01. Manusia Setengah Dewa

Dia mengubah nasib dengan jarinya yang ajaib, dengan mata dan telinganya yang sangat beda dengan mata manusia biasa.

Dia Manusia Setengah Dewa. Pengabul doa, penyelamat hidup, pemberi kemewahan dan kebahagiaan. Jentikan jarinya mengubah takdir, perkataannya mempengaruhi sejagat, pikirannya merubah hidup.


Keberadaannya di kota modern yang penuh akan kemewahan membuat banyak hidup bergantung kepadanya, juga banyak nasib dipertaruhkan di tangannya. Benar-benar titisan dewa.

Seperti pada suatu hari di gedung tempatnya tidur dan makan, saat dia sedang duduk menikmati hidupnya yang bergelimpangan harta, dia mendapat kabar kalau ada yang butuh bantuannya. Dia langsung pergi, diantar oleh supir pribadi ke tengah kota, ke gedung yang lain.

Ketika dia sampai, dia disambut dengan sangat hormat. Semua orang tertunduk dan terdiam ketika langkah kakinya terdengar menggema di dalam ruangan.

Ruangan itu ramai, orang-orang duduk tenang di kursi yang terbaris di tengah ruangan. Berhadapan dengan sebarisan kursi di sisi ruangan yang lain.

Orang-orang yang duduk di kursi itu berbaju warna warni, ada yang berbaju hitam, merah, biru, dan yang paling penting dan paling diperhatikan di ruangan itu adalah seseorang yang duduk di kursi paling depan, berbaju oranye.

Ini pengadilan, dan Manusia Setengah Dewa itu adalah sang hakim. Yang menjadi saksi adalah anjing gila yang lidahnya menjulur, entah kenapa orang-orang bisa memilihnya sebagai saksi. Mungkin ini disengaja oleh hakim agar dia mudah menegakkan keadilan paling adil.

Keputusan akhir adalah bebas. Tidak ada yang dihukum, sebab sang hakim adalah orang yang sangat baik. Mana tega dia menghukum orang yang bisa dia lihat, mana mungkin dia begitu.

Selepas sidang, dia keluar ruangan. Masih dihormati seperti saat tadi dia masuk. Dia langsung masuk ke mobil pribadi, diantar supir, tetapi kali ini tidak langsung mengarah ke rumah. Namun, mengarah ke rumah orang yang tadi dia selamatkan.

Rumah orang itu megah, sangat megah. Seperti istana modern yang didirikan di tengah kota. Bangunan bercat kuning emas yang sama sekali tidak bercacat, kaca tinggi dan besar sepantar dengan pintu yang setengah kali lebih tinggi dari rata-rata tinggi tubuh manusia. Pagarnya yang diukir oleh pengukir ulung, bernilai seni, nyaman sekali dilihat.

Orang ini pantas dilihat dan didengar oleh mata juga telinga Manusia Setengah Dewa.

Manusia Setengah Dewa itu dijamu bagai raja yang sedang berkunjung, mereka berbincang-bincang sebentar di dalam rumah, lalu Manusia Setengah Dewa pulang ke rumah membawa sebuah koper berisi uang.

Tentu saja uang itu sangat pantas dia dapatkan, sebab dia raja adil yang menyelamatkan hidup orang yang sedang di ujung tanduk.

Dia pun pulang ke rumah. Belum sempat dia berbaring, dia mendapat kabar lagi, lalu dia pergi lagi, bersama supir lagi, ke pengadilan lagi.

Suasana di ruang pengadilan masih sama. Bedanya kali ini dia tidak lagi menyuruh anjing untuk menjadi saksi. Orang terpenting kedua-selain Manusia Setengah Dewa-yang berbaju oranye itu tampak sangat ketakutan, badannya kurus seperti tidak makan berhari-hari, rambutnya kacau, kulitnya dekil. Semua orang di ruangan tahu kalau dia adalah seorang yang susah mencari makan. Dia menangis memohon ampun. Berkata kalau dia dijebak, dia tidak bersalah.

Si Manusia Setengah Dewa tidak sedikit pun terlihat bersimpati atau pun bersedih kepada orang itu. Sebab dia sama sekali tidak melihat, di pandangannya, orang itu tidak ada. Yang terlihat hanya baju oranye berlabel tahanan melayang, lambang kejahatan.

Dia tidak pantas dilihat dan didengar oleh mata juga telinga Manusia Setengah Dewa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top