Songo - Ultah

            Ucil jadi galau akhir-akhir ini. Dia jadi nggak nafsu makan. Di sanggar saja dia sibuk menyendiri. Dia nggak tertarik untuk membahas gerakan tari dengan teman-temannya. Mbak Yus yang dibuat paling kelimpungan soal ini. Mood Ucil merusak seluruh penari. Para penari menganggap Ucil sebagai ikon mereka, jadi kalau Ucil saja sudah nggak nafsu menari... bagaimana mereka bisa semangat juga?

"Kamu jangan sebarin aura mencekam, Cil!" Mbak Yus berteriak-teriak kencang, mirip emaknya. Ucil merengut, menatap datar layar HPnya. Semalam Ferdi nggak balas BBMnya. Sakit, kan? Ucil jadi sedih. Jadi kepikiran. Apa Ferdi membencinya dan mulai bosan padanya? Bukan hanya itu masalah Ucil sebenarnya. Dia sedang marah dan ngambek pada Pambudi. Pambudi nggak peka dengan kondisi hatinya. Pambudi nggak peduli padanya. Ucil bete dengan itu. Kesal. Dia gengsi untuk cerita pada Pambudi. Pambudi juga nggak ada minat untuk minta maaf lebih dulu padanya.

"Aku lagi nggak mood latihan, mbak... Maafin aku!" Ucil ngaku. Mbak Yus menghela nafasnya, lalu duduk manis di depan si cadel.

"Lagi berantem sama Pambudi lagi?"

Ucil mendongak.

"Kok Pambudi, sih mbak? Kan aku juga bisa berantem sama orang lain. Masa Pambudi melulu!" Ucil mengerut. Mbak Yus menunjuk wajah Ucil.

"Setahu mbak sih cuma Pambudi yang bakat bikin raut kamu jadi gini..."

Ucil baru sadar kalau selama ini hidupnya rumit karena Pambudi.

"Jadi, ada masalah apa? Bukan sama Pambudi, lalu sekarang masalah sama siapa?"

Ucil menunduk.

"Sama... gebetan..."

"Ucil punya gebetan?!!" Mbak Yus kaget, bengong sampai melongo. Mbak Yus nggak percaya Ucil juga ada minat untuk pedekate begitu.

"Mbak Yus, ih! Jangan kencang-kencang!" Ucil protes. Mbak Yus mengangguk paham. "Pambudi juga bikin bete, sih! Jadi ini juga gara-gara dia..."

"Nah!" Mbak Yus bertepuk tangan bangga karena tebakannya ada benarnya sedikit. Mbak Yus tahu, Pambudi itu sudah jadi kakak kesayangan Ucil. Mbak Yus tahu karena sejak kecil Pambudi dan Ucil itu selalu bersama. Pambudi pernah menggendong Ucil ketika cowok cadel itu jatuh. Pambudi pernah mengantarkan Ucil ke rumah mbak Yus untuk latihan tambahan, Pambudi juga yang selalu menjemput Ucil. Seringnya sih begitu! Bahkan setelah si Ucil dapat sepeda dari bapaknya, Pambudi tetap setia mengekorinya. Alasannya... karena Ucil nggak bisa nyebrang. Cukup? Makanya emaknya cemas dan meminta tolong Pambudi untuk mengantarkan si Ucil.

"Aku dan gebetanku..." Ucil ragu untuk cerita, namun saat melihat raut antusias dan kepo mbak Yus akhirnya Ucil nyerah. Dia ingin bercerita pada seseorang walaupun orang itu nggak tahu kalau gebetan Ucil adalah cowok. Teman satu sanggarnya pula!

"Iya?" Mbak Yus menunggu.

"Hubungan kami rumit gitu, mbak! Jadi aku digantung..."

"Udah minta kepastian?"

"Nggak segampang itu, lah mbak!"

"Trus ada hubungannya sama Pambudi?"

"Dia malah cuek gitu, mbak!"

"Bukannya Pambudi emang dari dulu udah cuek gitu, ya?" Mbak Yus konfirmasi. "Mbak bukannya berdiri di pihak Pambudi, sih! Tapi mbak paham gimana jadi Pambudi. Dari dulu dia berkorban buat kamu terus, lho Cil! Sadar nggak kalau waktu dia selalu kamu habiskan?"

"Masa, sih mbak?"

"Dia bisanya maen futsal doang, lalu sekolah. Udah. Apa pernah dia ada quality time untuk dirinya sendiri? Dia malah selalu anterin kamu kemanapun kamu mau..."

Ucil baru sadar. Iya, ya? Bahkan Pambudi juga nggak sempat jatuh cinta, itu mungkin karena Ucil selalu merepotkan Pambudi. Tapi anehnya Pambudi nggak pernah protes kepadanya soal ini. Walaupun Pambudi selalu ngomel-ngomel dan mengusirnya, tapi Ucil sudah kebal dan anggap itu hanya bercandaan Pambudi saja.

"Astaga, aku baru sadar kalau aku udah jahat selama ini sama dia, mbak..." Ucil mengelus dadanya. Ucil itu baru sadar kalau sudah ditabok.

"Jadi, kamu lebih galau yang mana? Soal gebetan atau Pambudi?"

Ucil mikir.

"Dua-duanya, sih!"

"Tapi kamu bahasnya lebih panjang soal Pambudi!"

"Hem... karena nggak biasa aja aku ngambek ke dia lama gini, mbak!"

"Berapa hari emangnya?"

"Sehari..."

Mbak Yus melongo. Jadi selama ini mereka sering bertengkar dan waktu baikannya nggak akan pernah lebih dari sehari? Oh, ini persahabatan yang nggak akan lekang oleh waktu. Bahkan mungkin kalau mereka sudah berkeluarga, Ucil akan menikahkan anaknya dan anak Pambudi agar jadi besan. Lalu selamanya mereka tua bersama hingga mati. Oh-Oh! Sinetron sekali!

"Sana minta maaf sama dia!"

"Tapi kan aku nggak salah ke dia!" Ucil masih keras kepala.

"Minta maaf bukan berarti kamu salah dan merendahkan dirimu sendiri, Cil! Anggap aja lagi lebaran. Punya salah dan nggak, tetep minta maaf..."

Ucil sok paham soal itu. Dia mengambil HP di sakunya, lalu menghubungi Pambudi. Namun Pambudi di sana hanya menatap santai layar HPnya. Perannya sebagai tokoh antagonis dalam drama kejutan ultah si Ucil harus meyakinkan, jadi dia mereject panggilan si Ucil. Ini pertama kalinya Pambudi menolak panggilan Ucil. Biasanya dia hanya mengabaikan, tapi kali ini dia malah sudah menolak. Pambudi masih setia dengan laptopnya. Dia sedang chatting dengan gebetannya. Ucil ngamuk-ngamuk pasti di sana. Biar, ah! Nanti Pambudi minta traktiran dobel.

Pambudi malah sibuk membalas chatting gebetannya. Dia bahkan sudah kirim-kiriman foto segala. Oh, si jangkung manis itu sekarang sudah mulai bisa melarikan diri dari Ucil ya? Selamat, selamat!

Besok Pambudi harus ikut skenario Ferdi. Dia harus mengabaikan Ucil seharian, pura-pura marah, lalu mengajaknya bicara di cafe favorit mereka. Pambudi jadi merinding. Dia bukan homo, tapi kenapa dia jadi ikut acara homo? Oke, lah! Saatnya bobok cakep! Biar saja Ucil pulang sendiri. Kan ini lagi akting cuek dan nggak peduli!

***

Ucil bete. Ucil kesal. Pambudi menjauh. Ferdi nggak bisa dihubungi. Ucil sendirian di dunia ini, pundung di pojokan. Mbak Yus bahkan nggak bisa merayunya untuk latihan sehingga Ucil memulangkan dirinya sendiri.

"Budhe, Pambudi kemana?" Ucil bertamu lagi ke rumah Pambudi. Ibu Pambudi tersenyum geli.

"Masmu itu lagi keluar. Katanya sih mau futsal..." Ibu Pambudi menjawab cepat.

"Tapi kan sekarang bukan hari latihannya, budhe.." Ucil nggak terima.

"Mas Ucil mau nyamperin mas Pambudi?" Prahardi nongol dari balik kamarnya, kepalanya saja yang celingukan.

"Iya, mau ikut?"

"Nggak, aku titip terang bulan unyil, ya!"

"Duitnya?"

Prahardi melangkah ke arahnya lalu menyerahkan selembar sepuluh ribuan ke tangan Ucil. Ibu Pambudi melotot nggak terima kalau anaknya menyuruh-nyuruh orang begitu. Apalagi kan Ucil lebih tua dari Prahardi.

"Kamu jalan sendiri aja kalau mau beli!"

"Tapi kan sekalian aja gitu, bunda..." Prahardi mengernyit.

"Nggak apa, budhe. Ntar pulangnya biar Ucil beliin..." Ucil nggak masalah kok soal ini! Pambudi bahkan sering menjemputnya tiap hari, masa adiknya titip terang bulan saja Ucil nggak mau? Nggak tahu diri banget itu namanya!

Ucil salim pada ibu Pambudi lalu keluar dan mengambil sepedanya. Sepeda Ucil lucu, lho! Ada keranjangnya. Warnanya kuning ngejreng mentereng. Belum lagi ada bel-nya. Bel-nya ini juga bunyinya keren. Mirip bel tukang es cream.

Ucil mengayuh sepedanya dengan semangat. Dia sudah lama nggak mengayuh sepeda begini, jadi dia senang sekali sekarang. Ucil sebenarnya bisa kok nyebrang jalan, hanya saja dia harus tunggu momen yang pas. Tunggu sampai jalanan sepi. Lalalala.... Sampai sepi. Benar-benar sampai sepi.

Futsal center tempat Pambudi latihan biasanya sepi jam segini. Ucil memarkir sepedanya dan segera melangkah masuk, mencari geng Pambudi di salah satu spot. Salah satu anggota tim Pambudi adalah anak pemilik tempat ini, jadi mereka dapat gratisan latihannya.

"Anakmu, tuh datang!" Mereka ribut saat tahu ada cowok mungil yang manis sekali mirip anak SMP menghampiri mereka. Kalau Pambudi nggak ingat untuk tetap akting demi kelancaran acara kejutan ultah si Ucil besok, pasti Pambudi sudah nggak tahan untuk kembali meledeknya. Tapi masalahnya Pambudi harus tahan untuk nggak jahil kali ini. Dia harus pura-pura marah dan bertengkar dengan Ucil, lalu besok Ferdi akan datang dan mengucapkan selamat ulang tahun beserta kue. Klasik – kuno – katrok banget skenario itu, tapi Pambudi yakin kalau Ucil akan senang sekali setelah ini.

"Ngapain ke sini?" Pambudi menunjuk Ucil, sok nggak suka dan terganggu.

"Nggak boleh? Kan aku pengen lihat latihan kamu. Udah lama nggak ke sini.."

"Kayak yang ngerti bola aja! Taunya batangannya doang gitu..."

Ucil mengerut kesal. Pambudi sedang dalam versi pedas saat ini. Ucil tahu kalau raut Pambudi sedang suntuk. Ucil nggak mau ngomong apa-apa lagi, tapi Pambudi juga jadi nggak tega padanya. Dia nggak bakat akting. Dia selalu saja nggak tega di tengah acara.

Pambudi mengambil tasnya dan beranjak pergi.

"Mau kemana?"

"Mandi dan ganti baju. Mau ikut? Mau bantuin gosokin anuku?"

Ucil menggeleng jijik. Pambudi menatap Ucil sekilas sambil meminta maaf dalam hati. Dia punya cara untuk menjahili Ucil kali ini. Dia berbalik, lalu berlari cepat. Ketika sampai di depan kamar mandi, dia nggak langsung mandi dan ganti baju. Pambudi melarikan diri. Pulang lebih dulu!

***

Ucil marah pada Pambudi. Dia ngambek. Tentu saja alasannya karena Pambudi meninggalkannya kemarin di lapangan futsal. Hari ini mood Ucil berantakan. Pambudi meninggalkannya. Pambudi berangkat lebih dulu ke sekolah. Ucil nggak pernah merasa dikhianati begini. Ucil nggak tahu kenapa Pambudi menghindarinya. Ucil merasa dunia sudah mulai menjauhinya. Oke, ini mulai alay, Cil!

Ucil terpaksa berangkat nebeng truk tetangga. Meskipun Ucil harus berada di belakang, duduk nyaman di sana. Mungkin nanti badan Ucil akan bau saat turun dari truk ini. Mau bagaimana lagi, Ucil mau naik bis tapi emaknya melarang. Ucil itu teledor, bisa-bisa dia ketiduran di bis.

Ucil sampai di sekolahnya dengan raut kesal. Dia sempat melihat Pambudi di kelasnya, namun lagi-lagi cowok itu sok nggak peduli. Pambudi acuh tak acuh terhadapnya. Ucil benar-benar marah. Kecewa. Ketika kakinya melangkah ke arah kelas Pambudi, bel masuk berbunyi. Dia harus menunda marahnya dulu, tunggu nanti kalau sudah istirahat. Ucil pasti akan menemui Pambudi dan menghujatnya!

Begitu bel istirahat berbunyi, Ucil kalah lagi kali ini. Ternyata... Pambudi sudah melarikan diri! Ucil gemas, lantas mengirim SMS pada sahabat jangkungnya itu.

"Jangan kabur! Aku mau ngomong!"

Pambudi di sana hanya mesem membaca SMS Ucil, lalu membalas pesan si cadel.

"Cafe biasa pulang sekolah. Naek bis sendiri."

Pambudi nyengir. Seharian ini dia mencoba menghindari Ucil. Dia selalu melarikan diri tiap kali melihat si cadel. Tujuannya jelas, sih! Ferdi minta tolong padanya agar Pambudi akting sok marah, tapi Pambudi nggak bisa. Melihat wajah manyun si cadel saja Pambudi sudah ngakak, bagaimana kalau harus pura-pura marah? Jadi satu-satunya cara adalah dengan menghindari si cadel.

Ferdi sudah menyiapkan pesta kejutan untuk Ucil di cafe langganan mereka. Pambudi nggak ikut apapun, dia hanya sibuk akting. Pambudi mengabari teman-teman terdekat Ucil. Seperti mbak Yus, Uul dan teman-teman lainnya. Prahardi menolak untuk datang. Adiknya itu mengatakan, "Aku nggak suka acara childish. Merayakan hari dimana seseorang bertambah tua adalah sebuah kebodohan! Manusia itu egois, ya! Seneng banget tetangganya makin tua..."

Prahardi itu tipe AB. Abstrak. Absurd. Nggak bisa diajak kerja sama. Pambudi sudah hafal dengan tingkah anak itu, jadi hanya bisa menghela nafas saja.

Ketika bel pulang sudah berbunyi, Pambudi buru-buru pergi lebih dulu. Tentu saja sebelum Ucil menyusul dan minta nebeng padanya. Pambudi harus ikut acara kejutan bodoh ini. Ada yang akan Ferdi lakukan nanti.

"Kak Pambudi!" Ferdi melambai ke arah Pambudi begitu cowok jangkung itu sampai. Pambudi menghampiri Ferdi yang sudah siap dengan kue ulangtahunnya. Ada angka tujuh belas di kue itu. Ada nama Ucil, ada bentuk hati juga di sana.

"Kamu beneran mau nembak Ucil di depan mereka semua?" Pambudi berbisik pelan. Ferdi menggeleng spontan.

"Nanti aja, pas semuanya udah pada balik, kak!"

"Aku kira kamu cukup nyali buat itu. Walaupun kamu bernyali, tapi inget Ucil belum tentu mau publikasi hubungan ini..."

"Aku tahu..." Ferdi mengangguk paham. Pambudi menepuk bahu Ferdi sekilas, lalu melangkah ke arah Uul dan yang lain.

"Ada makanan apa? Pesen mie setan, nggak?" Pambudi sudah celingukan, mencari makanan lain yang sudah terhidang rapi di meja. Pambudi tahu kalau Ferdi anak orang kaya hingga dia bisa menyewa salah satu spot cafe begini. Jadi kali ini Pambudi nggak akan menyia-nyiakan kesempatan! Dia harus menyiapkan perut cadangan untuk semua makanan ini.

"Kamu bawa kantong kresek aja, bawa pulang!" Uul mendengus. Lalu setelah itu mereka toss tanpa makna yang berarti. Abaikan. Mereka sedang gila kalau ada makanan.

Pambudi lupa satu hal. Saat ini Ucil pasti sedang mikir lama. Sedang galau. Dia mungkin sudah dalam perjalanan ke sini. Uul melangkah, lalu mengawasi ujung jalan. Dia begitu bukannya tanpa alasan. Cewek itu sedang scan penampakan Ucil. Hingga setelah itu, cewek itu berlari ke dalam dengan menggebu.

"Ucil! Ucil!!" Uul berteriak kencang hingga yang lain kelabakan. Mereka semua bersiap di posisinya. Ucil melangkah masuk dengan kepala tertunduk hingga....

"Happy Birthday!!" Setelah itu kertas-kertas kelap-kelip turun, diiringi dengan sorakan. Pambudi yang sudah tahu skenario ini, hanya pura-pura mangap. Pura-pura berteriak juga. Padahal tangan kanannya sudah meraih sebuah ayam goreng dan mengunyahnya.

"Kaliaaannn...???" Ucil shock. Namun mulut anak itu sekarang melebar. Dia tertawa bahagia higga mulutnya sampai di kedua telinganya. Ucil tersenyum senang, lalu berlari ke arah mereka. Ucil melangkah dengan wajah haru. Sebentar lagi pasti anak itu akan menangis. Pambudi masih mengunyah ayam goreng di tangannya dengan penuh kenikmatan, nggak terlalu paham dengan kejutan ini.

Ucil benar-benar mewek setelah itu, lalu melangkah dan meniup lilin di atas kue tart yang dibawa Ferdi. Semua bertepuk tangan, lalu menyalami Ucil. Ucil mengucapkan terimakasih berulang kali sambil sibuk menyedot ingus.

Pambudi tahu, ini kejutan ulang tahun terbaik yang pernah Ucil dapatkan. Pertama ada gebetannya. Kedua dirayakan dengan ramai di cafe. Pambudi sebenarnya sudah mengabari kedua orang tua Ucil, tapi emak dan bapak Ucil beralasan kalau mereka sibuk. Mereka berjanji akan membuat syukuran kecil-kecilan nanti. Apalagi ini ultah Ucil yang ketujuh belas, jadi kedua orang tua Ucil tahu betapa sakralnya ulang tahun kali ini. Ucil sudah dewasa. Pambudi sebagai bapak lainnya juga harus siap melepas Ucil dengan pujaan hatinya.

"Selamat ulang tahun, ya Cil!" Pambudi masih mengunyah dan menghampiri si cadel. Tangannya yang penuh minyak itu terulur. Ucil menatapnya jijik.

"Apa-apaan, tuh? Nggak ikhlas banget bilangnya!" Ucil menunjuk wajah Pambudi dengan raut kesal. Gemas.

"Maaf ya aku udah menghindari kamu kemaren-kemaren... Sengaja sih!" Pambudi masih mengunyah. Ucil menendang lututnya.

"Gara-gara kamu, aku jadi galau! Dasar penjahat!"

"Kok aku? Salahin aja tuh gebetan kamu! Dia yang nyuruh aku!" Pambudi menoleh ke arah Ferdi yang sedang mengobrol dengan yang lain.

"Ini semua dia yang bikin?" Ucil ternganga.

"Bukan! Tapi aku!" Pambudi menunjuk dirinya sendiri dengan nada ironis. Ucil mencibir.

"Nggak mungkin!"

"Nah, kan udah tahu kalau aku nggak mungkin bikin ginian.."

"Aku kira anak-anak sanggar..."

"Mereka iuran gitu? Mereka juga mikir. Nyewa spot cafe ini kan butuh duit juga, belum lagi ada makanan. Mendingan juga uangnya buat bikin kostum!"

"Iya juga, sih...!"

"Ntar kamu mau ditembak sama dia!" Pambudi senang sekali rasanya jadi spoiler man. Dia sudah ingin pulang sambil membawa makanan-makanan nggak berdosa ini.

"Beneran?!" Ucil menjerit hingga seluruh mata menoleh padanya. Ucil nyengir setelah itu, lalu menyenggol lengan Pambudi. "Dasar nggak bisa jaga kejutan!!" Kini Ucil marah padanya. Pambudi yang sejak awal nggak bisa akting dan memberi kejutan makanya hanya bisa menghindar dari Ucil demi suksesnya kejutan ini.

"Daripada kamu salah paham lagi ke aku, coba? Kan ntar aku mau balik duluan. Ntar kamu ngambek kalau aku tinggal lagi..."

"Iya, iya...!"

Ucil nyerah. Pambudi akhirnya berbalik, lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Tangan kanannya mengulurkan sebuah bungkus kecil pada Ucil. Kecil sekali.

"Nih, kado dariku!" Pambudi menyerahkan kado itu. Sebenarnya dia nggak terlalu suka dengan kegiatan ini. Ini kan soooo lovey-dovey kayak cewek! Pambudi nggak biasa begini!

"Isinya apaan, nih? Permen? Duit?" Ucil penasaran.

"Buka aja!," sahut Pambudi cuek. Tangannya menyambar ayam goreng lagi. Ucil mengerut dan membuka kotak kecil itu perlahan. Setelah itu, Ucil melongo. Dia ingin menjerit, tapi nggak jadi. Dia sadar dimana dia sekarang. Dia ingin memeluk Pambudi, tapi takut yang lain jijik. Hadiah yang Pambudi berikan adalah sebuah cincin. Cincin itu nggak mahal, tapi Ucil sangat menginginkannya. Cincin itu punya bentuk ukiran kepala singa. Ingat kan kalau Ferdi pernah jadi singa di sendratarinya?

Ucil sudah muter-muter mencari benda seperti ini. Kata mbak-mbak penjaga tokonya, Ucil harus pesan dulu. Ucil nggak suka nunggu, jadi membatalkan pesanannya. Ucil nggak nyangka kalau Pambudi bisa mendapatkan cincin seperti ini.

"Kamu dapat darimana, Pam?"

"Itu? Oh.. itu aku beli di deket sekolah Prahardi. Kan sebelah sekolah Prahardi ada SD, tuh...! Ada tukang jualan mainan anak-anak, kan tiap pagi? Aku beli di sana..."

Ucil ingin marah, tapi nggak jadi. Ya sudahlah, Pambudi kan memang begitu! Hadiah kecil ini benar-benar lucu, membuat Ucil jadi terharu. Ucil nggak peduli dengan harganya, yang penting niat dan ketulusan Pambudi soal hadiah ini. Tentu saja Pambudi ikhlas, lah.. ini kan cincin murah. Ucil baru sadar kalau Pambudi mulai perhitungan dan pelit.

"Aku juga beli yang bentuknya kucing. Nih!" Pambudi mengulurkan tangannya sendiri. Sudah ada cincin yang sama, dengan kepala kucing bertengger manis di kelingkingnya. Nggak muat, lah di jari lain! Jemari Pambudi besar begitu.

"Tapi aku masih marah sama kamu!"

"Kan aku akting, Cil!"

"Aku merasa dunia sudah kejam padaku..."

"Jangan alay!"

"Habisnya, kalau nggak ada kamu kayak ada yang kurang gitu, Pam!"

"Hih, menjijikkan! Ntar lagi juga kamu bakalan lupain aku, Cil! Kamu bakalan sibuk sama siapa tuh? Siapa tuh?" Pambudi berniat menggodanya. Ucil menggeleng.

"Kamu tetep bapakku!" Ketika Ucil berniat memeluknya, Pambudi sudah berbalik dan berteriak kencang ke arah Ferdi.

"Ferdi! Aku mau balik duluan, ya! Cicakku di rumah belum dikasih makan!" Pambudi melambai nista. Pambudi nggak mau merusak acara berharga si cadel ini. Teman-temannya yang lain juga mulai berpamitan. Inilah mereka! SMP. Setelah Makan Pulang. Indah sekali dunia ini, Tuhan!

Pambudi melambai ke arah Ferdi dan si cadel yang kini hanya melongo. Ferdi menggaruk tengkuknya gugup. Ferdi ingin bicara dengan si cadel nanti sepulang dari sini. Ferdi ingin memberikan hadiah pada Ucil....

Walaupun bagi Ucil kejutan ini sudah hadiah terindah baginya, namun satu hal yang lebih Ucil harapkan dibanding sekedar hadiah... Pernyataan Cinta Ferdi.

TBC

Ternyata... aku makin cinta... cinta kepada Ucil! Apa cerita ini alay? Iya, memang sengaja begini. Gaachan mau nyanyi...! Uke manis... oh itu sudah biasa...! Uke dingin... oh itu sudah tak terkira...! Uke alay... milik kita semua...!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top