12 - Labyrinth Garden

Seluruh wilayah istana Kerajaan Lavenrose berubah total saat Golden Wall sudah hancur menjadi tumpukan batu di taman bunga. Langit pun tiba-tiba menjadi gelap dengan awan hitam dan kilat serta guntur yang berdatangan. Suara angin kencang terdengar jelas ketika menerpa dedaunan sebuah pohol apel di taman yang hampir mati karena pengaruh sihir Golden Wall.

Dalam sekejap, semuanya kacau.  Langit wilayah istana pun semakin mendung. Taman itu lebih mirip seperti pemakaman.

"Aku akan memulai permainan ini sekarang." Artemis yang sampai sekarang ini masih mengambil peran sebagai seorang manusia biasa, kemudian menjentikkan jari tangan kanannya enam kali, lalu mengucapkan sebuah mantra khusus.

"Obscura huius mundi, da mihi potestatem creandi! Colligunt haec omnia elementa naturalia! Omnia ex voto crea! Cladis labyrinthum crea!"

Seluruh wilayah istana bercahaya merah terang dan ketika cahaya itu menghilang, semua tempat pun berubah menjadi sebuah taman labirin raksasa.

"Dulu saat berada di alam yang lain, aku tidak bisa sembarangan menggunakan kekuatanku karena itu akan menggangu tugas dewa-dewi yang lain. Namun, sekarang aku tidak peduli lagi. Saat ini aku adalah seorang manusia dan aku ingin bebas mengendalikan semua kekuatan ini. Permainan labirin ini akan menyenangkan untuk disaksikan. Kuharap begitu."

"Ada jebakan apa saja di labirin itu, My Goddes? Tidak mungkin labirin sebesar ini tidak memiliki rintangan selain bentuk labirinnya yang rumit saja. Ya, kan?"

Artemis lantas terkekeh pelan. "Tentu saja ada beberapa rintangan di dalam sana. Namun, sebelum kau tahu apa saja rintangannya, aku ingin kau tahu beberapa peraturan dalam permainan yang aku buat."

Ichi reflek mengerutkan dahi. "Ada peraturan juga di dalam permainan petaka ini?"

"Ya. Ada beberapa peraturan yang sudah kutuliskan di atas kertas. Lihatlah...."

Ichi kemudian menerima kertas beraroma lavender dari Artemis. Ketika membaca isinya, gadis tampan itu menganga lebar.

Isinya begini....

1. Tidak akan ada orang yang bisa terbang ataupun menggali tanah di wilayah labirin demi tujuan keluar dari permainan.

2. Sihir yang memanfaatkan energi alam tidak akan bisa digunakan.

3. Jaga baik-baik seseorang yang akan pergi bersamamu. Jangan ragukan dia.

4. Kalian hanya punya satu nyawa untuk bertahan sampai akhir demi melewati setiap labirin, maka berhati-hatilah. Sekali kalian mati, kalian tidak akan hidup lagi di dunia nyata.

5. 'Tombol' stress solutions ada di tengah-tengah dahi setiap orang dan hanya bisa digunakan dua kali untuk memberikan bantuan.

6. Bertahanlah sampai akhir agar bisa melepas Gerald dan Alba yang sudah dirantai tepat di tengah-tengah labirin.

"Gerald dan Alba sudah sadar?" Ichi bertanya sambil melipat kertas pemberian Artemis.

"Harapan hidup mereka sudah semakin tinggi ketika menyadari seberapa gentingnya suasana sekitar mereka. Apalagi kali ini mereka juga mendapatkan informasi mengenai kebenaran tentang Nineteen Area."

Ichi memiringkan kepala, "dari mana mereka tahu mengenai informasi itu? Bukankah tidak ada seorang pun yang tahu mengenai detail informasi ini kecuali Anda?"

Artemis tersenyum dingin sambil mengepalkan tangan. "Sebelum benar-benar lahir sebagai seorang manusia, Hera mendapatkan penglihatan tentang semua kisah hidupnya dari awal hingga akhir oleh Hades. Ingatan itu hanya bertahan selama dua jam dan mungkin dia memanfaatkan waktu untuk mencatat semua hal-hal penting yang kiranya akan membantu dirinya demi menjalankan hukuman."

"Mengapa tidak Anda hancurkan saja buku itu?"

Artemis pun menghela napas panjang. "Untuk melihat buku itu, aku bahkan tidak bisa sama sekali. Kabarnya saja aku dapatkan karena tidak sengaja mendengar tentang hal ini ketika Florios diberitahu oleh Thanatos sebelum mati dan lahir kembali sebagai Lyvia. Florios diberi tugas oleh Thanatos untuk mencari keberadaan buku itu. Katanya selain menulis tentang hal-hal yang dapat membantu kehidupan Hera, ada beberapa rahasia Olympus yang juga dibeberkan olehnya."

Artemis kemudian mengarahkan jari telunjuknya yang mengeluarkan sinar putih memanjang ke arah labirin dari atas tebing di pinggir pantai yang menghadap istana langsung. "Mari kita mulaikan permainan ini. Bersiaplah...."

*******

Arion, Vyache, Justin, Nath, Melody, Eric, Jane, dan Luke. Hanya sisa mereka saja yang sekarang ada di dalam labirin. Semua orang mulai menghilang satu per satu setelah wilayah istana terus mengalami perubahan latar tempat yang ekstrem.

"Dari yang aku tahu, wilayah istana Kerajaan Lavenrose tidak pernah punya rancangan bangunan seperti ini. Mengapa sekarang tiba-tiba bisa ada labirin sihir di sini? Bagaimana bisa Golden Wall di taman mawar rusak dalam sekejap?" Rengut Arion ketika berkacak pinggang sambil memeta keanehan-keanehan reruntuhan tembok di hadapannya. Wajah dan jiwa-jiwa pria itu boleh saja merupakan seorang pribadi yang tenang, tetapi jika itu merupakan pribadi asli Arion, maka siapa yang bisa mengira kalau pemilik wajah bak seorang malaikat itu punya ketenangan yang sudah lumayan lama rusak oleh keadaan?

"Pedang Jayden... di antara kalian semua, apa ada yang tahu bahan utama bilah pedangnya?" Semua orang langsung menatap ke arah Vyache.

"Aku merasa bilah pedangnya punya aliran petir yang begitu mirip dengan elemen sihirku. Entah bagaimana bisa bilahnya berubah menjadi besi seperti itu. Mungkin itu besi yang dialiri petir atau bisa jadi petir asli yang diilusikan sebagai besi."

Luke yang tiba-tiba membalas pertanyaan Vyache, kini membuat semua orang jadi berpikir. Sebenarnya Lyvia dan Ichi pergi ke mana, sih? Apa mereka menyusul Jayden dan Akira?

"Aku pernah menantangnya berduel menggunakan pedang milikku yang berelemen air. Aku juga mendapati aliran listrik dari petir di dalam air yang tidak sengaja terciprat ke tanganku. Pedangku sedikit terkontaminasi oleh energinya dan sampai sekarang pedang airku tidak bisa dikembalikan ke semula. Jika itu listrik dari petir biasa, efeknya akan segera menghilang setelah kubawa ke pandai besi, tapi tidak dengan efek petir milik Jayden. Aku jadi berpikir kalau pedang itu punya energi petir abadi." Tambah Eric sambil menunjukkan bilah pedang airnya yang sekarang memiliki muatan listrik dari petir.

"Jayden pernah bilang padaku jika dia sengaja bergabung di serikat kita untuk menemukan kekasihnya yang sudah lama menghilang. Dia sempat menjalin kasih dengan Vyache, tetapi akhirnya putus karena beberapa alasan. Sekarang dia justru menghilang tanpa jejak setelah menghancurkan apa yang sangat ingin kita hancurkan." Ungkap Jane sambil melirik sekilas reruntuhan Golden Wall.

"Sebelum datang ke dunia ini, di dunia kami yang sebelumnya, pernah sekali aku melihat Jayden terbang bersama Lyvia dengan awan putih bermuatan petir ungu di bawah kaki mereka. Aku kira kegiatan terbang itu adalah salah satu bagian dari latihan mereka. Namun, ketika aku tanya pada Jayden tentang hal itu, dia berkata aku sedang berhalusinasi. Jika dulu aku percaya-percaya saja, tetapi sekarang tidak." Justin pun ikut-ikut menambahkan informasi untuk membantu Vyache dalam tugasnya.

Semua orang pun mengangguk setuju. Hanya saja, Nath tiba-tiba mengangkat tangan kanannya seperti ingin memberitahu tentang sesuatu. "Jayden punya elemen petir tahap paling tinggi. Bahkan aku pernah sekali melihat listrik petir ungunya menyambar pepohonan hingga hancur terbakar."

Melody mendengarkan satu per satu isi ucapan kawan-kawannya dengan serius hingga akhirnya sadar jika dia juga punya informasi tentang Jayden. "Guys, dari semua informasi yang kalian beritahu, sepertinya aku masih punya satu lagi hal yang belum kalian dengar. Begini... apa dari kalian sudah ada yang pernah melihat isi dari buku tua di kamar Jayden?"

"Buku apa itu?"

Melody pun menggeleng pelan, "Entahlah, tetapi Jayden bahkan pernah membuka buku itu di depanku. Dia membacakan salah satu isi dari buku itu. Kalau kudengar sekilas, kalimat dari isi buku itu sedikit mirip dengan mantra penghancur yang dulu pernah kita rapalkan bersama-sama."

"Bahasa Latin, maksudmu?" Tanya Arion memastikan. Setelahnya, Melody pun mengangguk kecil.

"Ya, kau benar, Vyache."

*******

"Aku tidak mengerti mengapa buku itu sekarang bisa berada di tangan Jayden. Paling tidak seharusnya buku itu ada di tangan Vyache. Aku harus bagaimana sekarang?"

Apollo yang saat ini duduk bersama dengan Lyvia, reflek menepuk pelan kepala gadis itu. "Itu hal yang bagus. Sebagian rahasia yang dibeberkan mungkin membahas tentang Zeus. Jika buku itu di tangan Jayden, kau tidak perlu bersusah payah lagi untuk mencarinya. Lagipula, setelah kau mendapatkan bukunya, kau diminta untuk menyerahkannya pada Zeus agar bisa dilenyapkan. Ya, kan?"

Lyvia pun mengangguk walau ragu. "Tapi aku harus bilang apa pada Thanatos nanti? Aku merasa tidak berguna meskipun dewa penjemput nyawa itu bahkan sampai meminta tolong padaku."

Apollo tersenyum masam, lantas menyentil dahi Lyvia. "Bilang saja kalau ayah dan suami Hera sudah menyelesaikan tugas untukmu. Hitung-hitung sebagai penebusan dari kesalahan masa lalu Zeus padamu."

Lyvia reflek mengangguk lagi. "Kalau sudah menyelesaikan tugas begini, berarti mulai sekarang aku bisa mengejar Luke, kan? Aku sedikit menyukainya sekarang."

Apollo sontak merengut tidak suka. "Kau sudah tidak mencintaiku lagi seperti dulu?"

Lyvia terkejut mendengar ungkapan Apollo. Gadis itu lantas terkekeh pelan. "Apa sekarang kau sudah mulai menyukaiku? Jika akhirnya kau bisa mencintaiku seperti dulu aku mencintaimu, maka akan aku pikir-pikir lagi rencanaku untuk mendekati Luke. Bagaimana?"

Apollo lantas memeluk erat Lyvia. "Aku akan belajar setia padamu seperti Eros yang setia pada Psyche. Jangan kejar siapapun setelah kau mendengar ucapanku kali ini. Oke, Meli?"

Lyvia tertawa renyah setelah mendengar rengekan Apollo yang terdengar begitu manis dan menggelitik kalbunya. Gadis itu benar-benar bahagia sekarang. Mengingat kalau dirinya butuh beratus-ratus tahun untuk hidup sebagai pemuja Apollo. Pada akhirnya, kini dia pun mendapatkan kesempatan untuk dicintai balik oleh orang yang dia puja. Bukankah itu hal yang sangat indah?

"Meli...."

"Hmm, kenapa?"

"Bolehkah aku menciummu?"

Lyvia tersenyum manis lantas mengangguk setuju. "Ya, tentu saja."

Apollo menangkup wajah Lyvia, memiringkan sedikit kepalanya agar hidung mereka berdua tidak beradu. Pria itu tersenyum kecil kemudian mengecup pelan bibir gadisnya sebelum ciuman yang lebih intens dia berikan.

Ciuman hangat penuh cinta di pinggir tebing pantai yang terjadi bersamaan dengan matahari tenggelam menandakan sebuah hubungan baru dimulai.

Dari jarak yang sedikit jauh, Artemis melihat ciuman Apollo dan Lyvia dengan senyum yang merekah. "Matahari tenggelam dan ciuman mereka juga akan menjadi pertanda kalau permainan akan segera dimulai."

*******

To be continued....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top