Thoma
"Thoma, ada tamu untukmu. Aku sudah menyuruhnya menunggu di ruang tamu."
Kala itu, sang laki-laki berambut pirang dengan sepasang netra hijau tengah membersihkan pekarangan belakang di Kamisato Estate, seperti kegiatan rutinnya sehari-hari. Ia sedang memotong dahan-dahan yang bercabang dengan tidak rapi di salah satu pohon di sana.
Namun, suara panggilan dari sosok yang paling dihormati sebagai kepala klan Kamisato itu sontak membuatnya menghentikan pekerjaannya, ia menoleh ke sumber suara dan mendapati sang atasan memandanginya sambil bersandar di pintu geser.
Laki-laki yang dipanggil dengan nama 'Thoma' itu bergegas turun dari tangga, kemudian menghampiri Kamisato Ayato yang tadi memanggilnya. "Ada tamu untukku, waka?"
"Benar~ tinggalkan saja pekerjaanmu dulu, kau harus menemui anak itu secepatnya." Ayato mengangguk-angguk dan kemudian ia tersenyum tipis.
"Memangnya siapa yang mencariku?" Thoma mengernyit kebingungan, seingatnya ia tak membuat janji dengan siapapun akhir-akhir ini. "Aku akan segera ke sana setelah merapikan–"
"Shh, aku akan menyuruh orang lain melanjutkan pekerjaanmu. Jangan khawatir, Thoma." Ayato menepuk bahu Thoma seraya mendorongnya untuk pergi. "Kasihan kalau dia sampai lama menunggu. Pergilah."
"Baik, waka."
Sejujurnya, masih ada segudang pertanyaan yang terbesit di pikiran laki-laki keturunan Mondstadt itu, tetapi–sebab tuannya sudah berperintah, mau tak mau ia segera pergi ke ruang tamu, meninggalkan pekerjaannya.
Begitu memastikan si housekeeper klan Kamisato itu sudah beranjak pergi dari sana, Ayato menggerutu dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dasar Thoma ... bisa-bisanya tidak cerita kalau dia punya adik yang manis seperti itu."
***
Thoma sudah memasuki kediaman Kamisato, belum sampai tepat di ruang tamunya. Namun, dari lokasi tempat Thoma berada sekarang, ia sudah dapat mendengar suara sang Shirasagi Himegimi, yang disusul dengan suara tawa perempuan yang terdengar tidak begitu asing.
Betul, itu adalah suaramu. Kamu sudah lama sekali tidak bertemu dengannya–usiamu juga sudah beranjak dewasa, sedikit banyak terjadi perubahan pada suaramu.
"Ahaha, terima kasih sudah bercerita padaku, nona Kamisato! Aku tak menyangka 'dia' punya cerita seperti itu di sini!"
"Bukan masalah~ lalu, cukup panggil aku Ayaka saja, ya? Thoma adalah keluargaku, dan berarti kau adalah keluargaku juga, (Name)."
Thoma tersentak ketika menguping pembicaraan kalian. Langkahnya ia percepat, menghampirimu yang sedang berbincang-bincang dengan Ayaka. Kamu dapat melihatnya di ambang pintu, napasnya tersengal-sengal dan netra hijau kakakmu terlihat berkaca-kaca.
"(Name)!"
Suaranya terdengar parau, kamu menyunggingkan senyummu dan menatapnya dengan pandangan haru. Kamu merentangkan kedua tanganmu dan berdiri dari posisimu, menunggu Thoma memberikanmu sebuah pelukan. "Thoma-nii ... aku merindukanmu."
Tanpa basa-basi, tanpa mengulur waktu lebih lama lagi, Thoma berlari ke arahmu dan segera memelukmu dengan erat. Memandangi pertemuan haru antara kamu dan Thoma, Ayaka berinisiatif untuk pergi dari ruangan itu–tak ingin mengganggu reuni kalian.
Kamu dapat merasakan Thoma gemetar saat memelukmu, seberapa rindunya ia padamu, adiknya satu-satunya. Meski pertemuan terakhir kalian adalah saat kalian masih kanak-kanak–ikatan saudara takkan bisa berbohong, ia sangat merindukanmu.
Di tengah-tengah pelukan Thoma, kamu melirik ke belakang, memastikan Ayaka tidak ada di sana. Kamu tersenyum tipis, "Nona Ayaka sudah pergi rupanya~"
"Eh? Memangnya kenapa, (Name)?" Thoma melepaskan pelukannya, kemudian mengelap setetes air mata di ujung kelopak matanya.
Kamu menundukkan kepala, kemudian menyeringai kecil. Kamu meraih tangan kanan Thoma, menggenggamnya erat-erat. "Thoma-nii ...."
"Ya, (Name). Aku ada di sini sekarang." Thoma mengulurkan tangan kirinya ke arahmu, hendak mengusap-usap lembut pucuk kepalamu seperti waktu kalian masih kecil dahulu.
Namun–
Braaak!
"KAU SINTING ATAU BAGAIMANA? SEPULUH TAHUN LEBIH TAK KUNJUNG PULANG DARI INAZUMA DAN MENINGGALKANKU SENDIRI? KAU INI KAKAK MACAM APA, SIH?!"
–alih-alih pertemuan haru, sepertinya reuni kalian menjadi kacau lantaran kamu menarik tangan Thoma dan membanting sosok kakakmu itu dengan satu tangan.
***
Pertemuan kalian berubah menjadi canggung, kalian berdua duduk di ruangan luar Kamisato Estate yang sudah disediakan alas untuk duduk dan sebuah meja. Khawatir emosimu memuncak dan merusak barang-barang peninggalan Kamisato di dalam sana, Thoma menyeretmu keluar dan mengajakmu berbicara dengan kepala dingin. Ia mengusap-usap punggungnya, bantinganmu cukup menyakitkan baginya.
Kamu menghela napas kesal, kemudian menyesap teh yang sudah disajikan untuk kalian berdua. Sepasang netramu memicing tajam, seperti hendak menerkam Thoma kapan saja. "Mau bicara apa?"
"Pertama-tama dan yang paling utama, kenapa kau ada di Inazuma, (Name)?"
Kamu menggebrak meja dengan kesal, membuat Thoma tersentak. "Tentu saja aku ada di sini untuk mencarimu, tahu!"
"Kau bilang hanya mau mengantar Dandelion Wine saja untuk ayah, mengantar macam apa yang sampai sepuluh tahun lebih?!"
Thoma tertohok mendengar omelanmu. Ia tidak paham dan tidak tahu–sejak kapan kamu berubah menjadi sepreman itu? Terakhir kali, saat ia masih bersama denganmu, kamu adalah gadis kecil yang selalu menangis di balik punggung Thoma ketika ada yang mengejekmu 'tidak punya ayah' katanya.
Kakakmu itu tertawa canggung, kemudian ia menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal. "Uh–kapalku kecelakaan diterpa badai, dan ketika sampai di sini aku tak punya koneksi dan tak bisa menghubungi dunia luar, sampai aku diangkat menjadi pekerja di Kamisato Estate."
"Sekarang 'kan kau sudah punya koneksi ke luar, kenapa tidak cari aku? Atau setidaknya kirim surat untuk memberitahu kabarmu!" Sekali lagi, kamu menenggak teh di dalam cangkirmu. "Sial, ini pahit sekali!"
"Makan dango ini untuk menetralisir rasa pahitnya, (Name)." Thoma meletakkan piring berisikan lima tusuk dango, seingatnya pun kamu menyukai makanan manis. Ia yakin kamu pasti menyukainya.
Kamu terdiam dan menatap benda yang mirip sate itu dengan ragu-ragu, tetapi kamu mengambil salah satu tusuk dan mulai memakannya. Tanpa kamu duga, rasanya benar-benar manis. Satu kata terucap dari bibirmu, "Manis."
"Kau suka? Makan lagi saja, kalau habis, aku akan buatkan khusus untukmu, (Name)." Thoma tersenyum kecil dan mendorong piring itu supaya lebih dekat denganmu. Kamu melengos, tetapi tetap mengambil dango itu dan memakannya dengan lahap.
Melihat tingkahmu yang seperti itu, Thoma semakin meyakini kamu tak ada bedanya dengan kamu yang dulu. Kamu tetaplah adiknya yang manis, lucu, dan menggemaskan–hanya saja, sedikit lebih kasar, mungkin karena pengaruh keadaan.
Tangan Thoma terulur ke pucuk kepalamu, ia mengusap-usap helaian rambutmu dengan gemas. "(Name) adikku tetap lucu, ya~"
"He-hei, jangan pegang-pegang! Aku 'kan sedang marah padamu, tahu!" Wajahmu merona merah karena malu, walau kamu menepis tangannya, dalam hati kamu merindukan usapan lembut kakakmu itu. Tetapi–harga dirimu yang tinggi menolak itu habis-habisan. "Jangan perlakukan aku begitu lagi ... aku bukan anak kecil!"
'Oh, ternyata adikku tsundere.' Thoma terkikik geli dan sekali lagi mengusap lembut kepalamu. Ia tersenyum lebar melihat tingkahmu. "Di mataku, kau tetaplah seperti anak kecil yang menyukai makanan manis, (Name)-ku sayang."
"Thoma-niisan ...!" Tak sanggup diperlakukan seperti itu, kamu memandang kakakmu itu dengan geram, wajahmu merah padam.
Pada akhirnya, ia hanya tertawa geli dan melepas usapan tangannya di kepalamu. "Baiklah, baiklah. Aku berhenti."
"Apa sekarang kau sudah lebih tenang, (Name)?"
"... sedikit." Kamu mengangguk kecil.
"Baiklah, kalau begitu aku bisa mulai bercerita padamu, ya." Thoma tersenyum tipis dan memejamkan matanya sejenak, ketika pandangannya kembali tertuju padamu, ia mendapati kamu yang mengangguk dan tampak hendak mendengar ceritanya. "Aku bukannya tidak mau menghubungimu. Tapi, berkomunikasi di sini sangatlah sulit, ditambah sejak dekrit Sakoku diberlakukan, Inazuma semakin terisolasi."
"Jika aku keluar diam-diam dari sini, salah-salah aku dianggap penyusup dan bisa dihukum mati oleh Raiden Shogun dengan musou no hitotachi miliknya. Apa kau mengerti?"
Kamu mengangguk-anggukkan kepalamu. "Ah, benar juga. Dekrit Sakoku ya ... aku juga kesulitan pergi ke sini karena Inazuma menolak kedatangan orang asing."
"Nah, benar, 'kan? Sekarang, dekrit Sakoku sudah akan dihapus berkat si pengembara. Aku memang punya rencana untuk pulang ke Mondstadt ... tahu-tahu, kau sudah ada di sini duluan." Thoma memandangmu lekat-lekat, sorot matanya terlihat tenang seperti biasa. "Apa kau bisa memaafkanku?"
Kamu terdiam selama beberapa puluh detik, pada akhirnya kamu memalingkan wajahmu ke arah lain, tetapi kamu berkata, "Huh! Mau tak mau, aku akan memaklumi perbuatanmu. Bukan berarti aku sepenuhnya memaafkanmu, ya!"
"Senang mendengarnya. Terima kasih, (Name)." Thoma tersenyum riang, ia meminum teh di cangkirnya dan kemudian mengajakmu berbincang-bincang. Kamu pun menanggapi tiap pertanyaan tentangmu dan ceritanya selama ia hidup di bawah naungan klan Kamisato.
"Ngomong-ngomong, ada satu yang kupertanyakan." Sepasang netra kalian saling bertatapan, kali ini tersirat ekspresi serius di bola mata kakakmu itu. "Bagaimana caranya kau bisa ada di sini, (Name)? Bukankah dekrit Sakoku masih berlaku? Seandainya kau bisa ke Inazuma pun, harusnya kau tertahan di Ritou, 'kan?"
"Ah, aku masuk ke sini naik kapal Fatui dan dapat surat jalan khusus Fatui."
Thoma tersedak mendengar jawabanmu, buru-buru ia menenggak tehnya dan terbatuk-batuk pelan. "Fa-Fatui?! Kau ... bergabung dengan Fatui?!"
"Aku belum cerita, ya?" Kamu tersenyum bangga, kemudian menunjukkan lencana keanggotaan Fatui-mu. "Aku sekarang jadi anggota Fatui–belum setingkat Harbingers, sih. Tapi, aku adalah salah satu ajudan dari Tuan Pantalone!"
Thoma memandangmu dengan tak percaya, tak ia sangka–kamu malah bergabung dengan Fatui, organisasi sekelas 'kriminal' yang kejahatannya sudah menyebar sampai ke Inazuma. Buru-buru, ia merebut lencana Fatui itu dari tanganmu dan memandangnya. "Ini ... asli?! Bagaimana bisa kau jadi anggota Fatui, (Name)?!"
"Huh, Thoma-nii saja menjadi abdi Raiden Shogun, masa aku tidak boleh menyembah Yang Mulia Tsaritsa?"
Thoma memandangmu dengan cemas, ia khawatir lama kelamaan kamu akan terseret kotornya dunia Fatui. Ia segera mendekatimu, kemudian meletakkan telapak tangannya di atas kedua bahumu. "(Name) ... kau serius?!"
"Pfftt ... ya tidak, lah!" Kamu tertawa lepas setelah melihat ekspresi Thoma yang mencemaskanmu. "Yah–setengah serius, sih. Aku memang bergabung ke Fatui, tapi hanya untuk menyelundup masuk ke Inazuma dan dapat surat izin."
"Aku sudah bekerja di Fatui selama dua bulan. Pekerjaan mereka benar-benar sampah! Aku tak sanggup–mereka benar-benar keji." Kamu merinding mengingat pekerjaan yang terpaksa kamu lakukan untuk mendapatkan posisi di Fatui. "Jadi, rencananya aku memang ingin kabur dari mereka dan tinggal di Inazuma saja denganmu."
"Astaga ... tindakanmu benar-benar berbahaya, (Name) ...." Thoma merasa lemas, kamu betul-betul membuatnya merasa kepikiran. "Bagaimana kalau mereka mencarimu?"
Kamu tersenyum tanpa rasa takut seraya mengeluarkan kertas dari sakumu. "Ini bukti penggelapan dan eksploitasi massal yang dilakukan Pantalone. Aku bisa gunakan ini untuk mengancamnya supaya ia dan orang-orangnya tidak berbuat macam-macam denganku."
"Selain itu, aku mencuri beberapa berlian, emas, dan permata dari ruangannya Pantalone, lho! Kalau dijual, kita pasti kaya raya! Dia takkan sadar, hartanya banyak sekali, tahu!"
Kamu mengambil kopermu, kemudian membuka dan memperlihatkan isinya pada Thoma. Terpampang jelas sekian banyaknya harta yang kau curi, sampai-sampai Thoma menepuk keningnya sendiri.
"Kau ... jahat juga, (Name)." Thoma memijit pangkal hidungnya, kamu terlalu berani, pikirnya.
"Oh, aku jahat, ya? Aku tidak mau dengar itu dari orang yang sudah meninggalkan adiknya selama sepuluh tahun lebih." Kamu tersenyum licik seraya menutup kopermu lagi.
"Hei, bukankah tadi katanya kau sudah memaklumi aku?" Thoma menggerutu sebal dan menyentil keningmu pelan. "Kenapa masih diungkit lagi, (Name)?"
"Yah–aku belum sepenuhnya memaafkanmu, 'kan?" Kamu mencibir kesal dan mengusap-usap keningmu yang disentil oleh Thoma.
"Kalau begitu, apa yang harus kulakukan supaya kau memaafkanku?"
Senyuman tulus akhirnya terulas di wajahmu, itu adalah pertanyaan yang kamu tunggu-tunggu sejak tadi. Kamu memandangnya dengan penuh rasa senang, sebuah pelukan kamu berikan pada kakakmu itu. "Berjanjilah takkan meninggalkanku lagi, Thoma-nii!"
Thoma tertegun mendengar perkataanmu.
Pada akhirnya, kalian tetaplah saudara.
Ikatan darah takkan berbohong. Ia menyayangimu, dan kamu menyayanginya. Kamu dapat merasakan Thoma yang membalas pelukanmu erat-erat. "Aku berjanji. Kali ini, kita takkan terpisahkan lagi, (Name)."
End of Thoma's Part
HAIII!
Setelah sekian lama, akhirnya Rashi update lagi book ini! Kali ini, Rashi membawakan karakter Thoma~ Tadinya mau karakter lain yang banyak direquest ... tapi dapatnya ide buat Thoma ... MAAF BANGET RASHI PHP ...
Gimana chapter kali ini? Semoga bisa menghibur yaaa, part kali ini panjang loh–setara sama Ayato yang kemarin. Sebagai ganti karena Rashi update nya laam hehehehe
Makasih banyak udah setia baca book ini! Semoga nggak bosen nunggu Rashi buat update ... oh ya, jangan lupa tinggalkan jejak yaa, vote atau komen, dua-duanya lebih bagus, ehe!
See ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top