Tanduk - Sodok

Ucil mingkem. Matanya menelisik Pambudi yang asyik mengatur napas. Sejak tadi Pambudi sudah ngomel-ngomel sendiri. Ditambah dengan raungan gemas ala Pambudi. Raungan menyiksa ala singa-singa di TV. Kalau belanja bersama Ucil harus membuatnya merana, mending dia nolak sejak awal. Pambudi mengurut lagi betisnya. Meskipun dia sudah sering lari keliling lapangan berapa kali, namun tetap saja berkeliling lapangan dan mall itu berbeda. Hobi dan tuntutan profesi itu juga ikut memengaruhi intensitas kelelahan batin.

"Dari tadi kamu muter-muter houseware itu nyari apaan, sih Cil?" Pambudi menelisik heran. Ucil manggut-manggut sok penting. Cowok cadel itu sudah duduk nyaman di depan Pambudi, lalu mengeluarkan beberapa barang.

"Ini ada rak sepatu, Pam! Aku beli yang dari plastik, biar enteng. Lalu aku beli piring, sendok couple biar ntar tahu kalau ini punya kita." Ucil masih sibuk mengeluarkan barang-barang yang dia beli. Pambudi harus menghela napas saat melihat cowok cadel itu berlari ke sana kemari. Pambudi malu melihat si cadel berlari dan memasukkan barang-barang rumah tangga ke keranjang dorongnya. Kalau saja Pambudi nggak mengurangi jumlah belanjaan Ucil, mungkin mereka nggak akan pernah bisa pulang karena nggak bisa bawa barang.

"Ngapain beli kayak gitu?" Pambudi mengerut.

"Biar kosan baru kita jadi bagus. Berasa rumah sendiri."

"Nggak usah kayak cewek, Cil!"

"Emangnya cewek doang yang boleh mikir hal-hal kayak gini?" Ucil nggak terima. Cowok itu sudah manyun-manyun dan melotot ganas. Perasaan Pambudi yang awalnya lelah karena kerempongan Ucil mendadak sirna. Cowok jangkung itu jadi punya nafsu untuk mengadili si cadel.

"Kamu tahu, nggak kalau kamu boros?" Pambudi mengedikkan bahunya. Ucil melongo, lalu mengangguk paham. Tangannya mengambil kertas yang nyelip di kantong kreseknya.

"Wuah!! Pam! Aku boros banget, sumpah! Ini udah habis hampir tiga ratus ribu, Pam!!" Ucil histeris. Rumah Pambudi sedang sepi saat ini. Prahardi keluyuran dengan sepupunya, si Uul. Ayah dan Ibunya juga sedang mengunjungi kerabat. Hanya mereka berdua di rumah Pambudi.

"Lagian kamu, sih! Kalau mau beli barang macam sendok dan piring kayak gitu, mendingan beli detergen yang berhadiah piring!" Pambudi menunjuk wajah Ucil. Ucil pundung seketika. Matanya melirik Pamdudi, hidungnya kembang kempis dengan raut bete. Belum lagi bibirnya yang manyun-manyun sok imut itu.

"Pam, kalau nanti di kosan aku kehabisan duit gimana dong?"

Pambudi menaikkan alisnya.

"Gampang! Mau tahu, nggak nih?" Cowok jangkung itu nyengir. Ucil mengangguk semangat.

"Jual diri!"

Jawaban Pambudi itu sukses mendapatkan hadiah berupa gigitan. Ucil menggigit lengan Pambudi hingga pemiliknya menjerit kesakitan. Pambudi juga sempat menjitak kepala anak itu dengan raut gemas dan bete.

"Dari dulu sukanya gigit-gigit!" Pambudi ngomel. Ucil balas nyengir ke arahnya, namun sesaat kemudian rautnya berubah sedih lagi. Dia nggak tahu harus bagaimana sekarang. Apa yang sudah dia beli ternyata sia-sia. Bagaimana dia bisa seboros ini? Bagaimana kalau sampai dia kehabisan uang bulanan dan emaknya nggak mau transfer? Bagaimana kalau Pambudi sampai hati nggak memberi dia pinjaman? Bagaimana kalau....

Masa iya Ucil harus jual diri?!

Sebenarnya beberapa bulan ini Ucil sudah belajar banyak hal. Untuk jadi cowok yang baik. Pemberani. Lalu hemat, cermat dan bersahaja. Ucil sudah menghafalkan Dasa Dharma Pramuka, yang katanya mencerminkan cowok sejati. Bahkan cowok cadel itu sudah jauh-jauh hari mencari di internet kiat-kiat menjadi anak kos yang baik.

Juga, kekasih yang menyenangkan.

Beberapa bulan ini hubungannya bersama Pambudi tetap saja seperti itu. Pambudi masih iseng dan jahil seperti biasa. Pambudi masih suka menghujatnya, menjitaknya, dan juga mencubitnya. Namun Ucil tahu kalau dalam diri cowok jangkung itu ada cinta terhadap dirinya.

Oh-ho... Ucil kepedean rupanya! Dia nggak tahu harus mulai darimana, namun Pambudi itu selalu saja penuh kejutan. Kadang Ucil yang terlalu bernafsu asal nyosor bibir Pambudi. Pambudi diam sejenak saat bibir Ucil mengecup dan melumat bibirnya. Namun ketika Ucil hendak melepaskan diri, Pambudi menarik tengkuk si cadel dengan nggak rela. Lalu Pambudi akan balas melumat bibirnya. Lebih ganas daripada Ucil. Ketika Ucil sudah terengah-engah karena kehabisa napas, Pambudi akan melepaskan diri lalu berbisik dengan nada jahil.

"Kalau mau jago ciuman, belajar dulu yang bener!"

Ucil sukses dilanda minder.

Setelah membereskan semua belanjaan itu Pambudi merebahkan dirinya di atas kasur. Ucil menyusul, dia nginap lagi malam ini. Besok mereka harus pergi ke kos baru untuk boyongan. Pambudi dan Ucil sengaja memilih kamar kos yang berisi dua orang sekamarnya.

Lagipula, mereka kan sudah biasa begitu.

"Pam... nggak nyangka ya kita udah kuliah.." Ucil berbisik. Pambudi yang sudah terpejam kembali membuka matanya. Dia tersenyum lalu mengangguk.

"Aku yang nggak nyangka banget kamu mau ngikutin jejakku," jawab cowok jangkung itu dengan nada geli. Mereka mengingat kembali bagaimana cara mereka bisa bersama.

Hari itu Pambudi memutuskan untuk memilih kampus yang agak jauh dan memberitahu Ucil, cowok cadel itu ngambek. Meski Ucil tahu kalau pada akhirnya pilihan kampus mereka berbeda, namun tetap saja perpisahan adalah hal yang paling menyakitkan untuk si cadel.

"Gimana kalau aku kangen kamu?" Ucil mewek. Pambudi menatap sekelilingnya dengan raut sungkan. Juga malu. Ucil mewek nggak tahu tempat. Mereka sedang berada di cafe langganan mereka.

"Ya telepon!"

"Suara kan nggak bisa bikin nggak kangen, Pam!"

"Ya udah, datang aja ke tempatku!"

"Kamu kan jauh, Pam!"

"Lalu aku harus apa?"

"Kalau aku kangen pengen meluk kamu gimana, Pam?"

"Peluk fotoku, Cil!"

"Mana bisa! Kalau aku pengen ci..hupp...." Sebelum mulut bocor cowok cadel itu sempat mengucapkan kata tabu dan keramatnya, Pambudi sudah siap membungkam mulut cowok itu. Ucil merengut, lalu menjatuhkan kepalanya. Cowok itu nangis lagi.

Pambudi memijat pelipisnya. Dia juga bingung, namun jemarinya perlahan mengetik sesuatu di sana. Mencari informasi soal kampusnya. Lalu matanya terbelalak kaget.

"Cil, aku punya ide bagus!"

Ucil yang masih mewek dengan ingus dan air mata di pipi segera mengangkat kepala. Matanya mengerjap, menatap Pambudi dengan setitik harapan di sana.

"Apa?" Ucil bertanya serak. Pambudi geli melihat wajah penuh ingus anak itu, lantas menarik beberapa tisue dan mengelap wajah si cadel. Ucil terharu. Bagaimana mungkin dia bisa melepaskan Pambudi? Kalau nanti dia nggak punya teman bagaimana? Kalau nanti ada yang jahat padanya bagaimana? Kalau nanti Ucil nggak bisa nyebrang dan ditrabrak becak bagaimana?

"Ada Universitas yang sama bagusnya kayak kampusku. Lokasinya juga deket sama kampus tujuanku itu. Ada jurusan seni tari juga, tapi seleksinya ketat, Cil..."

Ucil mengerjap.

"Kalau aku berhasil masuk kampus itu, apa kita bisa deket?"

"Kita juga bisa cari kosan yang lokasinya di antara kampusku dan kampus kamu."

Hari itu, Ucil belajar mati-matian agar bisa lolos masuk ke Universitas yang dekat dengan Universitas tujuang Pambudi. Ucil bahkan rela nggak tidur hanya untuk menghafal rumus-rumus.

Pambudi juga ikut membantu si cadel agar lolos. Ketika pengumuman tiba, semua yang Ucil lakukan membuahkan hasil. Bahkan cowok cadel absurd itu juga sempat mandi kembang malam-malam menjelang pengumuman. Pambudi ngomel waktu itu dan berteriak dari jendela kamarnya. Kalau anak itu sakit bagaimana? Namun Pambudi bukannya membahas soal sakit. Cowok jangkung yang isengnya setengah sekarat itu malah berucap dengan nada jahil seperti biasanya.

"Woi, Cil! Ngapain mandi kembang malem-malem? Itu kayak pemujaan buat setan. Awas ditemenin lho pas tidur!"

Setelah itu Ucil melarikan diri dan meninggalkan bak mandinya di halaman belakang rumah. Keesokan harinya, entah karena itu faktor keberuntungan atau faktor usaha Ucil soal mandi kembang itu, Ucil lolos. Meski namanya berada di urutan bawah-bawah.

Ucil menangis dalam pelukan Bapak dan Emak, lalu memeluk Pambudi. Ketika cowok cadel itu ingin memeluk Prahardi, adik Pambudi yang super dingin itu malah memberikan tatapan menyakitkan. Ucil urung memeluknya.

"Aku lolos..." Ucil menangis lagi. Pambudi menepuk kepala Ucil. Dirinya sudah diterima jauh-jauh hari di Universitas tujuannya, jadi dia nggak perlu ikut tes lagi.

"Tolong sekali lagi pakdhe titip Ucil ya Pam..." Bapak Ucil berpesan dengan nada haru. Pambudi mengangguk mengiyakan.

Beberapa hari itu Ucil ngambek nggak mau makan, maunya belajar. Bahkan dia nggak menyentuh selendang keramatnya untuk menari. Ucil benar-benar jadi kutu buku yang super telat. Telat karena baru hari itu dia belajar mati-matian hingga larut malam. Bapak dan Emaknya bahkan sampai kelimpungan ketika mendapati anaknya seolah sedang mengisolasi dirinya sendiri dari dunia luar.

Bahkan Bapak gantengnya itu sampai bertanya pada psikolog agar anaknya mau seperti dulu. Bapak ganteng itu lebih suka melihat Ucil yang alay dan juga merajuk manja daripada harus melihat dia gloomy dan tertutup.

Ketika semua penantian Bapak, Emak, orang tua Pambudi beserta Pambudi berada pada ujung tanduk, mereka semua bersorak ketika mendapati nama Ucil ada di daftar calon nama mahasiswa.

Mereka mengadakan syukuran bersama, mengundang anak yatim dan juga kaum duafa.

***

Pambudi menatap cowok cadel yang sedang memeluknya dalam tidur. Mereka sudah berada di kos sejak seminggu yang lalu. Mereka boyongan bersama, menyewa truk dan mengangkut barang-barang dari rumah. Bahkan Ucil dengan alaynya memaksa untuk membawa kasur sendiri. Sebelum anak itu benar-benar merealisasikan rencananya, Pambudi dan bapaknya menolak tegas.

"Pam..." Ucil membuka matanya, mengerjap saat mendapati Pambudi tengah memeluknya dalam tidur. Pambudi mengecup keningnya. Bagaimana ya perasaan Pambudi sekarang? Hanya satu yang terlintas di hati Pambudi saat melihat Ucil. Dia ingin menjaga anak ini selamanya kalau bisa. Hatinya seolah sudah dicolong oleh si cadel.

"Hm?"

"Kok belum tidur?"

"Aku terbangun gara-gara ada sesuatu yang ndusel di ketekku." Pambudi nyengir. Ucil memejamkan matanya sebentar, lalu mendekat lagi ke arah Pambudi. Mengecup bibir Pambudi sekilas. Pambudi mengerjap, lalu memejamkan matanya.

"Tidur, Cil! Kalau kamu bikin gara-gara ntar aku bisa khilap."

"Aku siap kalau kamu mau yang iya-iya!"

"Kamu masih belum cukup kedewasaan buat gituan."

"Umurku udah delapan belas tahun!"

"Aku nggak bahas umur, tapi kedewasaan!"

Ucil merengut. Sebelah tangannya mulai jahil. Cowok cadel itu ternyata bisa saja jadi binal di saat Pambudi lagi dalam sistem rapuh begini. Ini sudah malam. Agak dingin. Juga.. sepi.

"Tidur, Cil! Tidur!!" Pambudi sibuk memejamkan mata, menghalau tangan Ucil yang menggerayangi tubuhnya.

"Aku pengen dipeluk..."

Pambudi menghembuskan nafasnya, lalu memeluk Ucil lagi. Mengeratkan rengkuhannya di tubuh mungil cowok itu.

"Pam..."

"Apa lagi, Cil?"

"Aku pengen dipeluk nggak pake baju."

Pambudi sukses membuka mata. Melotot, menunduk menatap Ucil. Cowok cadel ini mulai ngelunjak rupanya. Jangan, tolong jangan! Pambudi sudah mati-matian menahan hasrat. Apa mungkin sekarang malam purnama, lalu Ucil kumat jadi serigala horny? Hoy, itu ada di fiksi, hoy!

Karena sudah malas berdebat, Pambudi nurut. Cowok jangkung itu membuka kaosnya dan menampakkan dada telanjangnya. Meski tubuhnya jangkung dan kurus, namun Pambudi masih tetap terlihat keren dan macho. Dia kan atlet. Dadanya bidang begitu karena latihan futsal.

Ucil mendekap tubuhnya. Pambudi merinding. Apalagi saat napas Ucil menerpa dadanya. Pambudi menelan ludah, mencoba tidur. Tapi Ucil benar-benar menguji kesabarannya.

"Cil, aku horny..." Pengakuan Pambudi membuat Ucil spontan membuka matanya. Ucil tersenyum lebar, lalu bangkit dari tidur.

"Yesss!!" Si cadel bersorak. Pambudi melongo. Sepertinya ini semua rencana si cadel. Pambudi gila kalau menuruti kemauan anak ini. Pambudi membaringkan tubuhnya lagi, berbalik dan memunggungi Ucil. Ucil menariknya nggak terima. Pambudi shock. Melongo.

Pambudi panik saat Ucil sudah duduk di atas perutnya, lalu membuka kaosnya sendiri. Pambudi kaget saat Ucil tiba-tiba menggerayangi tubuhnya yang nggak mengenakan baju. Semuanya benar-benar membuat Pambudi bingung setengah mampus, sekaligus gila. Gila karena birahi.

Karena dia nggak mau Ucil yang semena-mena atas tubuhnya, maka diterjangnya tubuh mungil itu. Ucil berada di bawahnya. Mendesah ketika bibir Pambudi mencium leher, bahu dan dadanya. Ketika bibir itu bermain di puting Ucil, si cadel itu makin menggila. Ucil menggigit bibirnya sendiri, menahan desahannya agar kamar sebelah nggak dengar.

Bibir Pambudi turun ke bawah, ke perut Ucil, lalu ke bawah lagi. Tangannya menarik boxer yang Ucil kenakan, lalu mengeluarkan sesuatu di sana. Sesuatu yang dulu Pambudi hina dengan sebutan jempol kedua.

"Ih, imutnya..." Pambudi terkikik geli. Ucil ingin protes. Mulutnya terbuka, siap mengeluarkan omelannya. Namun sebelum si cadel sempat mengucapkan kata itu, Pambudi sudah terlanjur memasukkan "jempol" itu dalam mulutnya.

"Paaammm... Aaaaawww...." Ucil mendesah pelan, menahan suaranya agar nggak didengar tetangga. Pambudi terus menggoda Ucil dengan memberikan kulumannya di sana. Ucil menarik rambut Pambudi, kepalanya menggeliat ke sana kemari. Jemari Pambudi juga bergerilya, meraba kerutan anus milik Ucil. Jemarinya mencari sesuatu di sana. Ketika menemukannya, Ucil makin menggelinjang.

"Aku.. juga mau...Shhh...." Ucil mendesah. Pambudi sudah nggak bisa berhenti. Apalagi ketika tubuh mungil si cadel bergerak, melakukan hal serupa di miliknya. Aw, mereka berdua sedang apa?

"Pamhh... anuh inih gimanah..?" Ucil bicara ketika 'adik' Pambudi berada di mulutnya. Miliknya bersentuhan dengan gigi-gigi Ucil. Sensasinya ngilu, sedikit geli dan juga membuatnya gemas setengah mati. Ucil ini sok binal, tapi sebenarnya nggak tahu apa-apa!

Pambudi nyerah.

Dia menarik lagi 'adik'nya dari bibir Ucil. Ucil melongo, nggak terima ketika mainan barunya direbut paksa oleh sang pemilik. Pambudi menarik dagu Ucil, mengecupnya, melumatnya, melesakkan lidahnya di sana. Tanpa Ucil sadari, Pambudi kembali menindihnya. 'Adik'nya yang sudah tegak itu mencari jalan di sebuah lubang yang hanya satu, dimiliki oleh bocah cadel pujaannya ini.

Ucil hampir saja memekik ketika merasa sesuatu yang keras, besar dan panjang melesak di lubang anusnya. Ucil melepaskan bibirnya dari Pambudi. Bibir Pambudi kembali bergerilya, mengecup dan menghisap dada Ucil. Meninggalkan banyak bekas di sana. Ucil tidak sadar kalau pergerakan 'adik' milik Pambudi juga semakin dalam. Pambudi nggak ngomong apapun soal ini. Pambudi sangat tenang kalau sedang anu-anuan.

Ketika Ucil sadar, Pambudi sudah bergerak pelan-pelan. Ucil yang awalnya mengernyit perih mulai bisa menyesuaikan diri. Pambudi mulai menghentakkan tubuhnya, bergerak secara naluri. Ucil mulai meracau. Bibirnya terbuka, dengan air liur yang menetes di sela bibirnya. Terlihat seksi. Matanya terpejam sendu. Pambudi berulang kali mengecup kening, pipi, hidung, dan dagu Ucil.

Semua seolah tumpah begitu saja ketika klimaks melanda mereka berdua. Hal yang mereka sebut dengan seks itu seolah menjadi saksi bisu malam ini. Di antara mereka berdua.

Ucil sudah merasa lengkap sebagai seorang kekasih. Pambudi memeluknya erat kembali dalam tidur. Napasnya teratur, matanya terpejam, namun dia masih belum sepenuhnya tertidur.

"Kenapa kamu godain aku, Cil? Akhirnya kita khilap kayak gini. Kamu nggak nyesel?" Pambudi berbisik pelan. Ucil tersenyum, menggeleng cepat.

"Kita resmi pacaran juga beberapa bulan setelah kamu keluar dari rumah sakit. Waktu itu aku mewek karena kamu seolah mengabaikan aku. Kayak nggak cinta gitu..."

Pambudi terkikik.

"Aku nahan diri. Lalu kenapa kamu jadi binal gini sekarang?" Pambudi masih ingin tahu. Ucil menghela napas, terkikik juga.

"Aku baca di majalah, katanya cara bikin pacar kita makin sayang itu dengan seks," jawab si cadel pede. Pambudi membuka mata lagi. Melotot, lalu menepuk kepala Ucil.

"Yang kamu baca itu majalah porno! Jangan baca majalah begituan!"

"Tapi kan aku mau jadi kekasih yang baik buat kamu, Pam..."

Pambudi punya rencana jahat dalam hal ini. Dia berdehem sekilas lalu berbisik pelan. Sepertinya menjahili Ucil saat seperti ini seru juga.

"Kamu mau jadi kekasih yang baik?"

Ucil mengangguk.

"Harus nurut apa yang aku bilang."

"Iya, sayang."

"Ih, sayang katanya!" Pambudi tergelak geli. "Juga, jangan boros! Jangan doyan shopping, jangan selingkuh! Kalau nggak, aku goyang kamu sampe pagi!"

Setelah itu, mata Ucil membulat seketika. Mulutnya melongo, lalu tertarik ke samping dengan dramatis.

"Aku bakalan boros, shopping, lalu selingkuh! Aku mau digoyang sampe pagi!"

Pambudi spontan terbangun, lalu memukul kepala Ucil. Mereka kembali berdebat, mengomel dengan absurd. Malam itu meski mereka sudah melakukan hal yang cukup berani, namun tetap saja Pambudi dan Ucil adalah kombinasi yang nggak akan pernah bisa serius kalau menghadapi cinta dan nafsu.

Setidaknya, mereka bahagia. Itu cukup.

END

Anu... itu, ini kan nggak terlalu hot, beda sama di sebelah-sebelah... Jadi Gaachan nggak privasiin kok... Anu, itu... *malu2* Dari dulu Pam dan Ucil itu emang kagak pernah bener jadi pasangan! INGAT, KALO ADA PLAGIAT-PLAGIATAN LAGI, ANE TUNTUUUUUTTT...! Makasih yang udah dukung buat report cerita plagiat waktu itu. Sini Gaachan cipok... *semuch*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top