Part 11 - Final
Somi tersenyum melihat Sehun yang tampak menggendong seorang bayi laki-laki dengan kaku. Pria itu bersikeras untuk mengambil alih, karena Somi yang masih lemah setelah melahirkan.
Semalam, ketika Somi hendak membersihkan diri di kamar mandi, tiba-tiba darah segar mengalir dari tubuhnya. Membuat Somi histeris dan berteriak ngeri melihatnya. Sehun pun segera membawa Somi ke rumah sakit dengan wajah yang memucat dan luar biasa panik.
Dokter mengatakan bahwa bayinya sangat aktif, sehingga tali plasenta hampir putus dari dinding rahim. Alhasil, itulah yang menyebabkan pendarahan dan harus segera dilakukan tindakan, karena kandungan Somi baru memasuki 36 minggu dan belum ada kontraksi.
Oleh karena itu, Somi menjalani operasi sectio untuk melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Oh Young-Soo, dengan panjang 52 cm dan berat 4.2 kg. Setelah melewati masa pemulihan pasca operasi, obat bius pun memudar sehingga Somi bisa merasakan sakitnya pada bagian bawah perut. Sayatan pada tubuh jelas bukanlah hal yang menyenangkan.
“Aku mengasihimu, Anakku,” bisik Sehun lembut, tapi masih bisa didengar Somi.
Somi kembali tersenyum dan menghela napas setelahnya. Menjadi ibu di usia yang masih muda, memberikan ketakutan pada dirinya sendiri. Stres melanda dan kini, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika keluar dari rumah sakit.
“Ada apa, Yeobo?” tanya Sehun, membuyarkan lamunannya.
Somi mengerjap bingung. “Dimana anakku?”
“Sudah diambil alih oleh Suster Kepala.”
Somi mengangguk saja. Sehun tersenyum dan menarik kursi untuk duduk di samping ranjang Somi, lalu meraih satu tangan Somi untuk digenggam dengan erat.
“Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Sehun lembut.
Somi menggelengkan kepala.
Sehun tersenyum lagi, kali ini dengan sebuah usapan lembut di perut Somi, dan tidak sengaja mengenai bagian yang tertutup perban hingga Somi meringis nyeri.
“Sakit? Apakah obat biusnya sudah hilang? Aku akan memanggil dokter,” tanya Sehun cemas.
“Tidak usah. Biusnya akan hilang setelah 8 jam dan aku sudah diberikan obat penghilang nyeri. Tapi tidak apa-apa, aku masih bisa menahannya,” jawab Somi, yang membuat Sehun terlihat sedih.
“Maafkan aku. Kehamilan ini begitu menyiksamu. Aku tidak akan melakukan kesalah...,”
“Tidak, Oppa! Jangan sembarangan berbicara! Kehamilan tidak menyiksa, dan membuatku hamil bukan kesalahan. Aku adalah istrimu dan akan menjadi ibu dari anak-anakmu. Mengalami kesakitan saat mengandung dan melahirkan adalah wajar. Jangan menambah rasa cemasku dengan harus menghadapimu yang terus merasa bersalah,” sela Somi.
Sehun menatap Somi lirih. “Maafkan aku.”
Somi mengangguk.
“Lalu apa yang membuatmu cemas?” tanya Sehun.
“Aku takut jika aku tidak bisa menjadi Ibu bagi Young-Soo,” jawab Somi sedih.
“Kenapa kau berkata seperti itu?” tanya Sehun dengan ekspresi tidak setuju. “Kau sudah berjuang untuk melahirkan dan memberinya kehidupan seperti ini adalah pembuktian bahwa kau adalah ibu yang hebat untuk anak kita.”
“Itu memang sudah kodrat wanita untuk mengandung dan melahirkan, Oppa.”
“Saat kau diberi kesempatan untuk menjalani kodrat wanita, itu berarti kau sudah dipercaya untuk menjadi seorang Ibu, Yeobo.”
Deg! Somi membulatkan mata, menatap Sehun dengan kaget dan sedih di saat yang bersamaan. Tidak pernah rasanya, Somi merasa begitu sedih dan cemas seperti ini. Jika ada hal baru yang datang dalam hidup, dia akan bersemangat dan membuktikan diri bahwa dia mampu. Tapi sekarang? Entah kemana semangat pantang menyerahnya itu.
“Aku takut,” ucap Somi lirih.
Sehun beranjak dari kursi dan segera memeluk Somi untuk memberikan ketenangan. Dia mencium pucuk kepala Somi dengan dalam, mengusap punggungnya lembut, dan tersenyum lebar.
“Kau lupa jika masih ada aku yang menemani,” ujar Sehun sambil mendongakkan kepala Somi agar bisa melihatnya. “Aku adalah suamimu, yang akan selalu mendampingi dan membantu untuk merawat Young-Soo. Kita sama-sama belajar menjadi orangtua terbaik versi kita sendiri, demi Young-Soo.”
Somi mengangguk dan memeluk Sehun manja. Dia tidak bisa mengatasi hal ini sendiri tanpa Sehun. Dia sudah menjadi seorang istri, yang artinya dia tidak lagi hidup sendiri. Masalahnya akan menjadi masalah bersama. Kebahagiaannya akan menjadi kebahagiaan bersama. Suka dan duka akan menjadi masa pembelajaran bagi dirinya dan Sehun.
“Terima kasih, Oppa. Terima kasih sudah hadir sebagai penyempurna hidupku.”
“Aku yang berterima kasih karena kau hadir dan mengisi kekosongan dalam hatiku, Yeobo. Juga, terima kasih sudah menjadikanku seorang ayah.”
“Aku sudah menjadi ibu berkat dirimu.”
“APA YANG KALIAN BERDUA LAKUKAN DI SINI?”
Mendengar seruan yang tiba-tiba, membuat Sehun dan Somi spontan melepaskan pelukan. Tampak Nyonya Oh, ibu mertua Somi datang dengan mata terbelalak kaget.
“E-Eomeoni,” ucap Sehun gugup. “Kau sudah tiba? Kenapa tidak mengetuk pintu?”
Sehun segera menghampiri Nyonya Oh dan mengambil alih barang bawaannya.
“Pintu terbuka dan kukira tidak ada orang. Ternyata, kalian bermesraan di sini,” jawab Nyonya Oh dengan nada penuh sindiran.
“Maaf,” gumam Sehun pelan.
Nyonya Oh mengabaikan permintaan maaf Sehun dan segera mendekati Somi untuk melihat keadaan. “Bagaimana keadaanmu? Apa kau baik-baik saja?”
“Sudah lebih baik,” jawab Somi pelan.
“Setelah melahirkan, kau tidak boleh disentuh selama 40 hari. Kau masih berdarah dan rahimmu dalam masa pemulihan. Jika suami brengsekmu memaksa, hajar saja. Memang dikira sebagai wanita itu tidak susah? Melahirkan anak sudah kesusahan, belum lagi harus merawatnya. Para lelaki hanya tahunya nafsu saja!”
Somi mengatupkan bibir sambil melirik Sehun dengan bingung. Pelukan yang dilakuman mereka, sepertinya sudah disalahartikan oleh ibu mertuanya.
“Eomeoni, jangan salah paham. Aku hanya menenangkan Somi yang sedang cemas,” protes Sehun dengan wajah kesal.
“Kau hanya mencari-cari kesempatan!” balas Nyonya Oh galak, lalu mengalihkan pandangan kembali pada Somi. “Somi, tidak perlu kuatir. Aku akan menjagamu selama masa pemulihan. Aku akan datang setiap pagi dan ibumu akan datang setiap sore. Kau tidak usah kuatir. Yang kau lakukan, cukup menyusui bayimu dan makan makanan yang sehat saja.”
Somi tersenyum. “Terima kasih, Sieomeoni.”
“Dimana ibumu?”
“Eomma sedang pergi membelikan bahan masakan untuk membuat makanan untukku.”
“Baiklah, sembari menunggunya, aku ingin melihat cucuku.”
“Eomeoni, ruangan bayi ada...”
“Aku tahu! Tidak usah memberitahuku! Jangan macam-macam selagi aku meninggalkan kalian,” sela Nyonya Oh dengan mata memicing tajam ke arah Sehun.
Sehun hanya mendengus dan menahan caci maki yang tertahan di tenggorokan. Dia mulai merasa gerah dengan sikap ibunya yang terlalu berlebihan seperti itu. Tanpa membalas apapun, Sehun membiarkan ibunya keluar dari kamar perawatan Somi.
“Apakah memang seperti itu, jika ibumu berbicara padamu?” tanya Somi heran.
Sehun menggelengkan kepala dan kembali duduk di kursi yang tadi ditempati, tepat di sisi ranjangnya. “Eomeoni merasa kecewa padaku saat aku menjadi kacau, setelah gagal menjalin hubungan sebelumnya.”
Somi terdiam. Teringat dengan wanita sialan yang sudah mengacaukan hidup Sehun, dan seenaknya kembali beberapa bulan yang lalu.
“Kurasa dia sangat menyayangimu,” ucap Somi lembut. “Hanya saja, dia tidak mau terlalu menunjukkannya, sebab kuatir kau akan mencemaskan perasaannya melihat dirimu yang kacau.”
Sehun mengangguk dan tersenyum. “Dia juga kaget ketika aku bilang ingin menikah. Dia tidak percaya tapi aku meyakinkannya. Tapi melihat dirimu yang masih terlalu muda, dia takut kau akan menyerah.”
Alis Somi terangkat. “Apakah dia takut aku akan meninggalkanmu?”
Sehun mengangguk. “Dia takut aku akan bertingkah dan membuatmu tidak nyaman, lalu menyerah. Sebenarnya, dia berusaha untuk membuatmu tenang dan membuatku merasa perlu lebih banyak bertanggung jawab karena sudah menikahi gadis di bawah umur.”
“Aku sudah cukup umur saat menikah denganmu,” koreksi Somi cepat.
“Aku tahu. Tapi, kau adalah yang termuda di keluarga. Orangtuaku sempat cemas dengan darah muda yang labil.”
“Aku tidak labil.”
“Aku tahu.”
“Aku akan menemanimu sampai hari tua.”
“Aku sudah yakin sejak pertama melihatmu.”
“Kalau begitu, jangan cemas, Oppa. Aku berjanji untuk tetap berada di sisimu, sekalipun banyak badai kehidupan yang akan datang.”
“Tentu saja.”
Somi tersenyum dan menatap Sehun dengan sorot mata penuh cinta. Merasa bersyukur telah mendapatkan hati dari Sehun, menjadi spesial di hidup pria itu, dan menjadi ibu dari anak-anaknya.
Seumur hidupnya, Somi tidak pernah merasa begitu yakin ketika memutuskan untuk menikah di usianya yang muda. Bahkan, dia pun belum lulus sarjana. Tapi dia tidak peduli, sebab bersama dengan Sehun, dia akan melewati setiap tahap kehidupan dengan lebih baik. Juga ada Young-Soo yang melengkapi keluarga kecilnya.
“Aku mencintaimu, Oppa,” ucap Somi dengan seluruh perasaannya.
Sehun tersenyum lembut, membelai kepalanya dengan penuh rasa sayang, dan menatap Somi tajam. “Aku merasakan lebih dari itu.”
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Cerita ini sudah berakhir pada
05 Juli 2019 (11.07 AM)
Short story yang cukup membuatku senang bisa menyelesaikannya.
Mudah2an kalian bisa menikmati cerita singkat ini.
Sampai jumpa di cerita yang akan datang
Borahae 💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top