jodoh?
Dari dulu, aku terbiasa hidup susah dan terbiasa hidup senang. Kalau kata Bu RS (mamak), aku tuh terlalu semuanya bisa. Terlalu mati rasa. Makan makanan nggak enak masih bisa dikunyah, masih bisa kenyang dan tidak mengeluh. Dikasih makan enak, habis juga tanpa nambah berulang kali. Bahkan untuk makan pizza, aku Cuma bisa dua slice doang. Itu udah kenyang banget. Untuk tidur pun, aku bisa tidur tanpa alas sama sekali. Maksudnya? Yes, di lantai.
Apalagi sekarang sejak aku suka begadang sambil mainin lepi, kalau ngantuk tinggal baringin badan dengan kaki yang terkadang masih bersila, pejamkan mata, lalu hilanglah kesadaran. Pokoknya, untuk ketahanan mental menghadapi apapun, aku cukup bisa diandalkan deh. Bahkan pernah waktu kos, karena sesuatu hal, aku makan nasi putih doang di kos temen. Dia tanya, bisa ya makan tanpa lauk? Aku bilang, bisa dong. Tinggal gigit sampai lembut, kunyah. Apa susahnya? Dan dia pun menggelengkan kepala.
Mungkin kalian bingung kenapa bahas ini. Tentu aja selain pamer (biasalah orang sombong kan), aku juga mau bilang, ada kalanya sifat seperti ini sangat diperlukan. Suatu hari, saat aku dan keluargaku terpuruk akibat sang ayahanda sibuk beramal pada janda, kami tetap bisa bertahan karena sifat yang seperti ini. Kami berjuang (teng tereng teng teng), dan kami bisa bertahan sampai saat ini. Luar biasa? Nggak sih. Masih banyak yang lebih hebat dari aku sebenarnya.
Cuma, sebagai perempuan, aku merasa bangga loh. Kenapa? Aku tergabung dalam salah satu group yang dijadikan wadah para perempuan mengeluhkan suami dan pelakornya. Setiap hari ada saja keluhan, yang suami tidak memberi nafkah, suami kasar, suami suka main perempuan, suami bla bla bla dan bli bli bli. Ingin ku berteriak, nah bagaimana aku yang belum bersuami. Hahaha.
Kadang miris ya, melihat perempuan dianggap segitu rendahnya. Kalau mengikuti ajaran agama, wanita itu dimuliakan. Cuma kadang teori sama praktek beda. Dalam agama kan wanita dibilang melayani suami, dan pas praktek, wanita itu pelayannya suami.
Kalau bisa, pas suami pulang kerja ditanya, "mas capek?" padahal suaminya kerja di kantor yang kerjaannya dikit sedang sang isrti dari pagi sampai malam adaaaaaaaaaaaaa aja yang dikerjain.
Dan suami dengan wajah lesu bilang, "Namanya kerja. Bikinin makanlah. Capek banget nih.."
Wkwkkwkkw, itu konsep suami istri lama seperti orang tuaku. Loh, kakak kok membuka aib? Ini buat pelajaran. Agar sang wanita mengerti agar sang pria perduli. Rumah tangga itu bukan tentang tuan dan pelayan. Tentang suami istri, dimana harusnya suami merasa berkewajiban memenuhi semua kebutuhan rumah tangga dan sang istri merasa berkewajiban mendukung semua keputusan suaminya, menjaga harta suaminya, dan menjadi sandaran saat suaminya lelah. Kadang ya meleset, perempuan dipaksa melaksanakan konsep suami istri ala perbudakan dan suami bebas melaksanakan konsep suami sesuka dia.
Kalau di wattpad enak. Suami celup sekali, ketahuan, langsung ngemis-ngemis minta maaf. Jangankan bersujud, mungkin kalau bisa dia memetik bulan udah dia petik. Di dunia nyata? Pretttttt! Apalagi istrinya itu biasa aja dalam artian, mukanya biasa aja, uangnya biasa aja, keluarganya biasa aja, dll. Kan gitu perempuan tuh, pas gadis beuh kelihatannya cantik. Pas udah sah jadi istri dalam jangka waktu lama, suami udah mulai bosan, jadi kalau masih cantik pun kadang kelihatan jelek. Dia butuh yang segar-segar. Itu kenapa selingkuhan nggak selamanya cantik. Laki laki hanya sedang butuh variasi. Hanya???? Itulah yang buat kesal, mereka menganggap perselingkuhan itu 'hanya'.
Kembali ke permasalahan suami istri, kalian tau Mama Dedeh kan? Ituloh, sang mama yang dijadikan panutan emak-emak ceriwis. Emang Mama Dedeh cerewet banget gaya bicaranya. Dulu aja, aku selalu ganti siaran kalau bagian dia. Tapi itu karena aku nggak dengerin ceramah dia sampai full. Memang benar kata orang, jangan dipenggal. Ucapan seseorang yang hanya sebagian bisa membuat kita berpendapat yang beda kalau kita mendengarkannya secara full. Aku suka dengar dia sekarang setiap pagi. Dia wanita strong, kalau ada perempuan yang curhat gaya menye-menye dengan status sebagai korban suami yang tidak mau menafkahi, pasti dia marah balik. Dia bilang, makanya jadi wanita itu kerja. Kerja apa aja asal halal. Jangan mau bergantung sama suami akhirnya tetap bertahan karena takut kalau cerai malah nggak bisa makan.
Konsep ini mendungukan wanita. Dia menyandarkan semua hidupnya pada pria. Padahal, nggak juga. Memangnya pas sama si laki-laki ngasih uang banyak? Kalau kayak Hotman Paris iya deh, mau gimana-gimana uang ngalir cuy, kalau kata mama Badrun Kribo (cintaku di rumah susun), yang penting uang bulanan lancar!!!
Ini, udah harga diri diinjak-injak! Burungnya dicelup sana-sini di barang nggak steril! Uang nggak dikasih! Mulutnya macam petugas kebun binatang yang suka absen peliharaannya!
Apa yang kau harapkan? Berkah?
Pahami konsep berkah secara agama! Seperti apa suami yang dianjurkan agama? Laki-laki yang membawamu dalam kesusahan dan kesesatan? Atau lelaki yang bisa membimbingmu dalam kebenaran? Justru kalau membawa konsep agama, udah lama kamu jauhi pezina, penjudi, penipu, apalagi kalau sampai pendusta agama. Jangankan puasa, mungkin solat aja dia enggak. Jangankan solat, percaya Tuhan aja dia mungkin enggak. Itu namanya iman palsu!
Aku perempuan, aku ingin perempuan maju dan bisa menghargai dirinya sendiri sebagaimana dia ingin dihargai!
Banyak perempuan yang hina karena dirinya sendiri. Lantas dia mengeluh kenapa nasibnya seperti ini?
Katanya dia bertahan demi anak padahal, maaf, dia membawa anaknya dalam kesusahan. Karena mempertahankan suami yang penjudi anak jadi putus sekolah. Anak yang putus sekolah jadi pekerja kasar karena tidak memiliki ijazah dan keterampilan. Saat menikah, dia tidak mampu memberikan nafkah yang cukup pada keluarga. Begitu seterusnya. Siklusnya jadi, yang kaya tambah kaya yang miskin tambah miskin.
Saya sendiri, masih muda, dan waktu itu saya baru tamat kuliah. Lapangan pekerjaan sedikit. Saya melamar jadi guru privat yang lokasinya berjauhan, gajinya dipotong sama lembaga bimbel, dan karena kurang saya nyambi jadi pembantu. Pembantu? Iya! Apa yang hina? Halal kok gajinya. Malah saya bangga sama keluarga saya. Sebegitunya saya ingin memberikan nafkah ke mereka. Gaji yang saya kumpulkan? Lebih banyak dari pada jika saya menjadi guru honorer di pekanbaru. Serius? Iya. Saya pernah hampir jadi guru tapi saya memperhitungkan gaji dan kebutuhan saya. Rasanya tidak akan cukup makanya saya menyerah.
Ah, itu kebetulan.
Tidak sayangku. Tidak ada kebetulan. Tapi harus ada niat. Bekerja itu nggak harus yang berjabatan. Cukup yang halal dan wajar. Seandainya tidak mendapatkan pekerjaan yang sekarangpun, saya memang tetap tidak mau jadi guru honorer. Saya lebih memilih ke Malaysia jadi TKI. Eitsss, TKI itu nggak Cuma jadi pembantu, sayangku. Ada pekerja pabrik. Gajinya? Lebih tinggi dari PNS.
Apa saya nggak mau kerja jadi TKI padahal saya sarjana?
Saya lebih malu mengobral kemaluan hanya demi saweran.
Saya bukan orang sok suci. Tapi, saat seseorang berkencan di hotel dengan beberapa pria secara bergantian dengan harapan uang, meski berkedok pacar, saya anggap dia sama dengan PSK. PSK terselubung.
Dan, masalah menikah, saya memang belum menikah di usia saya sekarang yang sudah ke 2X. Apa saya risih? Ya, saya risih dengan pertanyaan kapan nikahnya? Nanti kebutu monopause.
Konsep, jodoh di tangan Tuhan, saya salah satu penganutnya. Saya percaya, kalau jodoh tidak kemana. Bukan karena usia saya sudah begitu, lantas besoknya siapapun yang bertanya langsung saya iyakan. Saya tidak mau menambah daftar pasangan yang baru sebulan sudah viral di fb karena sang pria ketahuan menghamili kekasihnya, atau tinggal serumah dengan pelakor, atau masuk ke tv sebagai korban kdrt.
Begini, seorang suami tidak harus mapan, tapi dia harus matang. Secara usia, sikap, finansial, moral, dan agama, itu harus matang. Bagi saya, dia matang secara finansial itu, memiliki pekerjaan tetap. Paling tidak orangnya rajin dan hemat. Jangan sampai gaji dua juga, uang rokok, pomade, pulsa, dll, habis 1.950.000,-. Sisa 50ribu? Mau makan apa?
Matang secara agama, tidak harus yang berjanggut panjang, bercelana cingkrang. Cukup, dia tau kewajibannya sebagai seorang laki-laki dalam agama sehingga mampu jadi imam agar saat ia tersesat ia kembali karena tau meski tidak ada yang tau kebusukannya tapi Allah maha melihat. Selain itu, dia juga bijaksana dalam bersikap. Bukan pria yang gampang dihasut, dibujuk, dan dimonopoli. Dia harus berpendirian.
Ah, berat kali pun kak syaratnya.
Berat? Bah! Padahal itu yang ditekankan masalah karakter. Apa sebegitu rusaknya karakter pria jaman sekarang?
Pikirkan kita sebagai wanita. Kita harus bersedia diangkut sama suami untuk masuk ke dalam kehidupannya. Saat menjadi seorang istri, kita juga merangkap jadi ibu rumah tangga. Saat pasangan belum memiliki anak, yang pertama di protes? Istri!
Sebagai seorang istri kita akan disorot bagaimana kita memperlakukan suami, memperlakukan mertua, menggunakan uang belanja, mendidik anak, menjaga nama baik suami, dan merawat diri agar tetap terlihat menarik di depan suami. Padahal, setelah menikah suami justru terkesan semena-mena. Perempuan harus jaga badan tapi suami boleh bertambah buncit. Kalau suami selingkuh apa langsung disalahkan? Tidak! Orang akan bertanya dulu kepada istrinya, kenapa bisa begitu? Kamu ada salah mungkin? Kamu kurang lihai, mungkin? Dan lain lain. padahal kita perempuan, terindikasi dekat dengan pria lain saja sudah langsung dihujat. Jadi, dengan beban yang begitu banyak, apa tidak boleh kita memilih?
Bisa aja, sebenarnya, saya memilih sembarangan. Tapi itu nanti membuat saya jadi istri durhaka. Maksudnya? Saya benci pria royal padahal uangnya tidak berlebih. Saya benci pria yang bicaranya tidak berilmu alias asal geplak. Saya benci pria yang meski sudah menikah selalu bersikap seolah dia lajang. Dan, saya benci pria yang tidak bisa membuat saya merasa hormat. Semua itu saya benci dalam konteks, pasangan hidup. Jahat? Iya. Saya memang jahat. Kalau saya nggak senang sama seseorang, saya biasanya langsung nggak nyaman dan kalau berdekatan, hati haya selalu bergejolak. Makanya saya sahabatnya dikit aja. Yang benar-benar klop. Sedangkan sahabat aja saya pemilih banget, apalagi pasangan hidup. Sampai tua loh, maunya.
Contohnya kakak saya. Suaminya itu orang jawa. Dia sering sepele sama suaminya karena lamban mengambil keputusan. Kalau kami wanita batak kan, iya iya enggak enggak. Kalau menurut logika itu bisa, lakukan. Kalau enggak ya jangan. Tapi, abang ipar tuh unggul di bagian sayang keluarga. Pria yang sayang keluarga, akan menyayangi keluarga barunya. Kedua, abang jujur masalah pendapatan. Pria yang jujur mendatangkan kepercayaan sang istri. Ketiga, abang ingin kakak selalu cantik. Artinya, dia jujur kalau penampilan fisik itu penting. Dia tidak masalah uang belanja banyak habis ke kosmetik. Lah, daripada suami yang suka marah kalau istrinya belanja kosmetik tapi akhirnya belanjain kosmetik pelakor?
Saya nggak bilang kalau akan selamanya abang ipar itu baik. Tapi, kalau awalnya baik dan nanti dia jadi tidak baik, akan lebih kuat perasaan kakak untuk mengembalikan abang ke karakternya yang baik. Beda kalau sudah sesat sedari awal.
Di rumah itu, Bu RS nggak pernah nanya kapan nikah. Dia telah gagal dan dia tidak ingin itu terjadi pada anaknya. Dia tau, rasa sakitnya diduakan oleh pasangan hidup itu seperti apa. Dan tau, kalau luka seorang wanita itu lama sembuhnya.
Di kantor, bos besar itu perempuan. Sama seperti aku dia itu kurang suka kerjaan rumah. Dia hanya suka bersih-bersih tapi untuk menata dan memasak, dia tidak suka. Tapi kalau kerja, badannya tidak pernah lelah. Nah, selain kami berdua, sisanya laki-laki. Bagaimana mereka? mereka malah suka pekerjaan rumah. Mereka suka bersih-bersih dan memasak. Kadang mereka bawa hasil masakannya ke kantor buat dikasih ke aku. Terkadang aku miris ya. Kenapa? Aku merasa secara finansial aku lebih mandiri. Dan aku masih lajang. Mereka? mereka belum mandiri dan sudah memiliki anak. Mereka sanggup beli nasi bungkus padahal pengeluaran banyak sedang aku lebih suka bawa bekal. Makan di luar sesekali. Terkadang aku mikir, beginikah ayahku dulu? Di saat kami hemat-hemat di rumah dia malah makan enak di luar sendiri?
Aku selalu salut dengan seorang wanita, khususnya ibu. Apalagi ibuku. Dia banyak mengalah. Kadang dia benar tapi karena suami tersinggung dengan ucapannya dia yang minta maaf. Saat lebaran tiba, dia lebih memikirkan baju baru untuk anaknya. Saat ada buah, dia memastikan dulu anaknya sudah dapat semua atau belum. Kalau ada uang sisa, dia simpan uangnya. Dia punya cita-cita, anaknya tidak boleh seperti dia. Dulu, kosmetik yang dia pakai hanya lipstik tidak seperti aku yang mengkoleksi kosmetik dari a sampai o. Belum sampai z. Belum selengkap itu. Itupun dia cari yang murah. Sedangkan ayahku dulu? Parfum, minyak rambut, rokok, pulsa, itu pengeluaran bulanan yang rutin belum termasuk biaya-biaya lainnya.
Kalau dibilang, bagaimana perbandingannya. Aku membandingkan 10.000.000:1. Saat membuat aku ada. Sepasang suami istri bercinta. Sang suami pasti puas makanya keluar sperma. Sang wanita? Belum tentu. Setelah itu, pria akan mengeluarkan spermanya lagi. tidak ada pengaruhnya sama sekali. Sedang wanita, sejaki kehamilan di hari pertamanya sampai sembilan bulan kedepannya, menyimpan janin dalam perutnya. Setelah melahirkanpun dia masih harus menyusui. Dan pria, masih begitu-begitu saja. Bahkan banyak pria yang tidak tahan dengan fase ini dan berselingkuh karena ingin memuaskan birahi padahal sang istri sedang tidak bisa.
Itu kenapa, kembali lagi, aku mencari seseorang yang matang secara karakter. Karena apa? Karena aku bukan tipe perempuan yang tidak mau bercerai saat aku merasa suamiku menindas, berselingkuh, dan tidak mampu menafkahi. Aku percaya, meski Tuhan membenci perceraian, tapi saat kita merasa suami hanya merusak kehidupan dan iman kita, kita berhak meminta perpisahan. Jodoh di tangan Tuhan bukan di tangan kita. Saat kita memilih menikah dengan seseorang, belum tentu dia jodoh yang digariskan Tuhan. Bisa jadi kita salah pilih, itu kenapa masih ada perceraian. Karena Tuhan, tidak membisikkan secara langsung siapa jodoh kita sebenarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top