18 - Zodiac key

Langkah kaki Vyache, Guren, dan Jayden menuju istana Kerajaan Lavenrose terasa begitu sulit setelah mereka keluar dari area Stormhigh Guild. Mereka berpikir jika 'sesuatu' sedang mencoba untuk menghentikan langkah mereka. Bahkan Guren dan Jayden pun merasa tidak nyaman dengan energi alam yang sekarang terpancar sedikit lain dari biasanya. Energi negatif yang hitam ini muncul ketika seseorang memendam terlalu banyak beban pikiran. Energi sihir hitam yang murni mungkin terasa pekat dan kadang-kadang menyesakkan bagi pemilik energi sihir putih yang mendekati mereka, tetapi bila tercampur dengan energi 'sampah' yang membawa energi negatif, ini akan menghancurkan pemilik bahkan orang-orang di sekitar energi itu.

Menoleh ke arah Vyache, kedua pria itu lalu menganga lebar saat melihat apa yang sedang gadis itu lakukan.

"V-Vyache? H-hey, kau sedang apa?" Dengan ragu Guren menepuk bahu sempit gadis pirang itu.

Sedari keluar dari gedung Serikat, Vyache memang berubah jadi lebih pendiam dari yang selama ini mereka kenal. Awalnya mereka kira gadis itu sedang kelelahan, tetapi semakin jauh mereka melangkah, aura Vyache terlihat semakin tidak karuan.

Warna aura Vyache dari awal memang sudah gelap pekat, tetapi entah bagaimana bisa sekarang energinya bercampur dengan sihir putih yang bermuatan negatif. Setahu mereka, hanya Gerald dan Alba yang mendapatkan paparan langsung dari Golden Wall rusak di pantai, tetapi mengapa sekarang Vyache juga mendapatkan efek yang sama?

Vyache yang sedari tadi berjalan sambil menunduk, lantas mendongak dan menatap Guren dengan wajah yang sedikit err... menantang.

Vyache mengambil tangan Guren dari bahunya. Gadis itu tersenyum kecil, kemudian mengecup telapak dan punggung tangan pria itu secara berulang-ulang dengan gerakan yang lambat.

"Terima kasih kuucapkan padamu, Kak. Berkat kalungmu, aku merasa diriku jadi lebih 'bahagia' ketika sedang menatap ekspresi yang baru dimunculkan dari wajah orang lain."

Guren yang tidak biasa dan belum pernah dekat dengan Vyache seperti ini tentu saja tingkahnya membuat wajah pria itu langsung bersemu. Kalung itu Guren buat dari sihir yang Alba ajarkan padanya.

"Ekpresi seperti ini yang muncul dari wajah pria tampan sepertimu terlihat begitu menarik di mataku." Tangan Vyache yang lain perlahan menelusuri setiap lekuk wajah Guren. Dari dahi yang mengerut tegang, kedua mata tajam yang menggoda, hidung yang menjulang tinggi, lalu bibir semerah raw strawberry. Vyache mengangkat dagu Guren dan perlahan mendekatkan wajahnya pada pria itu.

Sebelum bertindak lebih jauh, Jayden pun langsung mendekat untuk merenggangkan perilaku mereka. Dia menghempaskan tangan Vyache dari tangan dan wajah Guren. Pria tampan berkulit bersih itu kemudian memeluk Vyache dengan erat dari belakang.

"Melema, tolong jangan lupakan aku...."

Sihir hitam Vyache yang seharusnya akan bercampur dengan sihir putih dan energi negatif yang datang mungkin karena pengaruh sihir ajaran Alba, sontak menghilang begitu saja. Gadis itu pun berbalik, lantas mendelik ke arah Jayden. "Kau tidak berhak lagi menyebutku dengan panggilan itu. Sudah, ayo kita berangkat. Kita harus segera sampai di istana secepat mungkin."

Pelukan Jayden pun dilepaskan begitu saja, meninggalkan Jayden yang ekspresinya berubah masam. "A-apa katanya?!"

Guren terkekeh lantas menepuk bahu Jayden. "Seorang gadis memang sering bertingkah begitu. Sudahlah, terima saja...."

"Tapi dia bukan seorang gadis. Hera adalah Istriku, dia seorang wanita."

Guren pun menatap pria berwujud pemuda itu dengan datar sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kiri-kanan saku celana. "Saat ini dia Vyache bukan Hera. Kau sendiri tidak mau disebut sebagai Zeus. Sepertinya aku harus mengingatkanmu tentang beberapa hal. Pertama, Hera memang milik Zeus, tetapi Vyache milik dirinya sendiri. Kedua, entah kau mau menyebut namanya sebagai Hera atau Vyache, tapi mulai saat ini, dia ingin hidup 'bebas'. Mau seperti apa masa depannya nanti, kita semua tidak punya hak untuk mengatur hidupnya lagi."

Guren lantas menyingkir dari sisi Jayden dan pergi menghampiri Vyache, membuat Jayden reflek menoleh ke arah 'Hera' yang sekarang sedang berlarian kecil sambil memetik banyak bunga di hutan yang mereka lewati. "Mau sebesar apapun masalah yang kutimbulkan, dia selalu menerimaku apa adanya. Dulu aku begitu bodoh hingga tidak bisa melihat ketulusan itu sampai akhirnya dia pergi menjauh dariku. Aku sudah kehilangan dia, tapi terus terang saja aku ingin menariknya kembali ke dalam dekapanku. Aku egois sekali."

*******

"Sudahlah, Art... Vyache tidak akan terpengaruh semudah itu. Lihat, keengganan Vyache pada Jayden jauh lebih besar daripada kemarahannya. Ayo, kita pulang ke Delos dan selesaikan apa yang masih terhenti di sana."

Lyvia yang sudah kembali mengambil wujudnya saat menjadi Florios walau itu terlihat sama saja pun mengangguk setuju. "Masalah kita dengan Ares dan Melinoe pun belum terselesaikan. Aku juga ingin tahu bagaimana kabar ibuku, Eos."

"Apa kalian akan diam saja, walau mereka pernah mengacaukan hidup kita?" Artemis yang protes pun terpaksa menghentikan niat untuk memanah Vyache kembali menggunakan panah perak kemarahan ketika mendengar nama Eos.

"Sebagai gantinya, apa aku panah saja ibumu? Jika dia terselimuti kemarahan, pasti akan menarik. Ayo, kita pulang sekarang, biar aku bisa melakukan hal itu sesegera mungkin."

Apollo dan Lyvia pun menghela napas secara bersamaan kemudian saling bertukar pandang sambil tersenyum kecut. Dia masih mengingat hal itu? Bahkan setelah sekian lama?

"Terserah kau sajalah, Art. Kau dan dendammu itu memang perpaduan yang sempurna."

Rahang Artemis mengeras, wajahnya pun memerah padam. Sambil menggenggam busur panahnya dengan erat, dia menarik napas dalam dengan perlahan. Dadanya serasa sesak ketika melihat saudaranya tidak lagi mendukung keinginannya.

Dulu Apollo tidak begini, mengapa sekarang dia-

"Mari kita pulang dan biarkan mereka menjalankan hukuman. Tanpa kau ikut campur, hukuman akan tetap diberlakukan. Jangan kotori tanganmu dengan masa lalu itu, Art."

-Apollo berubah?!

Florios yang melihat kemarahan Artemis yang akan segera memuncak, lantas mendekat dan langsung memeluk putri Leto dengan erat.

"Hera dan Zeus sudah banyak melakukan kesalahan di masa lalu dan sekarang mereka sedang membayar kesalahan itu dengan kehidupan mereka sebagai manusia. Sudahlah, kita pulang saja sekarang."

Artemis terdiam, air mata perlahan turun membasahi kedua pipinya. Eos dan mantan kekasihnya mungkin bersalah, tetapi putri mereka terlalu berharga untuk diabaikan begitu saja.

"Bagaimana dengan Ganymede? Pemuda naif itu apa akan tetap berada di sana untuk menonton kisah romansa kekasih dan istri sahnya?"

Apollo menghela napas pelan, kemudian mengelus rambut Artemis dengan senyum yang terpatri di bibirnya. "Jika dia merelakan pasangan itu agar bisa bersama dan bersatu, maka kali ini identitasnya sebagai kekasih gelap Zeus akan segera berakhir. Ganymede bisa melupakan semua masa lalunya dan hidup dengan identitas baru sebagai Justin. Dia juga punya pilihan mau tetap berada di sini atau kembali ke dunia yang satunya lagi di dunianya Victor."

"Jadi, sekarang kita pulang saja?"

Apollo dan Florios beradu pandang sebentar, kemudian terkekeh pelan dan serentak menatap Artemis sambil mengangguk. "Ya, mari kita pulang."

"Tapi, Al... bukankah Hades sudah menutup portalnya? Bagaimana cara kita kembali?"

Apollo lantas tersenyum licik. Pria itu merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kunci berwarna hitam. "Dengan ini... Hades akan langsung ke sini begitu sadar jika salah satu kunci pentingnya menghilang."

Artemis pun melepas pelukan Florios dan mengambil kunci yang ditunjukkan Apollo dengan kening yang berkerut. Beberapa saat kemudian, matanya melotot tidak percaya. "B-bukankah ini kunci untuk membuka pintu tiga belas zodiak?!"

Apollo mengangguk ringan. "Chrysomallus, Zeus, Hera, Castor, Pollux, Nemea, Astraea, Themis, Gaia, Chiron, Pan, Ganymede, Aphrodite, Eros, dan diriku. Roh kami semua akan muncul secara paksa dihadapan seorang oracle yang berhasil merapal mantra zodiak sampai selesai. Roh kami pun pada akhirnya akan membuka kembali pintu-pintu yang ditutup oleh Hades, Zeus, dan Poseidon."

Florios pun berdecak kagum, tetapi setelahnya protes. "Bukankah itu terlalu berlebihan? Aku yakin kau bisa membuka pintu itu sendiri tanpa mereka."

Apollo kembali menganggukkan kepala, tetapi sambil terkekeh pelan. "Aku bisa sendiri membuka pintu itu, tetapi memaksa mereka semua datang hanya untuk membuka pintu kecil menuju Olympus tentunya menarik dan patut dicoba."

Artemis lantas menggeleng dengan wajah yang masam. "Jangan tarik lagi Zeus, Hera, dan Ganymede ke sini. Ayo, kau buka pintunya sendiri. Kau pinjam saja sedikit energi dari mereka jika mau lebih cepat. Gunakan saja mantra mirip dengan yang digunakan Alba saat tengah mencoba merusak labirin. Mantra itu jauh lebih efektif jika digunakan oleh orang 'sepertimu' daripada menggunakan mantra dengan sembilan belas kata."

Apollo yang tidak ingin melihat wajah masam saudarinya lebih lama lagi, berdecak pelan ketika terpaksa mengarahkan kunci ke arah kekosongan di hadapannya. Dengan gerakan memutar dari kiri ke kanan sambil merapal mantra pemanggil zodiak dengan fokus, bunyi kunci pintu terbuka pun langsung terdengar.

"Ανοίξτε τη χρυσή πόρτα του τοίχου! Θέλουμε να πάμε σπίτι!"

Hanya perlu dengan satu kali pemanggilan, Golden Wall yang hancur seperti debu kini bersatu kembali.

"Ανοίξτε τη χρυσή πόρτα του τοίχου! Θέλουμε να πάμε σπίτι!"

Dua kali mantra dirapal, cahaya berwarna kemerahan dari Golden Wall pun langsung menyoroti seluruh tubuh Apollo, Artemis, dan Florios.

"Ανοίξτε τη χρυσή πόρτα του τοίχου! Θέλουμε να πάμε σπίτι!"

Tepat setelah tiga kali merapal mantra, Apollo bersama Artemis dan Florios pun langsung tersedot masuk ke dalam Golden Wall.

Mereka kembali untuk menyelesaikan masalah dan meninggalkan masalah di tempat yang mereka tinggal begitu saja.

*******

"Apollo mencuri kunci roh zodiak darimu. Padahal baru kemarin kunci para monster dicuri Artemis. Mengapa mereka bisa selicik itu? Apa sekarang pengawasan di sini kurang ketat?"

Hades sudah tahu kakak beradik dari Delos itu berbuat ulah, tetapi mendengar ucapan Persephone yang seperti mencemoohnya, amarah raja Dunia Bawah pun naik.

Tidak. Hades tidak akan berani membentak Persephone. Terakhir kali mereka berdua bertengkar, Demeter melarang Persephone pulang ke Dunia Bawah. Bukan hanya itu, seperti kejadian sebelum-sebelumnya, Hades malah dipersulit saat ingin membujuk Persephone untuk segera pulang. Tidak, jangan lagi!

"Κάθαρμα! Kakak beradik sialan! Apa mereka benar-benar ingin kuserahkan kepada para erinyes?! Sepertinya aku memang harus menemui mereka sekarang juga!"

Murka karena tingkah putra-putri Leto sekaligus teringat kemalangannya di masa lalu, membuat Hades segera beranjak dari singgasana. Pria beraura suram itu meremat tongkat dwisula nya lalu melangkah cepat meninggalkan Persephone yang menganga ketika melihat tingkah Hades.

"Aku tak menyangka jika dia bisa marah juga bahkan sampai seperti itu. Jika kunci-kuncinya hilang satu per satu, apa memang bahaya sekali, ya?"

*******

To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top