13 - Minotaur
Arion, Vyache, Justin, dan Luke kebingungan ketika cahaya di sekitar mereka berkurang drastis dan menelan keempat teman Serikat mereka. Nath, Melody, Eric, dan Jane seharusnya masih berdiri tepat di samping mereka, tetapi sekarang, di mana mereka semua berada?
Belum sempat jawaban di dapatkan, suara langkah beberapa orang menyapa indra pendengaran mereka. Sulit untuk mengetahui wujud seseorang dalam kegelapan, tetapi ketika Luke tiba-tiba menyalakan pemantik api yang selama ini selalu ada di sakunya, mereka mendapatkan beberapa sosok monster menghampiri mereka dengan nafsu membunuh yang kental.
"Minotaur...."
Tiba-tiba makhluk berkepala dan ekor banteng dengan tubuh manusia itu mengayunkan gada besi yang dibawanya ke arah Luke. Karena tidak siap dengan serangan yang diterimanya, Luke pun langsung terlempar cukup jauh dari tempatnya berpijak.
"Luke! Mengapa kau tidak menggunakan sihir elemenmu saja untuk menahan serangan makhluk-makhluk ini?"
Luke berusaha bangun sambil menggeleng lemah. Shit! Dia tidak tahu mengapa dan bagaimana bisa dirinya tiba-tiba sulit mengeluarkan sihir elemen petirnya. Apa ini karena pengaruh dari kutukan Nineteen Area? Tapi mengapa efeknya baru bekerja sekarang? Jika dia adalah Alba atau Gerald yang mendapatkan efek langsung dalam jumlah besar, ini terdengar masuk akal, tapi...
"Awas, Luke!!" Teriakan Vyache yang nyaring pun mengusik lamunan Luke. Pria dengan tanda petir di mata itu langsung melompat ke arah Arion yang berada di atas tembok labirin nan tinggi. Tunggu dulu... tembok labirin? Apa maksudnya... sejak kapan tanaman berbentuk labirin itu berubah menjadi tembok batu seperti ini?!
"Lupakan keterkejutanmu pada perubahan tempat ini, Luke! Tidak ada waktu lagi! Menghindar sekarang dari makhluk itu!" Justin berteriak sambil berlari dan melompat ke sembarang tempat demi menghindari bogeman gada besi milik minotaur.
"Teman-teman! Sepertinya labirin ini punya lapisan anti sihir yang tebal! Kita terjebak sekarang!" Arion melompat turun dari atas tembok dengan modal kenekatan. Pemuda itu sebenarnya ingin keluar dari tembok, tetapi ketika salah satu kakinya baru saja diayunkan keluar, percikan petir yang muncul dari tembok itu justru menyerang saraf-saraf nya dengan spontan.
Dengan mengandalkan tongkat sihir yang bisa dia gunakan sesekali, Arion pun mengubah para Minotaur menjadi batu setelah dirinya memunculkan sapu terbang dari tongkat panjang nan kecil itu.
"Hebat juga tongkat sihir buatan Gerald, ternyata ada gunanya juga selama ini Arion membuntuti raja itu setiap waktu. Jika bukan karena hal itu, tubuh ini tidak akan mendapatkan kesempatan untuk memiliki cadangan sihir semacam ini."
Iris mata Arion berubah menjadi hitam kebiruan dan itu berarti sekarang Victor yang naik ke permukaan. "Mari kita bermain-main lagi seperti dulu...."
Sebelum datang ke Nineteen Area, Victor sendiri pernah memimpin banyak orang dengan posisi dan keadaan yang membahayakan nyawa. Nyawa orang yang dia jaga itu penting, tetapi melindungi diri sendiri adalah kewajiban. Jika tanpa menggunakan sihir, tubuh Victor sudah benar-benar terlatih.
Victor turun ke tanah dengan dua pedang kembar yang sudah adabdi kedua tangannya. Pria itu tersenyum miring sambil ancang-ancang menyerang para minotaur yang anehnya datang semakin banyak. "Welcome to terrible game!"
Orang-orang dari dunia Victor hanya tahu jika pria itu pandai menggunakan senjata api tanpa tahu bahwa dia juga bisa menggunakan pedang.
Victor menebas setiap minotaur yang maju menyerangnya sambil menyeringai puas. Percikan darah berbau busuk mengganggu hidung dan langsung mengotori tubuhnya dalam beberapa kali tebasan pada monster itu.
"Uuhh, bau darahnya begitu busuk! Shit, kalau begini terus-menerus, aku bisa tumbang karena tidak tahan dengan bau darah mereka!"
Victor mundur beberapa langkah untuk menjadikan syal yang digunakannya sebagai penutup hidung sebelum akhirnya kembali membalas serangan dari minotaur yang sudah berbaris untuk giliran mendapatkan tebasan pedang darinya.
"Aku baru tahu jika ternyata Arion bisa melakukan hal semacam ini." Ungkap Luke heran.
"Tubuhnya Arion, tapi jiwa yang menguasai tubuh itu adalah Victor. Lihat saja warna iris matanya." Justin yang tidak mau kalah dari Victor kini berusaha lebih keras untuk membunuh minotaur lebih banyak lagi.
Jika Victor menggunakan dua pedang kembar untuk menyerang, maka Justin hanya perlu menggunakan dua buah kunai yang selalu dia selipkan di tas senjata yang melingkar di pinggangnya semenjak masuk ke dunia Nineteen Area.
Dua teman lama dengan wajah baru itu tanpa sadar sudah bahu-membahu menumpaskan monster. Jumlah monster yang mereka tebas dan sayat sangatlah banyak, tetapi entah mengapa para minotaur tidak kunjung berhenti bertambah.
Melihat hal ini, tiba-tiba saja Vyache memakai kacamata sihir untuk pencarian yang khusus dirinya buat bersama salah satu anggota serikat. Foxy namanya, kalau tidak salah.
"Aku curiga jika hal ini ada sangkut pautnya dengan sihir. Tidak mungkin minotaur hanya mengepung satu tempat saja dari seluruh tempat yang telah mereka lewati."
Hal ini sudah lama berlangsung dan ketika Vyache ingin mengggunakan delete magic demi mempersingkat waktu, Luke tiba-tiba melompat turun dari labirin dan mendarat tepat di depan Vyache.
"Biar aku yang menggunakan itu. Kau bantu diriku saja untuk mengumpulkan sihir ke dalam lacrima milikku." Celetuk Luke sambil mengalungkan sebuah kalung tali berliontin petir di leher Vyache.
"I-ini apa?" Jarak Luke dan Vyache yang tipis membuat gadis itu langsung menahan napas.
Luke pun tersenyum kecil. "Kalung itu ada lacrima milikku. Aku minta transfer energi tambahan darimu. Dari kita berempat, energi sihirmu yang sekarang masih banyak. Memang tidak bisa dikeluarkan lewat tubuhmu sekarang, tapi masih bisa dikumpulkan kepada lacrima ini. Boleh?"
Vyache reflek mengangguk dan Luke bisa dengan tenang untuk kembali fokus pada serangannya terhadap minotaur.
Luke menutup kedua mata sambil merapalkan mantra delete magic. Untuk sekadar informasi, kebanyakan orang memiliki satu sihir tambahan setelah mendapatkan kutukan Nineteen Area. Itu adalah delete magic yang fungsinya untuk menghilangkan pengaruh dari sihir yang berlawanan. Fakta uniknya, hanya orang berambut pirang alami saja yang bisa menggunakan delete magic. Di Stormhigh Guild, ada beberapa yang memilikinya. Kalau tidak salah ingat, orang-orang itu adalah Luke, Akira, Vyache, Justin, dan Max Thunder.
Begitu selesai membaca mantra yang jauh lebih sulit daripada mantra penghancuran Golden Wall, saat Luke membuka mata, warna iris matanya sudah berubah menjadi semerah darah.
Luke memposisikan tangan kanannya seperti sedang menggenggam sebuah bola. Dengan cepat energi petir kuning berputar-putar teratur hingga membentuk sebuah bola sihir yang lumayan besar. Pria itu kemudian menghantarkan bola sihir itu kepada Vyache.
"Kau lemparkan bola sihirnya ke arah sekumpulan monster itu, sekarang!"
Vyache mengangguk patuh dan melemparkan bola sihir yang didapatnya ke langit, kemudian mengarahkan jari telunjuknya untuk mengarahkan sihir penghancur. Menurut gadis itu, delete magic kurang efektif cara kerjanya jika tidak dibarengi dengan sihir penghancur. Seperti cara menghentikan kebakaran, kau harus lebih dulu memadamkan sumber api, baru bisa menyingkirkan asapnya.
Bola sihir itu meledak dengan keras dan dalam hitungan detik semua minotaur bahkan mayat minotaur yang bergeletakan lenyap seketika. Seakan-akan apa yang mereka hadapi tadi adalah ilusi semata.
"Monster-monster itu menghilang tanpa sisa, tapi sisa kekacauan yang mereka buat terlalu nyata. Lihat, bajuku bahkan berlumuran darah mereka. Lihat juga sekitar kita, semuanya porak-poranda."
Justin dan Victor langsung jatuh terduduk di tanah dengan napas yang terasa berat. Peluh keringat dan debu serta darah minotaur membuat wajah keduanya tampak mengerikan. Sementara itu Vyache berniat melepas kalung milik Luke dari lehernya.
"Jangan! Kau jangan lepas kalung itu. Pakai saja."
Vyache meringis dan reflek menyentuh kalung lain di lehernya. Ah, tiba-tiba ia jadi ingat dengan Guren. Di mana Guren sekarang?
"Kita istirahat dulu saja sekarang untuk memulihkan tenaga. Aku tidak tahu ada hal apa yang sedang menanti kita di depan, tapi sebaiknya kita harus berhati-hati. Nyawa teman-teman kita berharga, tetapi jika kita kehilangan nyawa kita, mereka semua juga akan mati."
Luke reflek menarik tangan Vyache dan mendudukkan gadis itu di bawah pohon apel kering yang berada tidak jauh dari taman bunga yang berada tepat di depan Justin dan Arion. "Tunjukkan di mana lukamu, Vy."
"A-apa yang kau katakan? A-aku baik-baik saja." Vyache langsung memalingkan wajah saat melihat ekspresi serius Luke dari dekat. Gadis itu merasa hawa di sekitarnya mendadak terasa begitu gerah.
"Aku melihat satu minotaur memukul bahumu. Kau yakin itu tidak berbekas? Coba, biar kulihat...."
Vyache reflek menyentuh bahu kanannya dengan tangan kiri. Karena tergesek tangan dan kain baju tiba-tiba, gadis itu sontak meringis kesakitan.
Luke berdecak pelan dan tanpa aba-aba langsung menarik ke bawah kain baju yang menutupi bahu Vyache. "Lihat! Bukan hanya memar, kau juga berdarah! Apa tadi minotaur dengan gada berduri yang memukulmu?"
Vyache mengangguk pelan dengan wajah yang memerah padam. Hanya bagian baju di bahu saja yang ditarik turun, tetapi mengapa dirinya merasa begitu malu?
"Eghhh... jangan ditekan terlalu dalam, Luke. Ini sakit...." Tiga jari Luke selain jempol dan kelingking memang langsung menekan luka milik Vyache. Pria itu dengan tenang mengeluarkan sihir penyembuhnya.
Namun, erangan pelan Vyache justru membuat Justin dan Arion yang hampir saja tertidur karena kelelahan langsung melotot horor. Keduanya pun menoleh cepat ke arah pohon apel kering yang sedang menaungi Luke dan Vyache. Jika dilihat dari kejauhan, keduanya seperti sedang bermesraan secara terang-terangan.
"Wow, aku tidak menyangka jika mereka bisa senekat itu. Lihatlah, Justin... oy, Jus—
Justin yang tadi masih rebahan di tanah samping Victor pun langsung berteleportasi ke tempat Luke dan Vyache.
—tin."
Victor yang kini sudah menjadi Gazelle lantas tersenyum kecil. "Di mana pun kau berada, kau selalu saja memiliki hubungan rumit dalam hal percintaan. Entah mengapa aku bisa langsung merasa lelah walau hanya sekadar mengingat kisahmu, Justin."
Gazelle lantas beranjak dari tanah yang dia pijak, lalu memilih duduk di bangku taman yang dibuat dari elm tree. Pria itu kemudian memutuskan untuk menutup mata barang sejenak.
Namun, walau baru saja beristirahat, tiba-tiba bunyi dinding labirin terdengar begitu keras di segala penjuru. Gazelle yang saat ini sedang beristirahat, sontak memeta ke setiap sudut dinding labirin di sekitarnya.
"Shit! Labirinnya berubah lagi?!"
*******
To be continued...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top