Aether (Traveler)

Beberapa menit lalu, kamu baru saja usai bertarung dengan Childe–si nomor sebelas dari Eleven Fatui Harbingers. Kini kamu tengah kembali ke kota Liyue. Sepasang netramu melirik ke tiap jalan yang kamu lalui, mencari-cari sosok berambut pirang yang merupakan kakakmu itu.

Sampai di tepi dermaga yang tersepi di kota Liyue, kamu menemukan sosok Aether–tidak bersama Paimon, sebab Aether menyuruh Paimon untuk menetap di restoran Xiangling karena ia ingin menyendiri.

Sepasang netra emasnya memandang pantulan wajahnya yang terefleksikan di atas air, raut wajahnya terlihat sendu. Memang benar, beberapa hari lalu kalian berdua beserta Paimon baru saja bertemu dengan saudari kalian, Lumine–di suatu reruntuhan bersama dengan lelaki misterius dari Khaenri'ah, Dainsleif.

Hatimu terasa sakit ketika melihat Aether tampak begitu sedih. Cepat-cepat kamu melangkah untuk mendekatinya, ingin menghibur atau sekadar mendengar ceritanya. Ketika kamu hanya berjarak beberapa meter darinya, kamu mendengarnya menyebut satu nama.

"Lumine ...."

Langkahmu terhenti saat itu juga. Kamu kemudian bersembunyi di balik kotak-kotak persediaan barang. Ketika ia menyebut nama Lumine, kamu terasa enggan untuk segera menghampirinya.

"Kenapa ... kau meninggalkanku? Apa kau sudah tidak menyayangiku?"

Duduk di balik kotak persediaan barang, kamu hanya terdiam. Ada rasa sedih yang aneh ketika kamu menyadari; bahwasanya Aether 'lebih' mencurahkan afeksinya, kasihnya, rasa sayangnya, dan segala-galanya pada Lumine, bukan kepadamu.

Kamu tahu betul, Aether dan Lumine adalah saudara kembar, ikatan antara mereka pasti lebih kuat–daripada ikatan antara Aether dan kamu, kamu hanyalah adiknya saja. Bukan saudari kembarnya yang lahir dari satu sel yang sama.

Namun ... tetap saja, rasanya sangat menyakitkan ketika sosok kakak yang kamu sayangi hanya memandang adiknya yang lain dibanding kamu.

Bukan, bukan berarti kamu membenci Lumine. Kamu menyayangi Lumine sebagaimana kamu menyayangi Aether. Lumine pun sangat menyayangimu, dan ia pun mencurahkan afeksinya padamu. Tetapi–Aether berbeda, ia lebih mempedulikan Lumine daripada kamu.

Terutama semenjak Lumine menghilang di hari itu, terasa jelas perubahan Aether, yang jauh lebih memikirkan Lumine di kesehariannya, seolah-olah tiada ruang bagimu yang 'hanya' merupakan adiknya saja.

"(Name). Kenapa kau bersembunyi di situ?" Sepasang netra Aether menangkap sosokmu yang tengah bersembunyi, ia merasakan kehadiranmu dan segera memanggilmu, "Ayo, sini. Aku tahu kau ada di situ, kok."

Kamu yang tertangkap basah seketika merasa gugup, mengintip kakakmu itu dari balik kotak. Kamu berjalan ke luar dari persembunyianmu, kemudian tersenyum paksa dan menghampirinya.

Aether menggeser posisi duduknya, memberi isyarat padamu supaya duduk di sebelahnya. Dengan ragu-ragu kamu duduk di sampingnya.

"Kenapa kau bersembunyi dariku?"

Pertanyaan itu menjadi topik pembuka percakapan dari Aether. Kamu menatapnya dan menjawab apa adanya, "... Karena nii-chan tampak sedang bersedih memikirkan nee-chan. Aku hanya takut mengganggu, itu saja."

"Oh ...." Aether menganggukkan kepala mendengar jawabanmu. Ia melirikmu yang terkesan enggan menatapnya, kemudian mengangkat topik lain untuk dibicarakan. "Kudengar kau bertarung dengan Childe. Bagaimana pertarunganmu tadi?"

"Ah, tentu saja aku mengalahkan si badut itu dengan mudah, nii-chan." Kamu tersenyum bangga dan menatap Aether dengan pandangan berbinar-binar.

Telapak tangan Aether terulur untuk mengusap-usap pucuk kepalamu lembut. "Haha, tentunya itu adalah hal yang mudah untukmu, (Name)."

Hambar.

Usapan lembut Aether bukanlah apa-apa. Meski sekilas terlihat bahwa ia menyayangimu–tetapi kamu tidak berpikir demikian. Tiada suatu kehangatan di usapannya–seolah ia mengusap pucuk kepalamu sebagai kewajiban semata, bukan karena rasa sayang.

Tetapi, kamu membuang jauh-jauh pikiran itu dan hanya tertawa kecil. Sedetik kemudian kalian berdua kembali terdiam. Kamu tak ada niatan membuka pembicaraan kembali–sementara Aether tampak memikirkan sesuatu.

'Ah. Pasti nii-chan memikirkan nee-chan lagi.'

Helaan napas kasar kamu keluarkan, kamu meletakkan telapak tanganmu di atas tanah, menjadikan itu sebagai tumpuan tubuhmu. Sepasang netramu memandang langit dengan hampa.

"(Name). Aku ingin bertanya sesuatu."

"Apa itu?"

Ketika pandanganmu kembali terarah pada Aether, kamu menangkap wajahnya yang berubah serius–tetapi ada sedikit kesedihan di wajahnya. "Mengapa kau seperti canggung terhadapku?"

"Canggung?" Kedua alismu bertaut keheranan, matamu menyipit tajam memandang kakakmu itu. "Tidak, aku–"

"Jangan bohong, (Name). Aku merasakannya sendiri–jadi, aku mengetahuinya," potong Aether sambil menatapmu lekat-lekat. "Apakah ... aku berbuat salah padamu?"

"Hahaha. Tidak ada, kok." Kamu tersenyum kecil dan memandang ke arah lain, malas membahas topik ini lebih jauh.

"Kau berbohong lagi, (Name)." Aether menghela napas berat dan memijit pangkal hidungnya. "Aku ini kakakmu, maka aku mengetahui semuanya–segala-galanya tentang adikku sendiri. Kapan kau berbohong, kapan kau bersedih, kapan kau berbahagia, aku tahu semuanya."

"Oh ...."

"Jangan hanya berkata 'oh' saja, (Name)! Aku mengkhawatirkanmu."

Ketika mendengar perkataan Aether, entah kenapa alih-alih merasa senang–sebaliknya kamu merasakan emosi yang bergejolak. Emosimu naik sampai ke ubun-ubun, jantungmu mulai berdebar-debar penuh kemarahan. "Nii-chan mengkhawatirkan aku?! Jangan bercanda!"

"Nii-chan HANYA peduli pada nee-chan!"

Aether tersentak mendengar seruanmu. Ini adalah kali pertama kamu meninggikan suara terhadapnya. Semua yang kamu tahan dalam hati selama ini akhirnya kamu keluarkan juga–terpicu oleh perkataan Aether barusan.

"Semenjak kita berpisah dari nee-chan, aku sudah menyadari perubahan sikap nii-chan padaku. Lumine, Lumine, dan Lumine, selalu itu yang nii-chan pikirkan. Bahkan–ini jauh lebih parah dibanding ketika Lumine-neechan masih bersama kita!"

"... Apa maksudmu? Aku tidak seperti itu–aku selalu memerhatikanmu sebagaimana aku memerhatikan Lumine!" Aether menyangkal perkataanmu, netranya membulat dan menatapmu dengan keheranan.

"Itu hanya pemikiran nii-chan saja, 'kan?" Kamu berdiri dari posisi dudukmu, diikuti oleh kakakmu. Kalian berdua berhadapan, dan kamu hanya tersenyum pahit padanya. "Apakah nii-chan pernah menilainya dari sudut pandangku?"

Aether bergeming mendengar pertanyaanmu, seketika ia menundukkan kepalanya. Melihat reaksi Aether, kamu tertawa getir. Netramu membulat lebar–menunjukkan keputusasaanmu. "Kau tahu ... sekuat apapun aku berusaha dekat denganmu–tetap saja, hanya ada satu nama di pikiranmu; Lumine. Bukan aku!"

"Bukan, bukan begitu. Aku pun mengkhawatirkanmu, aku menyayangimu, dan kepedulianku padamu bukanlah pura-pura ... (Name)," jelas Aether, tetapi netranya tetap tak kuasa memandang ke arahmu. Tangannya gemetar–entah karena apa, kamu tidak mengetahuinya.

Tawa meremehkan kamu keluarkan, begitu konyolnya perkataan Aether . "Nii-chan peduli padaku ... supaya kau mendapat respek dari nee-chan semisal ia sudah kembali nanti, 'kan? Sebab–Lumine-neechan sangat menyayangi aku."

Aether terdiam. Memang benar–ia memerhatikanmu, menjagamu, supaya mendapat respek dari Lumine–tetapi, tidak sepenuhnya begitu. Aether ingin menjelaskan padamu, sebab bagaimanapun juga ia adalah kakakmu, dan ia menyayangimu.

Tetapi, kamu sudah tak lagi percaya pada Aether. Kamu tertawa getir melihatnya. "Sudah kuduga, nii–kau tidak menyangkal. Perkiraanku tidak salah."

"Aku selalu berpikir. Semisal sekarang aku yang berpihak pada Abyss Order–dan nee-chan yang ada di sini ... pasti reaksimu akan berbeda, 'kan ... Aether?"

Kamu mengeluarkan pedangmu, mengambil beberapa langkah untuk menjauh darinya. Netramu kini semakin menajam, memandangnya dengan penuh kebencian.

"Mulai sekarang, aku, (Name) menyatakan untuk TIDAK menganggapmu sebagai kakakku." Dengan cepat kamu mengarahkan pedangmu ke lehernya–kemudian ia segera menangkis dengan pedangnya. Kamu menyeringai sinis dan berkata, "Selamat tinggal ... Aether. Aku akan berada di jalanku sendiri."

Setelah mengucap kalimat itu, kamu melangkah dan menjauh dari tempat itu. Kamu melirik ke belakang untuk terakhir kalinya, dan benar saja–ia tidak menghentikanmu, atau menahanmu untuk pergi.

Ketika kamu benar-benar telah pergi dari sana, Aether menyunggingkan senyum getir. "Selamat tinggal ... (Name)."

"Akan lebih baik bagimu untuk tidak bersamaku ... sebab–aku bukanlah figur kakak yang baik untukmu."

End of Aether's Part

HEWWO! Setelah sekian lama, akhirnya Rashi update lagi buat book ini!

Hadu, maaf chapter kali ini alurnya ngebut dan–ceritanya hambar. Sebab Rashi rada bingung sama Aether–sifat dia gak terlalu jelas sih, kan kita sebagai player yang nentuin sikapnya kayak apa dari pilihan-pilihan dialog uhuk

Jadi Rashi memutuskan buat bikin Aether yang cuma sayang Lumine aja. Karena sifat Aether yang jelas kan cuma sayang Lumine uhukuhuk /gak

Harusnya Aether jadi kakak yang baik dan pengertian ya? Tapi karena udah mainstream, Rashi rasa ngebuat yang tidak happy. Asik juga uhuk

Yah–semoga kalian menikmati chapter kali ini! Terima kasih sudah mampir ke book Rashi! Jangan lupa tinggalkan jejak yaa, vote atau komen, dua-duanya lebih bagus!

Kalo ada request, boleh banget komen di sini~ Mungkin yang chapter selanjutnya bakal Aether Abyss sih–tapi gatau juga wwww

See ya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top