tua dua sampai tiga tahun lebih tua darinya. Tubuhnya yang tinggi benar-benar mendominasi, mendorong Rama yang dengan sangat mudah langsung terjatuh.
Aku sudah geram, tidak mau membiarkan ini terjadi lebih parah. Aku pun langsung keluar dari belakang mobil. Berlari mendekati mereka berdua, orang yang mendorong Rama yang menyadari keberadaanku langsung berlari sangat kencang. Aku mencoba mengejarnya, tetapi tidak jadi, aku memilih untuk kembali melihat keadaan Rama.
Dia sedang menangis, tetapi air matanya langsung diusapnya. Dia langsung berterima kasih kepadaku, aku membantunya berdiri, lalu aku mendampinginya terus sampai ke rumahnya.
Aku memang bisa menjaganya hari ini, tetapi tidak untuk selamanya. Bisa saja suatu hari aku ada pekerjaan.
Maka esok harinya aku kembali menguntit, tetapi bukan Rama yang kuuntit, melainkan si anak laki-laki yang merundungnya. Anak itu keluar gerbang pertama kali dibanding anak-anak yang lainnya. Dia langsung berlari menjauhi sekolah, aku pun mengikutinya secara diam-diam.
Entah kenapa dia tidak masuk ke dalam gang yang biasa Rama lewati. Apa dia tahu keberadaanku?
Aku semakin waspada, sampai ke sebuah gang-yang berbeda dari tempat Rama dipukuli-dia dihadang oleh sekelompok orang.
Anak itu yang sedari tadi terlihat sekali sedang terburu-buru berlari itu kini berhenti.
Aku melihat dengan jelas hal-hal yang terjadi selanjutnya. Dia dipukuli ramai-ramai, bahkan masih sempat ditendang dan diinjak ketika dia sudah terbaring di tanah.
Selanjutnya adalah penampakan yang sangat aneh. Anak itu sama sekali tidak menangis atau kesakitan, dia malah tersenyum lebar. Menggabungkan kedua telapak tangannya seperti orang sedang berdoa. Lalu dia menundukkan kepalanya seolah menyembah.
Apa ini? Dia menyembah orang-orang itu.
Sekelompok orang itu pergi, meninggalkan Anak Pemukul Rama yang terduduk sendirian di tengah gang. Aku mendatanginya.
Dia menyadari keberadaanku, tetapi sama sekali tidak menggubris. Dia hanya diam dengan senyuman yang masih terukir. Apa dia sudah gila?
"Apa yang kau lakukan?"
"Menyembah."
Aku mulai merasa ada yang tidak beres. Kesampingkan hal yang dia lakukan ke Rama. Tapi hal ini benar-benar tidak masuk akal, anak-anak itu memaksa orang lain untuk menyembah mereka, itu perkiraanku dan pasti benar. Aku tidak habis pikir.
"Kau dipaksa mereka untuk menyembah mereka?"
"Tidak."
"Lantas kenapa kau menyembah mereka?"
"Mereka penciptaku."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top