14 - Illusion

"Dari semua orang yang ada di Stormhigh Guild, mengapa kau hanya membuat mereka berempat saja yang masuk ke dalam labirin ilusi milikmu?"

Artemis tersenyum kecil, kemudian menatap Ichi yang terlihat penasaran.

"Mereka punya keterikatan satu sama lain. Mungkin kau tidak akan bertanya jika orang yang masuk ke dalam labirin itu hanyalah Arion, Vyache, dan Justin. Namun, ketika kau melihat Luke, tiba-tiba ada pertanyaan muncul di benakmu. Aku benar?"

Ichi mengangguk pelan. "Jadi, atas alasan apa Anda membuat Luke masuk ke dalam sana? Awalnya Anda bilang hanya akan membuat tiga 'pendatang' itu yang masuk, kenapa sekarang Luke juga ikut?"

Ya, pada rencana awal, Artemis tidak punya niatan sama sekali untuk mengikutkan Luke dalam jebakan itu, tetapi setelah melihat semua kekacauan yang sudah telanjur terjadi, ia jadi tertarik untuk mengikutkan Luke dalam permainannya.

Luke punya satu alasan bagus yang membuat Artemis 'melihatnya'.

"Bisakah kau mengembalikan semua sihirku seperti semula? Kau sudah kelewat batas, putri Leto. Jika kau membalaskan dendammu seperti ini, kau sama saja seperti Hera di masa lalumu."

Ah, ya, setelah Lyvia mendapatkan penolakan dari Guren untuk bergabung dengannya, dewi pemburu itu kemudian menarik semua sihir Guren menggunakan kekuatan sucinya. Tidak hanya itu, dia juga mengikat Guren menggunakan sulur tanaman yang sudah diberi mantra agar tidak bisa dilepas tanpa persetujuan dari Artemis.

"Jika saja kau tidak menolak keinginan Lyvia, kau tidak perlu kuikat seperti ini."

Guren berdecih, lantas terkekeh pelan. "Hanya karena aku menolak tawarannya, kau sampai turun tangan untuk menghukumku? Wah! Luar biasa! Apakah masih pantas bagimu untuk mendapatkan julukan sebagai salah satu dari duabelas dewa-dewi penting di Olympus itu? Kau kekanak-kanakan sekali. Jika seandainya Dewi Leto tahu anaknya berlaku seperti ini, mungkin dia akan kecewa padamu."

Artemis mendelik karena merasa cemoohan Guren mengusik harga dirinya. Setelahnya, tanpa kata dan hanya merapal mantra sambil menunjuk ke arah sulur yang mengikat Guren, detik berikutnya terdengarlah teriakan Guren yang 'cukup keras' di telinganya.

"Peraturan pertama, jangan sakiti ibuku. Peraturan kedua, jangan permainkan Foebus. Peraturan ketiga, jangan hina Florios. Peraturan keempat, dendam harus dibalaskan. Jika ada yang melanggarnya, tinggal tunggu saja diriku untuk turun tangan memberi hukuman."

Ichi menatap ngeri kemarahan Artemis yang membuat dewi itu menorehkan luka di tubuh Guren. Bukan hanya kehilangan sihir, sekarang pria itu juga mendapatkan siksaan mengingat sulur tanaman yang mengikatnya adalah jenis sulur tanaman yang berduri.

"Ekhem, aku ingin mengganggu kegiatan kalian. Apa boleh?"

Ichi dan Artemis sontak menoleh ke arah suara, mereka mendapati Jayden dan Akira dengan Elzha yang menatap tajam ke arah Artemis.

Elzha dengan kemarahan yang menguasai dirinya sontak menampik telunjuk Artemis yang mengarah ke Guren, lalu menatap dewi itu dengan tajam. "Jangan sakiti temanku!"

Dengan tangan kosong, Elzha menarik paksa sulur di tubuh Guren. Walau kedua tangannya berdarah, dia tidak peduli sama sekali.

"Kau ada di sini bersama dengannya, Ichi. Kenapa kau diam saja saat melihat teman satu serikatmu disiksa? Jika teman Serikat yang lain melihat Guren seperti ini, mereka pasti akan langsung bertindak tegas."

Ichi menunduk hingga rambut hitam pendeknya menutupi wajah. Gadis tampan itu tidak bisa berkata apa-apa. Satu sisi Artemis adalah dewi yang dia puja, sisi lainnya adalah teman-teman yang selama ini ada untuknya. Dia tidak tahu harus apa sekarang.

"Art, lama tidak bertemu. Di mana Apollo? Setelah sekian lama tidak bertemu, kau berubah terlalu banyak." tanya Jayden sambil menarik kedua tangan Elzha untuk mengobati lukanya. Walaupun tidak menyukai suami Elzha, Si Scarlet Hair itu tetaplah teman satu serikatnya.

Artemis menatap tajam Zeus dengan wajah dan identitas barunya sekarang. "Hanya karena di kehidupan ini Florios menjadi adikmu, bukan berarti aku lupa dengan apa yang kau perbuat padanya di masa lalu. Wajah muda nan tampan ini tidak cocok untuk dewa tua mesum sepertimu."

Jayden sontak tersenyum kecil, kemudian maju menghampiri Artemis. Sambil berjalan, dia pun berkata, "Zeus adalah masa lalu yang itu berarti kehidupan sebagai Jayden adalah masa depanku. Selama aku menjadi kakaknya, aku berusaha menebus kesalahanku dengan menjadi sosok kakak yang bisa dia andalkan. Aku mengubah sikap pesimis dan malunya menjadi lebih percaya diri dan berani. Aku mengubahnya menjadi seorang gadis yang berpikir luas. Aku berusaha untuk membuatnya mencintai semua orang walau kadang-kadang itu terasa sulit. Yang kau tahu hanyalah jati diriku di masa lalu bukan masa sekarang, pu-tri-Le-to."

Bukannya takut mengingat yang berdiri di hadapannya sekarang adalah seorang raja dari dunia dewa di Olympus, Artemis justru menyeringai lebih sambil menengadahkan kepala untuk bisa melihat Jayden.

"Kesalahanmu padanya tidak dihapuskan dari ingatanmu walau kini kau bukan lagi Zeus yang aku kenal. Ingatan Florios tentang kebejatanmu pun terus ada di kepalanya dan karena takut dengan reaksinya, kau berusaha keras untuk membuatnya hidup tanpa bisa merasakan kebencian dan kewaspadaan. Untuk berusaha bertindak waras, kau juga sampai mencabut paksa keinginanmu agar berhenti bercinta dengan sembarang orang. Namun, ketika kau menemukan Hera yang sekarang kehilangan ingatan, semua yang kau buang paksa kembali dengan sendirinya. Jika saja kau tidak ingat kehidupanmu kali ini sebagai hukuman dari pemintal takdir, maka kau pasti akan berbuat ulah. Kau masih sama seperti dulu. Ah, ada sedikit perbedaan. Dulu kau mengabaikan Hera, sekarang justru kau ingin menyingkirkan semua pria yang punya kemungkinan besar untuk merebut hatinya. Kau menyedihkan sekali, A-yah."

Ya, mau seperti apapun Zeus, dia tetaplah ayah dari Artemis dan Apollo.

*******

Nath, Melody, Eric, dan Jane menatap bingung kepada kehampaan dihadapan mereka. Tidak ada apapun selain hancurnya taman karena reruntuhan New Golden Wall.

"Mengapa satu per satu teman kita menghilang? Apa yang sebenarnya sedang terjadi saat ini?" keluh Nath sambil menyibak rambut sakura pendek miliknya. Warna rambut Nath yang terkesan cerah, nyatanya berbanding terbalik dengan keadaan mereka semua sekarang.

Eric menunjuk ke arah kekosongan di hadapannya sambil merapal mantra penyingkap yang tersembunyi. Tidak seperti biasanya yang dalam sekali coba langsung berhasil, sekarang dia butuh waktu setidaknya sampai lima kali penyebutan mantra yang sama. Wajahnya yang semula cerah berubah menjadi pucat, bahkan keringat dingin pun ikut keluar dari tubuhnya. Untunglah sebelum pandangannya kabur dan jatuh pingsan, mantra penyingkap yang tersembunyi berhasil memperlihatkan apa yang sebenarnya disembunyikan di balik kehampaan taman yang telanjur kacau.

"Ini... i-ini labirin ilusi, kan?" tanya Jane memastikan apa yang saat ini sedang dilihatnya.

Sementara Melody yang sedari tadi diam menatap takjub labirin dari aliran listrik itu, tiba-tiba berkeinginan untuk masuk melewati labirin di hadapannya. Gadis itu penasaran dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Namun, ketika Melody baru akan melangkah masuk ke dalam kawasan angker itu, Nath dengan cekatan langsung menarik Melody hingga masuk ke dalam dekapannya.

"Jangan gila! Kau mau apa, hah?!"

Melody sontak merengut dalam dekapan Nath, "Aku tidak bisa melakukan apapun ketika teman-temanku hilang begitu saja ketika aku berada di samping mereka. Bagaimana aku bisa tenang? Apa kau tidak mengerti maksudku, Kak?" Lama-kelamaan suara gadis itu pun mengecil. Napasnya terdengar berat di telinga Nath.

"Labirin ilusi ini tercipta karena adanya dendam yang begitu besar dari penciptanya. Untuk menghancurkan dan menghilangkannya, kita harus bisa mengubah dendam pencipta labirin ilusi ini menjadi sebuah kerelaan. Namun, kita sendiri tidak tahu siapa penciptanya." Ungkap Jane dengan gusar.

Bagaimana tidak? Kali ini mereka harus dihadapkan dengan orang yang memiliki energi hitam yang hebat. Jane pikir energi penciptanya pun terasa begitu asing. Energi yang terpancar pun sepertinya bukan berasal dari energi manusia.

Setahu Jane hanya iblis saja yang punya energi semacam ini. Namun, ketika dia berusaha fokus pada energi labirin, dia merasakan energi dari bangsa lain. Bukan energi dari manusia, jin, ataupun iblis apalagi hewan, tapi...

... energi dewa-dewi.

*******

Dibilang hidup tapi tidak berdaya, dibilang mati tapi masih bisa bernapas. Kata-kata itu sangat mendeskripsikan sekali keadaan Gerald dan Alba di tiang salib yang ada di tengah-tengah labirin ilusi milik Artemis. Keduanya tersadar setelah dipindahkan dari dalam istana. Alam bawah sadar mereka menolak keras ketika tubuh mereka sudah ingin menyerah. Mungkin berkat itu mereka masih hidup sampai saat ini.

"Apa kita akan begini selamanya?"

Alba menggeleng lemah. "Mereka akan segera menemukan kita. Tunggu saja. Jika nanti aku berhasil dilepaskan dari tiang salib, aku ingin segera mencopot gelarku. Rasanya gelar ini hanya akan membebaniku saja. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi kali ini, tapi aku merasa sudah lelah."

Gerald lantas tersenyum kecil. "Kau bisa melepas gelarmu dengan mudah karena kau bukan pemilik asli tubuh yang sekarang sedang kau gunakan. Namun, aku harap kau tidak melakukannya. Hitung-hitung sebagai balasan karena telah menggunakan raga Alba, kau harus bertahan sampai akhir, Jimmy."

Alba menghela napas panjangnya yang entah mengapa terasa begitu sesak. "Jika sosok Alba asli saja sudah menyerah akan keadaannya, lantas bagaimana caraku untuk tetap mempertahankan tubuh ini?"

Bahkan setelah mati karena Raymond, Jimmy masih merasa kalau hidupnya di dunia lain sama saja seperti dulu. Kacau dan banyak masalah.

Gerald pun menyeringai, "Jim, dunia yang kau tempati itu begitu luas. Sekarang atau nanti kau masih harus banyak belajar tentang makna hidup.
Aku tahu itu tidak akan mudah, tapi jangan menyerah."

Alba pun menyipitkan matanya yang sudah sipit. "Kau ingin aku tetap bertahan karena biar bagaimanapun juga Alba adalah temanmu?"

Gerald yang tubuhnya masih lemas lantas terkekeh. "Apa kau lupa? Aku masih cemburu ketika ingat jika Alba adalah cinta masa lalu istriku. Aku bahkan berharap agar kau selamanya ada di sini. Aku tidak tahu apa sebenarnya jiwa Alba sudah benar-benar pergi atau belum, tapi aku harap kau lebih mendominasi tubuhnya. Keinginan semacam itu tidak mungkin ada jika aku adalah temannya, kan?"

Alba atau kadang kita panggil dengan sebutan Jimmy itu pun terdiam. Dalam keheningan, dia merasa kalau sedikit demi sedikit efek Nineteen Area mulai merasuk lebih dalam ke tubuh Gerald. Energi sihir putih pria itu sudah mulai bernoda hitam sedikit demi sedikit.

"Kau mulai berubah. Kau sadar akan hal itu?"

Kekehan Gerald lantas terhenti, ekspresi pria itu pun berubah menjadi datar. "Mau serela apapun diriku pada masa lalu Elzha, masih ada kemungkinan bagiku untuk memiliki kecemburuan ini. Kisah mereka sudah selesai, tapi tidak semudah itu untuk berlama-lama berada dalam satu tempat dengan orang yang pernah dicintai oleh kesayanganku saat ini. Jika suatu saat kau dihadapkan lagi dengan suami cinta pertamamu, apa kau sanggup untuk tetap tenang seperti sekarang? Jim, bukankah kau masih mencintai Lithamy?"

*******

To be continued...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top