[3]

Hari terus berlalu, tak terasa kehamilan Nirmala masuk bulan ke delapan. Tentu saja perut Nirmala yang semakin membuncit itu menjadi bahan gunjingan teman sekampusnya. Walaupun banyak tatapan menghina dari teman sekampusnya, Nirmala berusaha untuk tetap normal dan fokus dengan tugas kuliahnya. Akhir-akhir ini juga Gilang jarang menemui Nirmala karena tugas kuliah yang semakin menumpuk. Nirmala pun memakluminya karena ia sendiri juga seperti itu.

Saat ini Nirmala tengah mencari kebutuhan rumah di supermarket bersama Rendi. Setelah cukup lama berkutat dengan barang-barang yang ada di supermarket akhirnya mereka menuju kasir dan keluar dari supermarket itu. Saat menuju tempat parkir, tiba-tiba terdengar suara teriakan.

"MALING!!! TOLONG, ADA MALING!" Nirmala yang masih belum sadar dengan yang apa yang terjadi tiba-tiba merasa tubuhnya terdorong dari belakang. Wanita itu pun terjatuh dengan posisi badan menelungkup. Seketika ia merasakan perutnya nyeri luar biasa. Bahkan ia merasa ada cairan yang keluar di kakinya.

"Nirmala, kamu nggak apa-apa, 'kan? Nirmala, jawab kakak!" Rendi yang panik dengan situasi itu tanpa berpikir panjang menggendong Nirmala dan meletakkan Nirmala di dalam mobil. Mereka pun segera ke rumah sakit. Sejak itulah Nirmala kehilangan orang yang ia sayangi untuk kedua kalinya. Ia tahu bayi itu sama sekali tak ia harapkan. Ia tahu bayi itu membuatnya selalu digunjing saat di kampus, tetapi entah kenapa semakin lama jiwa keibuannya tumbuh seiringnya waktu hingga ia menjadi sangat sayang dengan si jabang bayi.

Sudah satu bulan lebih berlalu semenjak kepergian bayi Nirmala. Kini ia berusaha untuk tetap normal dan melupakan semua tragedi masa lalunya yang sangat suram. Selesai memasak, Nirmala berniat untuk memanggil kakaknya untuk sarapan bersama. Saat membuka pintu kamar Rendi, seketika mata Nirmala terbelalak. Kakinya langsung lemas dan jantungnya berdebar tak keruan. Ia sungguh tak percaya melihat pemandangan yang ada di depannya.

Di depannya ada sebuah mayat yang terbujur kaku di atas lantai dengan pergelangan tangan yang mengeluarkan banyak darah serta pisau yang tergeletak di sebelahnya. Nirmala tak dapat menahan bendungan air matanya melihat pemandangan yang ada di depannya itu. Mayat itu adalah kakaknya sendiri, Rendi. Di tengah tangisannya, mata Nirmala secara tak sengaja melihat kertas yang ada di samping kakaknya. Nirmala pun berinisiatif untuk mengambil kertas itu.

Saat membaca tulisan yang ada di kertas itu, Nirmala spontan membekap mulutnya sendiri. Ia sangat yakin itu adalah tulisan kakaknya. Sungguh, Nirmala tak menyangka kakaknya harus mengakui semua perbuatannya selama ini dengan cara seperti ini.

⌚⌚⌚

Untuk yang ketiga kalinya, dia harus merelakan kepergian orang yang sangat disayanginya. Sempurna sudah. Ia kini sendirian. Semua orang yang ia sayangi pergi meninggalkan Nirmala di dunia yang penuh fana ini. Matanya kosong menatap tumpukan tanah di depannya. Sampai saat ini pun Nirmala masih belum bisa memercayai bahwa kakaknya sendiri adalah dalang dari kejadian mengerikan sepuluh bulan yang lalu. Bahkan kakaknya sendiri juga yang membunuh bayi mereka. Kejadian di tempat parkir itu semua telah dirancang rapi oleh kakaknya. Nirmala benar-benar tak percaya akan hal ini.

Ia tak tahu bagaimana menghadapi semua ini, ia tak tahu bagaimana akan menjalani hidup di dunia yang fana ini. Takdir memang begitu kejam, tetapi ia tak tahu bahwa mungkin saja ada rencana Tuhan yang indah di balik takdir menyedihkan yang menimpanya.

"Yang sabar, ya!" hibur seorang pemuda sambil mengelus pundak Nirmala untuk menguatkan wanita itu.

Sedangkan di sisi lain, Gilang menatap Nirmala dan pemuda yang ada di sebelahnya dengan pandangan penuh arti.

⌚⌚⌚

TAMAT

Bagaimana ceritanya? Maaf ya kalau endingnya kurang menyenangkan. Setidaknya kalian sudah tau kan siapa pelakunya.

Terima kasih sudah mampir ke cerita ini, semoga kalian suka. Jangan lupa voment nya yaaa...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top