Pantalone

"Permisi, tuan Pantalone. Saya ingin memberikan tagihan dari pedagang Liyue."

Saat sedang berada di ruangan pribadinya di Northland Bank cabang Snezhnaya, laki-laki dengan helaian rambut hitam itu tidak menghentikan gerakan tangannya sedikitpun, ia terus memeriksa catatan dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya membubuhkan stempel ke lembaran kertas tersebut.

"Ya, letakkan saja di situ." Tanpa menoleh, si nomor sembilan dari Eleven Fatui Harbingers menggeser tumpukan buku di sebelah kirinya, memberikan ruang untuk meletakkan barang.

Pantalone memiliki banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan secepatnya, mulai dari masalah pajak, administrasi, hingga ke tagihan utang ke para peminjam uang di Northland Bank. Setidaknya, ia harus bisa menyelesaikan setengah dari pekerjaannya hari ini supaya ia bisa sedikit bernapas. Oleh karena itu, ia fokus pada pekerjaannya saat ini.

Bruk!

Namun, fokusnya pecah ketika salah satu anak buahnya meletakkan tumpukan kertas yang sangat banyak, tingginya sekitar sepuluh sentimeter. Ia sampai membelalakkan matanya penuh keterkejutan, ditatapnya sang anak buah dengan heran. "Tagihan apa ini?"

"Oh, ini tagihannya untuk Anda, tuan Pantalone. Tertulis ... tagihan untuk pesanan atas nama nona (Name)."

Belum sempat Pantalone berkomentar, anak buahnya kemudian meletakkan tumpukan lagi di atas kertas itu. "Yang ini juga tagihan, dari pedagang Mondstadt."

"Lalu ini dari ... Chasm? Lho, memangnya ada pedagang apa di sana?"

Seketika kepala Pantalone terasa sakit, ia memijat-mijat pelipisnya seraya menghela napas berat. Sudah sekian lama ia tak berjumpa denganmu lantaran kamu memutuskan untuk tetap tinggal di Liyue–tak ia sangka kamu menjadi sekurang ajar ini dengan menggunakan namanya sebagai penerima tagihan-tagihan itu.

"(Name) ...!"

***

"Paman, aku mau dua ikan panggang dan tiga porsi dimsum, ya! Oh, juga sate itu, bungkus lima belas tusuk untuk kubawa pulang!"

Saat sedang melewati pusat perbelanjaan di Liyue, kamu mengalihkan atensimu pada makanan yang dijual oleh koki Mao di Wanmin Restaurant. Senyummu merekah, kamu memandangi si pemilik restoran dengan sangat antusias. "Yang cepat ya, paman! Aku agak lapar, hehe!"

Koki Mao menatapmu dengan tatapan yang tak bisa diartikan–wajar, mengingat kamu belum membayar pesanan yang terakhir. "Ekhem, pesanan yang dari minggu lalu saja belum kau bayar, nona (Name)."

"Ah, pembayaran adalah hal yang mudah! Paman Mao sudah kirim tagihan ke Northland Bank? Kalau belum, sekalian yang ini saja, ya!" Kamu melambai-lambaikan tanganmu, membuat gestur yang mengatakan 'itu-hal-sepele' dengan raut wajah tanpa dosa. "Kakakku di Snezhnaya yang akan membayarnya nanti, dia yang punya Northland Bank, lho!"

"Paman, buat tagihannya atas nama Pantalo–"

"Ini uangnya, kembaliannya ambil saja."

"–eh?"

Terdengar suara berat yang sangat familier dari belakangmu bersamaan dengan kantung mora besar yang terlempar ke arah koki Mao. Ia membuka kantung tersebut dan terkejut dengan nominal yang diberikan oleh orang itu.

Tentunya, kamu mengenal suara itu–seketika rasa ngeri menyelimuti tubuhmu. Suara itu hanya dimiliki satu orang–yang kamu yakini sedang berada di Snezhnaya. Jantungmu berdebar-debar, kamu pun menelan salivamu sendiri. Perlahan-lahan, kamu pun menoleh guna melihat sosok yang ada di belakangmu.

Tampak sesosok laki-laki dewasa dengan helaian rambut hitam yang sangat kamu kenali, ia memakai jubah kebanggaan Fatui yang terkesan mewah. Ia tersenyum 'manis' ke arahmu seraya membetulkan posisi kacamatanya.

"Halo, lama tak jumpa." Pantalone menyapamu dengan hangat, seraya tangan kanannya ia arahkan untuk menyentuh bahumu. Ia membuka mata, menatapmu dengan tatapan tajam, sebuah seringai terpasang di wajahnya itu. "Apa kau merindukanku, (Name)~?"

Nada bicara kakakmu terdengar tenang dan ramah, tetapi kamu tahu keramahannya memiliki arti yang lain. Mau tak mau kamu memaksakan diri untuk menyapanya tanpa merasa gugup. "Eh–hehe, iya, aku rindu sekali!"

"Tapi ... kenapa nii-san ada di Liyue?"

Pantalone tersenyum tipis dan tertawa kecil, seraya ia mengeluarkan kertas berisi catatan utangmu dari balik jubahnya. "Oh, aku hanya mau 'sedikit' berbicara denganmu."

'Mampus.'

***

Saat ini, kamu dan kakakmu sedang berada di kediaman yang megah, bahkan sanggup menyaingi Jade Chamber milik sang Tianquan dari Liyue Qixing–tidak, bahkan jauh lebih megah lagi. Setelah menyelesaikan semua utangmu pada masing-masing penjual, Pantalone menyeretmu untuk kembali pulang ke Snezhnaya-guna memantau dirimu yang semakin lama semakin boros saja.

Kediaman milik kakakmu sangatlah megah, sangat jauh jika dibandingkan dengan rumah sederhanamu di Liyue.

Seorang pelayan sudah menyajikan teh untuk kalian berdua yang sedang berada di ruangan utama, sepuluh menit sudah berlalu dan Pantalone masih belum berkata apa-apa. Kamu merasa gugup sebab sudah lama sekali kamu tidak bertemu dengannya, guna menghilangkan rasa gugupmu, kamu memilih untuk memandang ruangan itu, memandangi ornamen berlian yang terpajang di mana-mana.

"Kenapa kau melihat kediamanku seperti itu?" Pantalone terkekeh kecil seraya melipat kedua tanganku. "Rumahku sekarang kecil dan sederhana, pada dasarnya aku tidak terlalu suka kemewah-mewahan."

'Apa maksud?' Kamu tersenyum kaku, ingin sekali rasanya menghantam wajah kakakmu dengan kantung mora.

"Ah, nii-san terlalu rendah diri. Rumah ini mewah sekali." Namun, kamu tetap memujinya.

Sebab, akan konyol jika kamu menghujatnya dan membuat kakakmu itu kesal, bisa-bisa kamu disuruh mengganti uangnya. Kamu bisa apa?

"Baiklah, aku mau langsung ke topik utama kita, (Name)." Pantalone meletakkan tumpukan kertas ke hadapanmu. "Bisa kau lihat? Ini tagihan atas namamu untukku."

"Kau baru pergi dari Snezhnaya selama tiga bulan, tetapi kau sudah menghabiskan ... dua miliar mora?"

Kamu menelan ludah, tak kamu sangka tagihanmu sudah mencapai angka miliaran. Memang–kamu sering berfoya-foya dan terkadang mentraktir teman-teman pengangguranmu untuk berpesta, tetapi kamu benar-benar tidak sadar sudah begitu banyak uang yang kamu habiskan.

"Aku ... menggunakan uang itu untuk investasi," katamu dengan nada yakin, sembari tersenyum percaya diri.

Pantalone mulai tertarik atas perkataanmu, ia memandangmu dengan tatapan antusias. "Oh ya? Menarik sekali. Investasi apa?"

"Investasi untuk perutku, hehe."

Tarik kembali kata-kata Pantalone. Ia menyesal sudah percaya pada kata-katamu.

Andaikan saja kamu bukan adiknya, melainkan peminjam uang di Northland Bank. Sudah dipastikan besok pagi kamu sudah kehilangan ginjal dan organ tubuhmu.

"... kau pakai uang dua miliar untuk beli makanan? Apa kau sudah kehilangan akal sehat?"

Kamu menggelengkan kepalamu dengan panik. "Aku bukan hanya beli makanan, kok! Aku juga beli barang-barang antik ... nanti bisa aku jual lagi, itu peninggalan prasejarah Liyue dan Mondstadt, lho! Pasti harganya mahal!"

"Maksudmu benda-benda rongsok ini?" Pantalone menjentikkan jarinya, kemudian tampak seorang butler mendorong troli berisikan benda-benda 'antik' yang Pantalone ambil dari rumahmu di Liyue. Ia pergi setelah meletakkan troli itu di dekat kalian berdua. Pantalone menghela napas berat. "Semuanya palsu. Kau ditipu, (Name)."

"Apa?!" Kamu menganga tak percaya, ia kemudian menghampiri troli tersebut dan mengambil salah satu vas dengan ukiran-ukiran khas Mondstadt. "Misalnya ini! Ini adalah vas buatan Barbatos ketika ia baru saja lahir di dunia!"

"Barbatos itu ... hanya semacam peri ketika baru lahir. Kau tidak tahu? Mana bisa ia membuat vas seperti itu," jelas Pantalone.

Mendengar perkataan Pantalone, cepat-cepat kamu mengambil sebuah kipas yang terbuat dari bulu-bulu putih yang bersih dan berkilauan. "Ini! Ini pasti mahal, ini adalah kipas yang terbuat dari sayap Barbatos!"

"Coba kau perhatikan baik-baik, (Name). Bukankah itu bulu burung yang sering hinggap di depan gerbang Mondstadt?"

Saat diperhatikan baik-baik, memang betul itu mirip dengan bulu burung biasa. Kamu kemudian mengambil sesuatu yang mirip dengan benang, kemudian menunjukkannya pada Pantalone. "Nah, ini tidak mungkin palsu! Ini adalah kumis Durin yang diambil oleh salah satu penjelajah, ia mendapatkannya di dasar kedalaman Dragonspine!"

Untuk kesekian kalinya, Pantalone menghela napas. Ia menepuk keningnya sendiri. "Berbeda dengan naga Liyue, naga Mondstadt itu tidak punya kumis, (Name) ...."

"Intinya, semua ini rongsokan. Tidak ada satupun benda berharga yang kau beli."

Kamu merasa depresi, memang dasar sialan, banyak sekali penipu di Mondstadt. Jika suatu saat kamu kembali ke negeri kebebasan itu, dengan senang hati kamu akan menghajar penipu itu satu-satu.

Namun, seketika kamu teringat pada benda termahal yang kamu beli dari pedagang Liyue. Berbeda dari Mondstadt yang dipenuhi penipu, kamu yakin pedagang Liyue adalah orang yang jujur karena terikat kontrak Rex Lapis.

Kamu mengambil benda itu, sebuah koin yang sangat berkilauan dengan ukiran yang tampak mewah.

"Bagaimana dengan ini? Ini adalah mora pertama, sudah ada sejak sepuluh ribu tahun yang lalu!"

Pantalone tersenyum miris.

Ia hanya menanyakan satu pertanyaan yang sanggup membuatmu tidak bisa berkata-kata lagi, "Morax saja baru hidup selama enam ribu tahun. Mana ada mora di sepuluh ribu tahun yang lalu?"

Detik pertama, kamu terdiam.

Detik kedua, kamu masih terdiam.

Pada detik berikutnya, barulah kamu berteriak emosi. "SIAL, MEREKA MENIPUKU!"

***

Setelah berargumen panjang dengan Pantalone, kamu sudah mengetahui fakta bahwa kebodohanmu membuatmu rugi sekitar satu setengah miliar mora.

Kamu tak bisa berkata apa-apa ketika Pantalone mulai membahas utangmu satu persatu.

"Baiklah, lanjut ke utangmu yang ke dua ratus tiga belas, tagihan dari Dawn Winery–hei, kau beli wine dari situ?" Pantalone menatap kertas itu dengan tatapan tak percaya-salah satu rencananya adalah menghancurkan industri anggur di Mondstadt, tetapi kamu malah memperkaya kilang anggur itu.

"Iya, nii-san. Aku selalu membeli anggur dari sana." Kamu menggaruk pipimu yang tidak gatal.

"Bukankah aku sudah pernah bilang kalau aku mau menghancurkan industri anggur di Mondstadt?" Pantalone memijit pelipisnya, kepalanya terasa berdenyut. "Kenapa kau malah menambah pemasukan untuk Dawn Winery?"

"Aku punya alasan penting, nii-san," jawabmu tegas.

"Apa itu?"

"Pemilik Dawn Winery itu tampan, hehe."

Oh, sungguh Pantalone bisa sesabar ini mengingat kalian terikat hubungan darah yang sudah pernah melalui kemiskinan bersama-sama.

Sekali lagi, jika kamu bukanlah adiknya, dengan senang hati Pantalone akan menjual ginjalmu.

"(Name) ... meski sekarang aku sudah sukses, bukan berarti kau boleh boros seperti itu." Pada akhirnya, Pantalone memilih untuk menasihatimu, auranya sebagai seorang kakak laki-laki yang peduli padamu sebagai adiknya muncul. "Aku tidak mempermasalahkan uangnya, toh itu tidak seberapa. Namun, aku tak mau kau jadi boros."

"Apa kau lupa? Waktu kecil, untuk makan saja kita harus bekerja keras, bukan?"

Mengingat-ingat kembali kejadian yang sudah lama berlalu, ketika kalian masih kecil. Orang tua kalian sudah tiada, Pantalone adalah satu-satunya tempatmu untuk bersandar dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika orang-orang lain bisa hidup dalam kemewah-mewahan, hanya kamu dan Pantalone yang harus bekerja banting tulang dari pagi hingga petang untuk memakan satu piring nasi dengan garam, mengingat betapa susahnya ekonomi kalian saat itu.

Kalian terus bekerja dan memohon berkah dari sang dewa, tetapi dewa itu tidak pernah melirik kalian, bahkan sekalipun.

.

.

.

.

"Nii-san, katanya Morax itu dewa yang menciptakan mora. Tetapi ... kenapa kita tidak bisa memilikinya, padahal kita sudah memohon padanya?"

Kamu memandang bocah laki-laki dengan usia terpaut lima tahun darimu dengan tatapan penasaran. Pakaian kalian begitu lusuh, orang-orang lain memandang kalian dengan tatapan iba, sebagian menatap kalian dengan jijik.

Bocah itu tersenyum miris dan mengusap-usap pucuk kepalamu, ia menarik tubuhmu yang kecil itu dan memelukmu dengan erat. Kamu dapat merasakan ia gemetar. "Maaf, (Name) ... maaf, aku belum bisa menghidupimu dengan layak seperti orang-orang lain."

"Morax tidak pernah memandang kita, (Name). Karena itu–kita tidak perlu lagi berharap pada Morax."

.

.

.

.

Mengingat kembali titik terendah kalian, seketika kamu merasa bersalah. Hanya karena Pantalone sudah berpenghasilan sangat bagus sekarang, kamu menjadi lupa diri dan seenaknya menjadi seseorang yang tidak tahu diri, seolah kamu melupakan masa lalumu.

Satu kata terucap dari bibirmu, "Maaf."

"... aku menjadi besar kepala karena sekarang kita–ah, bukan 'kita', karena nii-san sudah kaya raya ... tidak seharusnya aku menghamburkan uang."

Kamu merasa bersalah dan menundukkan kepalamu ketika sudah kembali duduk di sofa. Sudah sewajarnya Pantalone marah padamu, kamu hanya merepotkannya saja. "Aku sudah membuat nii-san rugi, maafkan aku."

Tepukan lembut di bahumu membuatmu menengadahkan kepala, entah sejak kapan Pantalone tiba-tiba sudah berada di sebelahmu. Tatapannya padamu sangat lembut. "Santai saja, dulu aku juga begitu–menghamburkan uang, sebelum akhirnya aku mencoba menginvestasikan uangku supaya bisa menghasilkan lebih banyak lagi."

"Ada masa-masanya aku sepertimu, (Name). Yah–wajar saja, dahulu kita hidup susah, sekarang kita sudah mapan, pasti kita jadi besar kepala dan suka menghamburkan uang."

Kamu tertawa kecil. "Haha, nii-san benar."

"Setelah ini aku mau cari pekerjaan saja, supaya bisa punya uang dari hasil kerjaku sendiri. Aku juga mau mengganti uang nii-san yang kuhabiskan."

Pantalone tersenyum remeh dan berkata dengan nada arogan, "Tidak perlu diganti, aku sudah kaya."

"Sombong sekali." Kamu mencibir kakakmu itu.

Laki-laki berkacamata itu hanya terkekeh geli seraya mengacak-acak rambutmu. "Hanya bercanda."

"Kau boleh mengganti uang itu. Itu adalah motivasi yang bagus supaya kau rajin bekerja, (Name)."

"Tentu! Ada lowongan pekerjaan untukku, tidak?" tanyamu dengan nada bersemangat, senyuman merekah di wajahmu.

"Oh, kebetulan sekali aku perlu tukang kebun untuk halaman belakang kediamanku."

Senyummu menghilang ketika mendengar jawaban Pantalone, setelahnya kamu mengerucutkan bibirmu dengan kesal. "Nii-san itu pemilik bank, tetapi adiknya disuruh jadi tukang kebun?"

"Jangan mengerucutkan bibirmu, kau jadi imut sekali." Pantalone kemudian mencubit pipimu dengan gemas. Kamu menggerutu ketika kakakmu memperlakukan dirimu seperti anak-anak.

"Besok datang saja ke Northland Bank Snezhnaya. Akan kuberikan pekerjaan terbaik untukmu di sana."

"Nah, itu baru bagus!" Kini ekspresimu kembali menjadi antusias, kamu menerjang kakakmu itu guna memeluknya dengan erat. "Aku sayang nii-san!"

Pelukanmu dibalas oleh Pantalone, ia tersenyum tipis seraya mengusap-usap kepalamu sekali lagi. "Ya, ya~ aku juga sayang padamu."

End of Pantalone's Part

SELAMAT MALAM, SETELAH SEKIAN LAMA AKHIRNYA RASHI UPDATE BOOK INI, EHE!

Ada yang masih baca, kah? Semoga masih ada, kalo nggak Rashi bakal sedih nih :( Untuk yang masih setia membaca book ini, Rashi ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya!

Gimana buat chapter ini? Ini chapter terpanjang yang pernah Rashi tulis, kayaknya. Ini mencapai 2,1k words loh! Semoga bisa menghibur reader-tachi yaaa!

Gatau kenapa ini random banget, tiba-tiba kepikiran nulis Pantalone dan alurnya juga agak random sebenernya. PADAHAL RASHI UDAH ADA DRAFT BUAT KARAKTER LAIN, tapi yang jadi duluan malah bang Panta. Mmmaaf ;;;;;

Makasih banyak udah mampir baca book ini! Jangan lupa tinggalkan jejak supaya Rashi makin semangat updatenya, vote atau komen yaa, dua-duanya lebih bagus malah uwuwuwuwu

See ya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top