Unexpected Answer

Di balkon rumah kini ada Lisa dan Arga yang sedang menikmati waktu berdua selepas acara lamaran yang diawali ajakan nikah dari Arga lalu secara tidak terduga yang diterima Lisa sebagai jawabannya. Kedua keluarga memberikan ruang untuk mereka berdua saja, karena saking kagetnya dengan jawaban Lisa, Arga meminta waktu untuk berbicara dengannya.

Berkali-kali Arga mengembuskan napas dengan wajah mengkerut karena tidak menyangka Lisa menerima lamarannya.

“Lo kenapa sih? Bete gitu kayaknya gue terima lamarannya?” Lisa yang menyadari kekesalan Arga pun angkat bicara.

“Yah, gimana gue nggak bete?” jawab Arga, “maksud lo apa terima lamaran gue?”

“Loh? Jadi lo maunya gue nolak gitu?”

“Gue pikir lo bakal nolak!” Arga mendecak. "Emangnya lo yakin mau nikah sama gue?”

Lisa langsung tertawa. “Denger ya! Kita tunangan bukan berarti bakal nikah!”

“Di mana-mana kalau udah tunangan pasti nikah!”

Lisa menggeleng. “Enggak! Jangan terlalu yakin dulu! Karena manusia boleh berencana, tapi Tuhan yang menentukan! Belum tentu lo jodoh gue!”

“Kalau ternyata gue jodoh lo? Gimana?”

“Ih! Enggak! Amit-amit!” Lisa begidik. “Mending Damian yang jadi jodoh gue!” Seketika Lisa mengatupkan bibirnya. Sial! Dia lalu melirik Arga yang sedang memicingkan mata curiga ke arahnya.

“Damian? Maksud lo, Damian Alexander?”

“Ya iyalah! Siapa lagi?” Sudah terlanjur basah, mending Lisa mengaku saja. “Gue 'kan ngefans sama dia! Lo pasti enggak lupa 'kan beberapa waktu lalu gue datang ke acara Meet and Greet dia?”

Arga manggut-manggut. Tentu saja dia tidak lupa kejadian di mana dia memperkenalkan Lisa sebagai calon istrinya itu pada sepupunya, Damian. “Jadi, lo ngefans sama dia?” Lisa mengangguk. “Berarti lo udah baca dong novel-novelnya dia?”

“Ya iyalah!” ucap Lisa dengan percaya dirinya. “Lo enggak lihat waktu itu gue beli sembilan buku buat dia tandatangani?”

“Gue lihat kok,” angguk Arga lalu dia memasang ekspresi menyelidik kepada Lisa. “Gue hanya penasaran aja nih, novel dia yang mana yang jadi favorit lo?”

Lisa menelan ludah. Novel Damian yang jadi favoritnya? Lisa sama sekali enggak tahu! Karena dia sendiri belum pernah baca novel-novelnya Damian! Bahkan buku yang baru dibelinya waktu itu aja belum dibacanya!

Arga terkekeh menyadari keterdiaman Lisa. Dia yakin Lisa belum pernah sama sekali membaca novel-novelnya Damian. “Lo tuh sebenarnya ngefans sama dia apa enggak sih?”

“Apaan sih? Ya iyalah gue ngefans sama dia!”

“Ngefans tapi enggak pernah baca novel-novelnya?” sindir Arga yang langsung dibalas Lisa dengan mata melotot. “Kenapa? Gue bener, kan? Jangan bilang lo ngefans dia karena ganteng?”

Lisa langsung menertawakan sindiran Arga. “Jangan sok tahu deh, ya! Lo juga ganteng, tapi sorry aja gue enggak ngefans sama lo!”

What? Arga merasa sudah salah mendengar ucapan Lisa yang mengatakan dirinya ganteng. Ada gelenyar aneh menggegerogoti dirinya yang seketika membuatnya merinding. Gila nih cewek!

“Emangnya ada alasan lain apa selain ganteng yang bikin lo ngefans sama dia? Gue sangsi kalau lo ngefans karena karya-karya dia!” Arga memperlihatkan bahasa tubuh yang benar-benar menyindir selera Lisa yang hanya melihat dari fisik saja.

Lisa memutar bola matanya dengan malas. Dia tidak bodoh! Dia tahu betul kalau Arga sudah meremehkan dirinya. “Lo beneran mau tahu alasannya?” tanyanya sambil bersidekap, “tanggal lahir Damian. Itu satu-satunya alasan gue tertarik dan ngefans sama dia!” Lisa mengibaskan rambutnya yang sebahu di depan Arga lalu beranjak pergi. Tepat sebelum menghilang dibalik pintu, Lisa membalikkan badannya. “Kalau tanggal lahir lo sama dengan gue, mungkin gue bisa sedikit tertarik sama lo, tapi sayangnya…” Tanpa melanjutkan kata-katanya, Lisa meninggalkan Arga yang terheran-heran sendirian di balkon.

“Apa dia bilang tadi? Tanggal lahir?” Arga berkali-kali mendecak sambil terus berusaha mencerna perkataan Lisa. “Tunggu dulu, apa itu berarti tanggal lahirnya sama dengan tanggal lahir Damian?” Senyum tipis tersungging di kedua sudut bibir Arga. Baru kali ini dia mendengar sebuah alasan yang unik untuk tertarik sama orang. Dasar cewek aneh!

∆∇∆∇∆

Amel yang baru pulang kuliah, kaget setengah mati saat masuk ke kamarnya. Dia melihat sahabatnya, Lisa, duduk bersandar di atas tempat tidurnya dengan sebuah buku yang sedang dibacanya.

“Akhirnya lo pulang juga, Mel!”

“Lo ngapain di kamar gue?” Ekspresi wajah Amel kebingungan melihat novel-novel Damian berserakan. “Lisaaaaa! Apa-apaan sih ini jadi berantakan begini!”

Emang sudah jadi tabiat Lisa kalau main ke rumah Amel pasti ada aja yang dia berantakin di kamar sahabatnya itu. Membuat Amel seketika harus ditensi!

Lisa malah tertawa tidak bersalah melihat Amel marah-marah. “Lo lucu banget sumpah kalau lagi ngomel-ngomel!”

“Lisaaa!” Amel melempar sebuah guling ke wajah Lisa.

“Aww! Amel ih!” Lisa meringis.

“Bodo amat! Beresin enggak kamar gue sekarang!?” ancam Amel, “kamar gue astaga! Udah kayak abis dirampok!” umpatnya kesal.

Lisa mencebikkan bibirnya. “Tenang aja sih, Mel! Gue ini yang ngerampok!” ucapnya santai sambil memungut satu-persatu novel Damian.

Amel menggeram kesal. “Emangnya lo mau ngerampok apaan sih?”

Lisa menyengir lebar. Sambil memeluk novel-novel Damian, dia berlari kecil mendekati Amel lalu menyodorkan buku-buku itu. “Ini! Gue pinjem ya semuanya? Please?” rayunya dengan ekspresi anak kecil yang dibuat-buat.

Bukannya termakan rayuan, Amel malah menatap Lisa curiga. Ada angin apa, Lisa tiba-tiba mau pinjem novel-novelnya Damian? Padahal sejak dulu, Amel selalu menawarkan untuk meminjamkan novel penulis favoritnya itu, tapi Lisa tidak pernah tertarik.

Bukannya Amel tidak tahu kalau Lisa berencana mendekati Damian dan sudah jelas-jelas menyatakan sebagai penggemarnya Damian. Namun, Amel juga tahu betul, seorang Julisa Cancerita paling tidak berminat untuk membaca novel.

“Kalau lo pinjem, tapi enggak lo baca mah percuma!” ucap Amel seakan memberi tanda kalau dia menolak untuk meminjamkan.

Lisa menghela napas. “Gue mau pinjem, karena gue mau baca novelnya, Mel! Serius deh!”

“Tumben amat?” tanya Amel curiga. “Bukannya lo paling enggak suka baca novel, ya?”

“Sekarang mah beda! Lisa yang sekarang, mau baca novel demi Damian!”

“Serius lo?”

“Iya! Serius!” Lisa meyakinkan Amel. “Lagian ini juga 'kan berkat lo!”

“Berkat gue apaan? Emang gue ngapain?”

“Ide lo itu, Mel! Yang nyuruh gue manfaatin Arga biar gampang pendekatan sama Damian.”

“Hah?” Amel menatap Lisa terkejut. “Lo terima lamarannya si Arga?”

Lisa mengangguk. “Dan gue mau baca novel-novelnya Damian, biar lebih mudah nanti pendekatannya! Mungkin aja 'kan pas gue baca novelnya, gue jatuh cinta sama penulisnya!”

Amel langsung menjitak dahi Lisa. “Mana bisa begitu Juleha! Lo pikir semudah itu jatuh cinta, hah?”

Lisa merungut. “Yah, gue bilang mungkin aja! Lagian enggak lucu juga kalau nanti gue ngobrol sama Damian, tapi gue sama sekali enggak tahu novel-novelnya!”

“Terserah lo deh, Lis! Terserah!”

“Jadi? Boleh enggak pinjem novel-novelnya?”

“Iya, boleh! Tapi kalau sedikit aja ada yang rusak, lo harus—”

“Tenang aja, gue pasti ganti novelnya kalau sampai rusak.”

“Dih! Enak aja! Siapa yang minta lo ganti?”

“Terus? Kalau enggak diganti, lo maunya apa?”

Amel tersenyum licik. “Pokoknya kalau sampai ada yang rusak itu buku…” Sejenak dia menatap novel-novel Damian dipelukan Lisa, lalu menatap sahabatnya. “Lo enggak boleh jatuh cinta sama Damian!”

Lisa melotot mendengar ucapan sahabatnya. “Astaga Amel! Jahat banget sih!”

Amel menjulurkan lidahnya, “Bodo amat, Lis! Bodo amat!”

∆∇∆∇∆

Damian membuka grendel pintu sebuah kamar lalu memasukinya. Kamar itu cukup besar dan luas juga terlihat rapih dan bersih. Wangi apel mint dari pengharum ruangan menguar menambah kesegaran udara kamar tersebut.

Sesaat, Damian menghirup dalam-dalam udara menyegarkan itu dengan mata terpejam. Kedua sudut bibirnya terangkat naik ketika sekilas melihat bayangan sosok Ibu yang dirindukannya. Terima kasih, Tante Rahajeng.

“Ini bakal jadi kamar lo, Dam!” Arga menepuk bahu sepupunya lalu duduk di sofa. “Gue inget banget dulu almarhum nyokap lo suka tidur di kamar ini kalau sedang menginap.”

Damian mengangguk. “Dan gue lebih suka tidur di kamar lo.” Mereka lalu tertawa mengingat kenangan masa kecil.

“Kata nyokap, Tante Rahayu suka banget sama wangi pengharun ruangan ini. Dia juga sama sekali enggak merubah apapun yang ada di kamar ini. Nyokap membiarkannya persis dengan terakhir kali nyokap lo menginap di sini.”

Damian mengembuskan napas. Dia ikut duduk di sofa tepat di samping Arga. “Saat gue pertama kali masuk kamar ini tadi, gue tahu, nyokap lo enggak merubah apapun yang ada di kamar ini. Karena gue langsung merasa nyokap gue ada di sini. Kenangannya tiba-tiba aja muncul.”

“Lo pasti kangen banget sama nyokap lo, ya?”

“Banget, Ga! Enggak akan ada yang bisa menggantikan dia sebagai sosok ibu bagi gue.” Damian terdiam sejenak. “Kecuali nyokap lo.”

“Nyokap gue?”

Hmm” Damian menyandarkan punggungnya. “Mungkin hanya nyokap lo kini yang bisa menggantikan sosok nyokap gue.”

“Jadi? Rencananya kapan lo bakal pindah? Kita harus atur jadwal nih, jangan sampai pas lo pindahan, eh nyokap enggak ada di rumah.”

“Kalau hari minggu besok, gimana?”

“Mm, bisa kayaknya. Nanti gue bilang nyokap gue.”

“Ok.” Damian setuju. “Oh ya, gimana sama lamaran lo? Sukses?”

Arga memasang ekspresi malas. “Jangan dibahas, deh!”

Wait… jangan bilang lo ditolak?”

Arga menggeleng. “Dia terima lamaran gue!”

“Serius?” Damian tertawa terbahak-bahak. “Selamat ya, Ga! Akhirnya lo benar-benar punya calon istri!”

Arga mengacak rambutnya kasar. “Gue masih enggak habis pikir kenapa tuh cewek terima lamaran gue! Bener-bener di luar dugaan!”

“Yah, mungkin dia memang tertarik sama lo?”

“Enggak, Dam! Enggak!” Arga tertawa sarkastik. “Lo enggak tahu aja, dia punya alasan tersendiri buat tertarik sama orang dan lo tahu enggak alasannya itu….”

Damian mengerutkan dahinya melihat Arga tidak melanjutkan ucapannya. “Alasannya apa?”

Arga tidak menjawab, tapi dia menatap Damian dengan tampang selidik. “Dam, lo lahir tanggal 9 Juli, kan?”

Damian mengangguk. “Tumben, lo nanya-nanya tanggal lahir gue?”

“Enggak apa-apa, gue hanya mau memastiin sesuatu aja.”

Arga berpikir mungkin saja tanggal lahir Lisa sama dengan tanggal lahir Damian. Tanggal lahir yang menjadi alasan Lisa tertarik dengan Damian. Dia harus memastikan, apa benar tanggal lahir Lisa juga tanggal 9 Juli?

∆∇∆∇∆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top