20 - Souls from Tartaros

"Terserah. Aku tidak peduli dengan hal itu." Raymond yang merasa serangan pistolnya kurang efektif lantas menggantinya dengan sepasang belati kembar.

"Goresan peluru pistolku mungkin bisa kau sembuhkan, tetapi tidak dengan serangan dari belati ini. Sekali sayatan bilah belati menyentuh kulit, maka racunnya akan langsung masuk melalui sayatan itu. Kecepatan racun itu untuk meresap ke dalam kulit jauh lebih cepat daripada proses penyembuhan menggunakan metode apapun. Lagipula sihir penyembuhanmu itu punya batas. Sihirmu hanya bisa menutup luka, tetapi tidak dapat menghilangkan rasa sakit. Walau efek racunnya bisa dinetralkan, kau akan tetap tersiksa oleh rasa sakitnya."

Florios mendengkus pelan mendengar omongan Raymond yang terdengar bertele-tele di telinganya. Begitu tahu Raymond mengarahkan kedua belati beracun itu padanya, dia pun langsung melakukan teleportasi jarak dekat. Saat gadis itu sudah berdiri di belakang Raymond, tangannya segera memukul tengkuk pria tersebut dengan kencang. Tidak menunggu waktu yang lama, pria jelmaan monster itu langsung jatuh pingsan.

"Tidak ada gunanya bagimu jika berkata terlalu banyak padaku, Stupid!"

Setelahnya, Florios pun jatuh terduduk karena kelelahan. Sudah lama gadis itu tidak bertarung menghadapi pistol yang menjadi kelemahannya. Sekuat apapun Jayden mengajari Florios saat masih menjadi Lyvia, raga gadis itu tetap punya batas. Bahkan dibandingkan dengan orang lain, Florios merasa dirinya jauh lebih lemah dari mereka. Entah karena alasan apa, tetapi gadis itu sebenarnya merasa ngeri ketika dihadapkan dengan orang yang bersenjata pistol, senapan, meriam, dan semacamnya.

"Are you okay, My Princess?"

Florios mendongak dan mendapati Apollo dan Artemis yang sedang tersenyum manis padanya. Gadis itu lantas menerima uluran tangan kekasihnya dengan perasaan bahagia. Sementara Artemis yang tidak ingin mengganggu kemesraan mereka, lebih memilih untuk memisahkan diri dan segera menarik jiwa monster Raymond, lalu memasukkannya ke dalam sebuah kertas segel tipis berwarna kuning terang.

"Haruskah kita memanggil Hades menggunakan teleportasi? Kita harus segera pulang setelah ini, kan?" Tanya Apollo pelan.

"Tidak usah, setelah kita berhasil menyegel jiwa monster ini, gerbang menuju Delos akan terbuka secara otomatis. Kita tunggu saja gerbang muncul di depan kuil."

Artemis menatap kertas di tangannya dengan mengulas senyum penuh kelegaan. "Setelah sekian lama, akhirnya kita akan dihadapkan lagi dengan tugas lama yang belum sempat kita selesaikan di Delos. Hmm, sepertinya semua akan kembali normal."

*******

Menggeser masalah Apollo, Artemis, dan Florios sementara waktu, kini Jayden, Guren, dan Vyache pun sudah sampai di depan istana Lavenrose.

"Apa yang sekarang harus kita lakukan? Menyelinap masuk atau mengetuk gerbang istana sampai penjaga gerbang menyerah dan membukakan gerbang untuk kita?"

Vyache dan Guren sontak saling memandang, kemudian terkekeh secara bersamaan.

"Apa? Aku serius!"

Ucapan Jayden yang tinggi reflek membuat Vyache menjentikkan tangan di dahi pria itu. "Kalau mau, bahkan kita bisa berteriak kencang agar gerbang dibukakan. Kenapa harus susah-susah? Suruh saja Guren untuk mengurus hal ini."

Jayden merengut ketika Vyache merangkul bahunya dan mempersilakan Guren berbicara dengan penjaga gerbang. Sepasang mantan kekasih itu lantas mengikuti langkah Guren dari belakang.

Belum saja berbicara, begitu kedua penjaga istana melihat kedatangan ketiganya, mereka langsung berteriak.

"PENYELAMAT RAJA KITA TIBA!!"

Hanya dalam hitungan detik, pintu gerbang istana pun langsung terbuka lebar.

"Kalau begini jadinya, sekarang kita tinggal masuk saja. Ayo!" Guren tersenyum lebar, lantas menarik Vyache masuk ke istana meninggalkan Jayden sendiri.

Pria yang dulunya raja di Olympus itu mengepalkan kedua tangannya menahan geram. Tidak, sebelum semuanya jelas, dia tidak bisa mengamuk begitu saja.

"Mari kita lihat apa yang akan segera terjadi di sini."

*******

Keadaan Alba dan Gerald yang beberapa waktu lalu sudah stabil, kini menurun kembali. Tidak hanya itu, bahkan tanda kutukan di tubuh mereka pun semakin mengancam nyawa.

Tubuh Alba tertutup tanda kutukan berwarna hitam dengan pola seperti akar yang sedang membungkus tubuhnya, menyisakan wajah yang juga tertutup oleh separuh tanda kutukan. Keringat pria mengalir deras membuat sekitar tidurnya basah kuyup.

Lain dengan Alba, tubuh Gerald justru tidak mengalami banyak perubahan. Hanya saja pria itu jadi lebih sering merasakan sakit ketika tanda kutukan di sekitar matanya mengeluarkan asap tiap satu jam sekali. Api yang panas tidak seharusnya mendingin begitu saja.

Jika tubuh Alba semakin memanas, maka tubuh Gerald justru semakin dingin.

Vyache yang sudah berdiri ditengah-tengah ranjang keduanya pun langsung jatuh terduduk. Air yang mengalir di tubuhnya terasa memanas sedikit demi sedikit, sementara api di tubuhnya terasa mendingin. Pori-pori tubuh gadis itu sebagian terbuka karena adanya sihir api, namun ketika apinya menghilang, sihir airnya pun perlahan masuk melalui pori-pori itu. Jika air dari sihirnya masih bersuhu normal, mungkin Vyache akan baik-baik saja, tetapi karena air yang terbawa adalah air yang panas, gadis itu merasa dirinya seperti sedang direbus dari dalam, benar-benar terasa MENYAKITKAN!!

"Bahkan tanpa menyentuh keduanya, Vyache langsung bisa ikut merasakan penderitaan mereka berdua." Ucap Guren lirih. Pria itu sebenarnya prihatin dengan kondisi mereka Vyache yang datang dan langsung terhubung, tapi jika demikian kejadiannya, maka itu berarti Vyache adalah orang yang tepat untuk menyembuhkan Alba dan Gerald.

Berbeda dengan orang lain yang akan terbakar atau membeku saat menyentuh Alba dan Gerald yang sedang sekarat begini, Vyache justru mendapatkan efek yang sama dengan kondisi sebenarnya dari kedua pria itu. Bukankah itu keajaiban? Ah, tidak mengherankan mengingat Vyache sendiri masihlah seorang dewi walau sekarang bereinkarnasi menjadi manusia.

Tenggelam dalam lamunan, membuat Guren tidak sadar jika Jayden sudah melangkah mendekati Vyache. Reinkarnasi Zeus itu langsung menarik Vyache dalam pelukannya.

"Efeknya seberat ini, kau yakin tetap ingin lanjut mengobati mereka berdua?"

Vyache sudah mengeluarkan banyak keringat dan menjadi pucat karena energi sihir dengan dua suhu over di dalam tubuhnya mungkin saat ini sedang 'bertarung' memperebutkan kendali sihir pada tubuh lemahnya.

Gadis pirang itu menggangguk lemah, lalu mengelus pelan pipi kanan Jayden. "Jay, selama beberapa tahun kau sudah menjadi Stevano, kekasihku. Kau tahu betul jika sekali diriku melakukan sesuatu, maka hal itu akan aku usahakan agar bisa segera diselesaikan."

Guren yang sudah sadar dari lamunannya, kini memilih duduk di samping Moreno, Harry, dan Eric. Dia mencoba tenang walau itu terasa sangat sulit baginya.

"Tapi caranya sedikit menyebalkan, aku kurang yakin apa kau akan setuju atau tidak setelah tahu akan hal ini."

Vyache melepaskan pelukan Jayden, lantas menatap pria itu dengan kening yang berkerut bingung. "Bagaimana caranya?"

Jayden reflek mendengkus pelan. Pria itu bahkan berkali-kali menyibak rambut hitamnya karena merasa terbebani. Namun, mau tidak mau kali ini dia harus mengungkapkan rahasia yang selama ini dirinya pegang sendiri. Rahasia yang sangat ingin dia tenggelamkan ke dasar laut. Rahasia yang bisa membuatnya cemburu dan sakit hati.

"Cium mereka, pastikan mereka mendapatkan napas buatan darimu. Jika muncul reaksi positif, maka itu berarti kau memang sanggup mematahkan sisa-sisa kutukan Nineteen Area. Kemungkinan lain, ada di antara mereka yang bisa saja menjadi calon suamimu di masa depan."

Guren sontak menatap Vyache dan Jayden dengan perasaan yang campur aduk. Bukankah itu berarti salah satu di antara mereka adalah jodoh Vyache?

"Lekaslah lakukan hal itu, cepat atau lambat, kau tetap harus melewati fase ini untuk keselamatan mereka juga. Saat ini keduanya mengandalkan bantuan terakhir ini."

Vyache mengangguk pelan, kemudian menghela napas panjang dan dengan berat hati lantas mendekatkan wajahnya pada wajah Alba. Gadis itu memiringkan wajah, lalu mengecup pelan bibir Alba yang ternyata terasa begitu panas. Tidak berhenti disitu, seperti kata Jayden barusan, dia juga masih harus memberikan napas buatan. Uh, perasaan Vyache terasa seperti sedang dibebani oleh sesuatu.

Awalnya tidak ada efek apapun walau semua sudah berjalan sesuai instruksi, tetapi ketika Vyache akan segera beranjak dari samping ranjang Alba, tangan Alba tiba-tiba menarik lengan Vyache. Pria itu membuka kedua matanya dan tersenyum lembut pada Vyache.

"Terima kasih dan tolong maafkan aku." Ungkap Alba lirih. Setelahnya, pria itu pun langsung bangun dari tidurnya dan menarik tengkuk Vyache.

Pria itu mencium Vyache di depan mata Guren, Jayden, serta orang-orang yang menunggu kesadarannya!!

Ketika mulut mereka beradu cukup lama, rasa panas yang sedari tadi membungkus diri mereka sedikit demi sedikit mulai menghilang. Tato kutukan yang memenuhi tubuh Alba juga berkurang banyak. Luar biasa sekali!

Alba yang merasa Vyache kehilangan banyak pasokan udara, kemudian langsung melepaskan ciumannya. Terakhir kali sebelum benar-benar melepaskan Vyache, pria itu pun mencium kening Sang Gadis.

"Waktuku sudah habis. Terima kasih untuk bagianku ini, Vyache."

Tato kutukan di seluruh tubuh Alba menghilang tanpa jejak, bersamaan dengan kesadarannya yang juga ikut menghilang.

Belum sempat reda keterkejutan orang-orang karena ciuman Alba, kini mereka masih harus melihat kematian singkat Alba!

Vyache mematung ketika tubuh Alba terjatuh ke dalam pelukannya dengan keadaan nyawa yang sudah lepas dari tubuh!

"B-bagaimana bisa kau... Jim-Jimmy? Kau benar-benar keluar dari tubuh Alba, t-tapi Alba tetap mati! D-dimana dia?! Kau kenapa keluar dari tubuh ini, hah?! Alba sudah mati! Kekasihku sudah mati!"

Vyache menoleh ke belakang dan mendapati Elzha yang langsung duduk bersimpuh di dekat tubuh Alba sambil meracau tidak jelas. Gadis itu mengerutkan dahi karena tidak paham dengan situasi.

Bukankah kemarin Elzha bilang dia sangat mencintai Gerald?

Justin yang menyusul Elzha dengan wajah masam lantas menghampiri Vyache. Tanpa berkata apapun, pria itu pun langsung memeluk Vyache.

"Aphrodite datang melalui mimpi Elzha. Dewi itu mengembalikan semua cintanya Alba untuk Elzha. Dia bilang Alba sudah lama mati ketika ditinggal menikah Elzha. Pria itu mati dengan membawa nama Elzha. Setelah tahu akan hal ini, Elzha merasa bersalah. Sepertinya rasa bersalah Elzha pada Alba jauh lebih besar daripada cintanya pada Gerald. Satu lagi, Jimmy masuk ke dunia ini karena terseret oleh energi dari Raymond yang masih menempel di jiwanya mengingat kalau Jimmy mati di tangan Raymond. Yap, jiwa mereka berdua terikat. Yang itu berarti, jika Raymond pergi maka Jimmy juga pergi, begitu pula sebaliknya."

"I-itu berarti... itu artinya...."

Justin pun mengangguk lemah. "Iya, karena jiwa Raymond sudah dibawa kembali ke Tartaros, maka itu artinya Jimmy juga harus segera pergi ke sana."

Justin dan Vyache lantas menatap Elzha secara bersamaan. Keduanya merasa prihatin dengan kisah cinta mereka. Kawan, cinta tidak selamanya indah.

*******

To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top