NK 8

NK 8

Bismillah.

Assalamualaikum.

🌼🌼🌼

Suara ketukan pintu kamar membuat Tita yang sedang tertidur itu pun kini terbangun. "Siapa?" tanyanya seraya mengucek mata.

"Gue, Ta. Bangun lo!  Udah siang nih." Suara dari balik pintu membuatnya harus bangkit dari kasur.

Tita melangkah ke depan pintu kamar sambil menguncir asal rambut panjangnya. Saat pintu terbuka, ia bersandar di pinggir pintu sesekali masih menguap.

"Apaan sih, lo, Tom? Pagi-pagi ke sini nggak ada sopan-sopannya," celetuk Tita kesal.

Tommy mendorong tubuh Tita masuk kembali ke kamar, ia lalu menutup pintunya dari dalam. Menarik tangan sepupunya itu untuk duduk di tepi ranjang. Sementara ia berdiri menatap gadis di depannya dengan tatapan hendak menginterogasi.

"Ta, beneran kemarin lo dicium cowok itu?" tanya Tommy penasaran.

Tita tersenyum kecil. "Lo, pagi-pagi dateng ke sini cuma mau nanyain itu doang? Astaga, Tommy."

"Gue serius, Ta? Itu berita emang kemarin tuh nyebar cepet banget. Nyokap lo marah-marah pas tahu di tivi. Untung bokap lo lagi tidur. Bisa jantungan kalo tau."

Tita mulai menanggapi dengan serius, ia kini kebingungan harus bilang apa kalau sampai ayahnya tahu semua itu.

"Trus, gimana dong, Tom? Duh video itu pasti udah banyak yang nonton." Tita berdiri dan berjalan mondar mandir karena panik.

"Lo tenang aja. Tadi pagi, semua berita sama video lo itu udah nggak ada," sahut Tommy dengan senyum kecil.

Tita menoleh, menatap sepupunya tak percaya. "Kok bisa?"

"Ya mana gue tahu. Pas gue cek tadi pagi, udah nggak ada. Bersih. Malah sekarang yang lagi rame tuh, ada aktor Korea yang lagi naik daun datang ke Indonesia. Jadi, ya berita lo lenyap gitu aja."

Tita bernapas lega, "Alhamdulillah."

Tommy pun melangkah keluar kamar Tita, tapi gadis itu menarik tangannya. "Bentar, lo mau ke mana? Lo masuk ke sini tadi nyokap gue ada?"

"Ada, dia izin hari ini katanya. Soalnya, bokap lo dah bisa pulang hari ini. Gue disuruh bangunin lo. Buruan deh mandi! Trus jemput bokap lo."

"Iye, udah sono lo keluar!"

Tommy menurut, ia melangkah ke depan pintu. Namun, seketika ia berbalik badan kembali menghampiri Tita. "Ta, gimana rasanya dicium?" ledeknya.

Tita mendelik, tangannya hendak memukul bahu Tommy. Sontak cowok itu pun berlari keluar sambil tertawa cekikikan.

Sementara Tita tersenyum kecil dengan wajah yang memerah. Masih teringat jelas saat wajah Daffa mendekatinya, terlebih ketika bibir itu menggigit pelan bibir bawahnya. Rasanya seperti ribuan kupu-kupu tengah berada di atas perutnya.

🌼🌼🌼

Di kediaman Hanggono, seluruh keluarga tengah berkumpul di ruang makan. Kedua adik Daffa yang masih bersekolah terlihat buru-buru. Karena keduanya sama-sama sedang menjalani ujian sekolah.

"Pah, Mah, kita duluan, ya. Ayo!" Dimas menarik kerah baju adiknya dari belakang untuk segera bangkit dari duduk.

Daniel, sang adik pun sontak berdiri masih dengan roti di tangan. Ia pun menyeruput susu putih miliknya. Lalu terhuyung berjalan mengikuti langkah sang kakak. Mereka berdua berangkat sekolah bersama dengan diantar oleh sopir pribadinya.

"Rencana kamu hari ini apa, Daffa?" tanya Hanggono.

Daffa tampak malas, masih teringat jelas saat ia pulang semalam langsung dihadiahi tamparan keras oleh sang papa. Membuatnya sedikit kecewa, karena Hanggono tak mau dengar penjelasannya mengapa ia bisa melakukan itu semua.

"Daffa, Papa sedang bicara sama kamu!" Nada suara Hanggono sedikit keras. Ia masih merasa kesal, melihat Tita, putri kesayangannya itu main dicium begitu saja oleh Daffa. Meskipun ia sudah dibesarkan seperti anak kandungnya sendiri. Namun, ia takut kalau sampai Daffa mempermainkan hati Tita.

"Belum tahu, Pah. Mungkin aku di rumah saja. Mau istirahat," jawab Daffa sambil menggigit roti.

"Kalau kamu, Vid? Kuliah?" tanya Hanggono pada putra keduanya yang sejak tadi asyik di depan layar ponsel.

"Iya," jawab David singkat, tanpa menoleh.

Hanggono mendengkus kesal, "Kalian itu, kalau orang tua sedang berbicara. Tolong hargai sebentar saja."

"Sudah, Pah. Sabar." Rahayu berusaha menenangkan suaminya.

"Daffa, sekarang kamu siap-siap. Kita ke rumah Tita!" titah Hanggono.

Daffa melotot, menatap sang papa dengan kening bertaut. "Mau ngapain, Pah?"

"Mau ajak dia ke butik, buat fitting baju pengantin," ujar Hanggono.

Seketika ketiganya menatap Hanggono tak percaya. Terlebih Rahayu yang berada di sebelah suaminya itu. "Nggak usah buru-buru lah, Pah. Daffa kan belum kerja. Dia juga masih muda. Sayang kuliahnya kalau dia harus menikah sekarang." Ia mencoba untuk membujuk sang suami agar tak secepatnya menikahi putranya dengan Tita.

"Mah, Daffanya aja nggak nolak. Kenapa Mamah yang repot." Hanggono melirik sang istri dengan tatapan tidak suka.

"Mas, seriusan. Mau dijodohin?" tanya David sambil berbisik.

Daffa hanya diam. Tak ada gunanya juga dia nolak. Meskipun hatinya tak sepenuhnya menerima. Pernikahan bukanlah suatu permainan. Yang kapan pun bisa dilaksanakan, juga mungkin bisa berakhir begitu saja. Terlebih sang papa menikahkannya dengan sebuah kontrak perjanjian untuk rumah tangganya kelak.

"Tanpa kontrak, bisa?" tawar Daffa.

"No! Kita buat perjanjian pranikah. Papa sudah membuatnya. Sebentar." Hanggono mengeluarkan map dari dalam tas hitamnya. Lalu menyerahkan pada Daffa.

Daffa membaca perjanjian itu. Lebih tepatnya perjanjian pranikah. Pernikahan tetap berjalan seperti yang dilakukan pasangan lain. Terdaftar dan sah di mata hukum dan agama. Hanya saja, di dalam perjanjian tersebut, ada masanya.

Jika keduanya, suami-istri dalam waktu satu tahun tidak memiliki perasaan atau tidak timbul rasa suka dan cinta di antara keduanya. Maka, keduanya berhak mengajukan gugatan perceraian. Dan dalam satu tahun itu, Daffa dilarang menyentuh istrinya sendiri.

"Apa-apaan ini?" tanya Daffa lantang.

"Aku nggak boleh sentuh dia? Lalu gunanya kami menikah apa? Papa ingin kami berdosa karena tidak menunaikan kewajiban sebagai suami istri?" sambung Daffa lagi.

Hanggono tersenyum kecil melihat wajah putranya yang menolak perjanjian tersebut. Ia sengaja menuliskan itu hanya ingin tahu reaksi Daffa.

"Oh, jadi kamu mau sentuh dia? Apa kamu sudah mulai jatuh cinta?" goda Hanggono.

"Huft." Daffa merasa wajahnya memanas, merah dan malu.

"Papa hanya ingin melindungi gadis itu. Papa tidak ingin kalian melakukannya hanya karena napsu. Bukan karena saling sayang, saling suka apalagi cinta. Papa nggak mau kamu permainkan dia," ujar Hanggono tegas.

"Tenang, Bro. Cinta pasti akan tumbuh seiring berjalannya waktu," ledek David sambil menepuk bahu sang kakak.

"Pernikahan jangan dibuat mainan, Pah. Sudah, mereka nikah kontrak saja selama satu tahun. Kamu harus terima ini, Daffa. Kalian nggak akan Mama izinkan satu kamar. Mama nggak sudi punya menantu tukang bunga begitu. Malu, kalau sampai teman-teman arisan Mama tahu." Rahayu bangkit dari duduk dan meninggalkan ruang makan.

"Sudah, kamu siap-siap sekarang, Daffa. Biarkan Mama kamu." Hanggono kini yang bangkit dari duduknya menuju ke kamar.

David mendekati sang kakak, "Aku ikut!" Ia lalu berdiri, Namun tangan Daffa menariknya.

"Ngapain mau ikut segala?" tanya Daffa.

"Kenapa? Aku cuma penasaran sama gadis itu."

"Terserah, lalu gimana sama berita dan video kemarin?"

"Aman, sudah aku hapus semua video dan berita tentang kalian."

"Huft, nggak sia-sia punya adik peretas." Daffa tersenyum kecil menepuk bahu sang adik.

David tersenyum miring, memang semua berita dan video yang menyebarkan tentang Daffa dan Tita sudah berhasil ia retas dan dihapus dari media. Namun, satu video aslinya masih ia simpan rapi di laptop miliknya. Karena diam-diam David mengagumi gadis yang akan dijodohkan oleh kakaknya itu.

🌼🌼🌼

Bersambung.

Vid, please jangan suka juga ya sama Tita. Dia kakak kandung kamu 🙏😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top