NK 3
💗💗💗
Hanggono tak bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Ia masih menginginkan putrinya untuk tinggal bersama keluarganya di rumah. Ia pun berjalan mondar mandir di ruang keluarga.
"Sudahlah, Pa. Ngapain sih dipikirin. Mereka jelas-jelas menolak penawaran kita. Mereka juga sadar diri kalau nggak selevel sama kita," ucap Rahayu yang tengah duduk menonton televisi.
"Ma, mereka terang-terangan menghina kita. Merobek surat perjanjian itu. Mereka merendahkan kita begitu saja. Papa nggak bisa digituin, Ma. Papa akan balas, Papa pastikan kelak dia tak akan pernah bisa bertemu lagi dengan putrinya itu." Hanggono merebahkan tubuhnya di sofa.
Rahayu menatap sang suami tajam, "Jangan bilang, Papa mau bunuh anaknya? Please, Pa. Jangan nekat."
Hanggono tersenyum miring, "Lihat saja nanti, apa yang akan Papa lakukan pada keluarga mereka."
"Pa, ingat, Pa. Perusahaan kita ini sedang di atas. Kalau sampai Papa berbuat yang tidak-tidak, maka bisa jadi nama Papa akan jelek, dan berpengaruh terhadap karir Papa."
"Mama tenang saja, bukan Papa yang akan melakukannya. Mama kaya nggak tahu saja. Oh iya, tolong buatkan Papa kopi, ya, Ma."
"Iya, Pa."
Rahayu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke arah dapur. Dua putranya sedang duduk di ruang makan, mereka tengah menikmati mie instan.
"Kalian, kenapa makan mie malam-malam? Nggak baik buat lambung kalian," ujar Rahayu.
"Sekali-kali lah, Ma," jawab Daniel putra bungsunya yang berusia lima belas tahun.
"Papa kenapa, Ma? Dari tadi kayanya marah-marah melulu?" tanya Dimas putra ketiganya yang berusia tujuh belas tahun.
"Biasalah, kaya nggak tahu Papa kalian saja." Rahayu sibuk menuang air panas ke dalam cangkir berisi kopi hitam tanpa gula.
Seteleh selesai membuatkan kopi untuk seuaminya, Rahayu pun kembali ke depan. Sementara dua putranya masih sibuk menghabiskan makanan dalam mangkuk masing-masing.
"Mas, emang Mas Daffa mau dijodohin?" bisik Daniel pada sang kakak.
"Denger-denger sih begitu."
"Kalau aku sih nggak mau, masa sudah besar dijodohin."
"Enak juga dijodohin. Kamu nggak perlu lagi susah-susah cari perempuan yang cantik dan kaya."
"Mana buktinya? Itu Mas Daffa mau dijodohin sama anak tukang bunga."
Dimas terdiam, apa yang dikatakan adiknya barusan memang ada benarnya. Tapi tidak ada salahnya juga kalau dijodohkan. Karena selama ini ia tak pernah menemukan wanita yang benar-benar tulus. Mungkin saja kan kalau wanita itu sudah kaya, mereka pasti tak lagi matre padanya. Selama ini dirinya berpacaran dengan cewek yang hanya memanfaatkan hartanya saja.
Suara derap langkah kaki terdengar mengarah ke dapur. Seorang pria dengan mengenakan jaket motor dan tas ransel duduk di antara mereka berdua. Ia lalu mengambil gelas di atas meja dan mengisinya dengan air, lalu minum dengan cepat.
"Ah, seger," ucapnya seraya meletakkan kembali gelas di meja.
"Kalian ngomongin apaan?" tanyanya pada kedua adiknya itu.
"Itu, Mas Daffa yang mau dijodohin," jawab Dimas.
"Aku dengar lamarannya ditolak."
"Apa? Mas David serius?" tanya Dimas dan Daniel serempak.
Pria bernama David yang tak lain adalah putra kedua Rahayu itu pun mengernyit menatap kedua adiknya.
"Kalian kompak banget sih?" David terkekeh.
Dimas dan Daniel saling pandang lalu keduanya ikut meringis. Mereka berdua yang telah menghabiskan makanannya itu pun lalu menatap sang kakak dengan penuh harap. Berharap David menceritakan sebab lamaran Daffa ditolak.
"Udah ah, aku ngantuk. Mau tidur dulu!" David bangkit dari duduk. Namun, kedua tangannya ditarik oleh kedua adiknya hingga ia terduduk lagi.
"Cerita dong, Mas. Gimana Mas Daffa bisa ditolak lamarannya. Dia yang gantengnya sundul langit aja ditolak, gimana kita nanti, Mas?" Dimas menatap kakaknya tajam.
"Hey, kalian apa-apaan, sih? Lepasin tangan aku!"
Spontan keduanya melepas tangan David, dan mendengkus kesal.
"Itu pelajaran buat kalian, nggak semua cewek itu bisa dibeli dengan uang." David kembali bangkit dari duduk dan melangkah menuju tangga, lalu naik ke kamarnya.
💗💗
Esoknya di kediaman Surya.
Retno sibuk menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Dilihatnya sang suami yang sudah rapi dengan menenteng tas hitam, lalu duduk di ruang makan. Sementara sejak pagi ia belum melihat putrinya keluar dari kamar.
"Tita mana, Bu?" tanya Surya pada sang istri.
"Ibu belum lihat dia."
"Dia nggak ke kios?"
"Belum tau, Yah. Sebentar Ibu panggilkan dia ke kamarnya."
Retno melangkah menuju kamar sang putri, diketuknya pintu kamar Tita berkali-kali. Tak ada sahutan. Akhrinya ia mencoba memutar knop pintu, dan ternyata tidak terkunci. Ia melihat putrinya masih terlelap kemudian ia menutup kembali pintu kamar tersebut dan kembali ke ruang makan.
"Masih tidur, Yah." Retno menarik kursi untuknya duduk
Retno mengambikan nasi dan lauknya ke piring untuk sang suami.
"Ayah titip pesan sama Ibu, jangan sampai Tita bertemu dengan cowok itu lagi. Ayah nggak mau anak kita satu-satunya dipermainkan perasaannya dengan keluarga mereka."
"Iya, Yah. Tapi, kalau Titanya yang mau gimana, Yah?"
"Ya pokoknya Ibu cegah, Hanggono itu terkenal licik. Ayah tahu gimana dia berbisnis, segala cara dihalalkan. Ayah hanya nggak ingin anak kita kenapa-napa."
"Iya, Yah."
Setelah Ayah dan Ibunya berangkat kerja, Tita yang sebenarnya sejak tadi sudah bangun itu pun akhirnya keluar kamar. Ia duduk sendiri di ruang makan. Napsu makannya berkurang setelah sang ayah merobek surat perjanjian itu kemarin.
Tita padahal sudah membayangkan ia akan hidup bahagia bersama Daffa. Karena sebenarnya ia sudah menaruh hati dengan pria itu. Semenjak pertemuannya tempo hari di cafe.
"Tita! Tita!" Sebuah suara dan ketukan pintu dari depan membuatnya tersentak.
Tita menguncir rambutnya asal, lalu melangkah menuju pintu depan. Saat pintu dibuka, Tommy sudah berdiri di depan pintu dengan tatapan cemas.
"Loe kenapa, Tom?"
"Tita, bokap loe barusan dibawa ke rumah sakit. Babak belur," ujar Tommy dengan nada gemetar.
"Ah masa sih? Bokap gue kan kerja. Baru juga berangkat."
"Iya, waktu keluar komplek. Gue yang kebetulan ada dibelakang motor bokap loe, ngeliat bokap loe dijegat preman. Trus disuruh turun langsung digebukin. Mana sepi lagi, gue nggak berani nolong, Ta. Badan mereka gede-gede. Trus gue telpon bokap gue, dan bokap loe langsung dibawa ke rumah sakit, tadi gue udah ke sekolahan nyokap loe, katanya belum sampe. Makanya gue ke sini dulu deh, ngabarin loe. Ayo!" Tommy menarik tangan Tita.
"Eh, tunggu, Tom! Gue belum mandi."
"Yah elah, Tita. Masa gue harus nungguin loe mandi dulu."
"Bentar-bentar, gue ganti baju dulu deh." Tita berlari ke kamarnya.
Tita mengambil celana jeans panjang, mengganti celana pendeknya. Lalu mengambil kaos oblong warna pink, lalu ia lapis dengan jaket coklat.
"Ayo!" Tita selesai berganti pakaian dan menuju ke pintu depan.
"Loe nggak cuci muka, Ta? Sikat gigi, kek. Masih bau tau mulut loe."
"Ah mending gue mandi aja sekalian."
"Kelamaan, ya udah, ayo! Keburu bokap loe kenapa-napa."
Tommy menarik tangan Tita untuk naik ke atas motornya. Setelah memberikan helm pada gadis itu, Tommy segera menyalakan mesin motor dan melaju membelah jalanan pagi itu.
Hati Tita bertanya-tanya, kenapa tiba-tiba ada yang mengeroyok ayahnya. Apakah ini semua ada hubungannya dengan keluarga Daffa. Tita mencoba menepis pikiran buruknya tentang keluarga pria itu. Mungkin saja ini hanya kecelakaan biasa.
💗💗💗
Tbc
Vote dan komentarnya ya gaes.
Tengkyu 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top