Sepolo - Musuh

Pambudi mengira Ucil pasti sedang senang sekarang. Pasti Ferdi sudah menyatakan perasaannya. Pambudi nggak nyangka kalau pacar pertama si cadel adalah cowok. Padahal dulu si cadel pernah ditaksir cewek di sanggar, namun sekarang dia malah punya pacar cowok. Pambudi nggak tahu bagaimana takdir memihaknya.

"Paaaaammmm....!! Aku udah nggak jomblo lagi!!" Ucil berteriak dengan antusias ke arahnya. Pambudi yang sedang sibuk bermain game di laptopnya hanya menoleh sekilas dan mengangguk paham. Cuek lagi. Ucil sudah masuk ke dalam kamarnya seperti biasa, tentu saja dengan raut menjijikkan ala orang kasmaran.

"Kamu nggak kaget gitu?" Ucil duduk di depannya, dengan raut melongo. Pambudi hanya fokus pada laptopnya. Musuh sedang menyerangnya. Pambudi tetap fokus. Abaikan si cadel. Abaikan dia... Abaikan!

"Kan aku yang jadi spoiler man duluan..."

"Ah, lupa! Ternyata selama ini kamu menghindar dariku karena menyiapkan kejutan ini?" Ucil bertanya lagi dengan nada yang sama. Pambudi nggak tahan untuk usil lagi dengan mulutnya.

"Nggak, ih! Jangan ge-er, ya Cil!"

Ucil cemberut. Pambudi masih belum puas melihat ekspresi itu. Ucil kan sedang dalam mood yang baik sekarang, jadi Pambudi harus membuatnya kesal sedikit. Terlalu senang juga nggak baik, kan?

"Kamu ini nggak seneng lihat sahabatnya bahagia?" Ucil protes. Pambudi hanya angkat bahu, lalu berdecak.

"Pacarannya yang bener!" Pambudi iseng.

"Pacaran yang bener?" Ucil mengerut. Pambudi ingin menunjukkan kejahilannya lagi, dengan mulut jahilnya lagi.

"Iya. Pertama, jangan maen api. Nanti kebakaran..."

"Emangnya kami mau bikin api unggun?"

"Ini filosofi, Cil!"

"Idih, kayak yang udah paham filsafat aja!"

"Denger baik-baik, ya cadel! Kamu tahu gimana gaya pacaran gay? Tahu? Tahu?" Pambudi ingin ngikik nista. Ucil menggeleng.

"Pacaran ya pacaran. Gandengan tangan, pelukan, ciuman..." Ucil menunduk malu-malu cabe sekarang. Pambudi mengernyit jijik.

"Itu yang paling umum. Usahakan kayak gitu terus, Cil! Jangan macem-macem yang berlebihan!" Pambudi menunjuk Ucil. Ucil menelan ludahnya gugup. Takut juga.

"Aku nggak berani gituan, Pam! Katanya sakit..."

Pambudi nggak nyangka kalau si cadel sudah eksplorasi info sejauh ini.

"Tuh, tuh...! Denger darimana?" Pambudi masih kepo soal ini. Ucil mengeluarkan HPnya dan membuka sebuah blog. Kisah tentang kisah pertama bersama homo. Uh.. Ucil ternyata kepo juga, ya? Pambudi nggak pernah tahu blog apa itu, tapi dilihat dari bahasanya seperti kisah homo di luaran sana yang bertujuan untuk menyodok. Pambudi geli, tapi dia nggak bisa menyerah untuk menjahili si cadel.

"Bayangin aja, lubang sekecil itu... dimasukin sama batangan yang gede... Pas pup aja kadang sakit..." Ucil mengangguk ngeri. Ini jadi mesum beneran, nih!

"Kayak gituan bisa bikin hamil, lho!" Pambudi mengernyit, sok serius.

"Mana mungkin, kami nggak punya rahim!"

"Ada cowok yang terlahir dengan rahim. Kamu nggak pernah lihat di internet?"

"Tapi aku nggak mungkin, Pam!"

"Mungkin aja... Kamu nggak pernah periksa, kan?"

"Ngaco aja, deh Pam! Aku mau balik, ah!"

"Inget, Cil! Gituan itu sakit, lho!" Pambudi berteriak dari kamarnya, kepalanya melongok dari balik pintu. Omongan nggak sensornya mungkin akan didengar adiknya, tapi Pambudi tahu kalau adiknya itu nggak peduli. Cuek. Santai. Ucil sudah menghilang dari pandangannya. Pambudi sudah mengira kalau Ucil pasti pihak yang ditusuk. Pihak ceweknya.

Iseng, akhirnya Pambudi mencoba mencari video homo. Dan...

Efeknya benar-benar luar biasa! Pambudi sampai merinding....

***

Pambudi berdiri di lapangan futsal. Akhir-akhir ini dia sibuk. Sebentar lagi ada lomba futsal. Sekolah Pambudi juga berpartisipasi. Tentu saja Pambudi sebagai ketua tim harus ekstra dalam hal ini. Dia mengerahkan segala kemampuannya. Dia harus latihan untuk dirinya dan memperhatikan anggota lainnya.

Pambudi nggak peduli dengan Ucil dan pacar barunya. Pambudi sering pulang malam dari latihan. Dia latihan keras demi lomba ini. Ucil sesekali pernah nongkrong di kamarnya, tapi karena Pambudi sudah lelah akhirnya Ucil diabaikan. Pambudi merem di kasurnya dengan Ucil yang masih ngoceh. Tubuh Pambudi benar-benar lelah.

Pagi ini seperti biasa, Pambudi berangkat lebih dulu. Dia harus koordinasi dengan pelatih tentang jadwal mainnya. Ucil akhir-akhir ini diantar oleh bapaknya, sedangkan pulangnya Ferdi yang setia mengantar. Pambudi sudah memanasi motornya di halaman depan. Ucil masih belum mandi dan menatap Pambudi yang tampaknya buru-buru.

"Latihan lagi?" Ucil nanya dengan raut kepo. Pambudi yang kemarin-kemarin dia kenal dengan tipe cowok jahil kini berubah jadi cowok workaholic.

"Iya, udah mepet waktunya!"

"Kapan? Kapan?"

"Bulan depan..."

"Waaaahhh...!" Ucil melongo. "Kamu nggak mau undang aku buat datang?" Ucil merengek seperti biasa. Pambudi nyengir.

"Kalau aku bilang jangan datang pun kamu pasti bakalan datang, kan? Bocah!" Pambudi terkekeh. Ucil mengangguk antusias.

"Tanggal berapa? Tanggal berapa?"

"Tanggal tujuh belas finalnya. Itu juga kalau kami lolos..."

"Oke, aku pasti datang kalau kamu sampe final! Bareng Ferdi..." Ucil sudah menunduk malu, berbisik pelan dengan wajah merah menjijikkan. Pambudi menatap Ucil dengan raut geli.

"Aku berangkat dulu, deh! Inget, ya! Datang di finalku!" Pambudi menaiki motornya dan pergi ke sekolah di pagi buta. Ucil melambai alay di sana, seolah sedang melepaskan kekasihnya yang ingin berperang. Bahkan lambaiannya mirip Miss Universe. Pambudi mengernyit menatap spionnya. Ucil norak banget, sumpah!

***

Pambudi menatap tempat penonton. Ada Prahardi duduk manis di sana sendirian. Adiknya itu sedang ngemil. Duduk dengan tenang tanpa ngomong apapun. Gloomy sendirian di sana. Pambudi melambai ke arahnya, tapi Prahardi cuek dan masih mengunyah. Tim futsalnya berhasil melaju hingga putaran final. Selama masa penyisihan Pambudi nggak terlalu memikirkan kedatangan keluarganya ataupun si cadel, namun kali ini dia sudah di final. Ucil sudah janji datang untuk ini.

"Es-Em-A Enam Belas...! Hok, yahhh!" Suara cheerleader yang super norak terdengar juga. Pambudi menggeleng jijik. Kok bisa-bisanya mereka malah berisik begini. Pambudi menatap bangku penonton. Ah, mungkin si cadel telat nanti!

Peluit tanda pertandingan dimulai berbunyi. Pambudi segera mengambil posisi. Pertandingan berlangsung sengit. Futsal memiliki kesulitan tersendiri, terutama saat ukuran lapangannya nggak sebesar lapangan bola. Pergerakan mereka nggak bisa leluasa, namun tenaga yang digunakan juga nggak terlalu banyak. Pambudi sudah berjuang keras untuk sampai di final.

Di menit-menit terakhir, kedudukan masih sama. Pambudi sudah mulai bersiap melepaskan tendangannya, di menit-menit terakhir dan... GOL!! Tendangan terakhir Pambudi berhasil membawa timnya pada kemanangan. Pambudi diangkat beramai-ramai. Suara teriakan dan tepuk tangan penonton menyambut kemenangan mereka. Meski saat ini Pambudi sedang dikelilingi oleh teman-teman lain, namun Pambudi merasa ada yang kurang. Prahardi berdiri di depannya dengan raut datar seperti biasa.

Ucil nggak datang!!

Cowok cadel itu kurang ajar!! Pasti dia lagi pacaran! Pambudi mengambil HPnya di dalam tas, mengaktifkan paket datanya dan mencari BBM si Ucil. Ucil baru saja memperbarui Display Picture-nya. Foto bareng berdua bersama Ferdi, juga ganti Personal Message-nya juga. Isinya "@Restoran Jepang. Coba-coba makanan Jepang untuk pertama kali w/ Ferdi pake R". Pambudi sukses kecewa....

Awalnya Pambudi kira cowok itu telat, atau memberinya kejutan nanti. Pambudi nggak pamrih soal itu, namun dia berharap sahabat cadelnya itu datang. Ucil nggak datang, padahal ini adalah pertandingan yang berarti untuk Pambudi. Pambudi bahkan mendapatkan predikat sebagai pencetak gol paling banyak. Dia butuh sahabat cadel alaynya untuk bersuka ria!

"Mas sabar, ya! Mungkin anakmu itu lagi pacaran..." Prahardi berbisik pelan. Pambudi tersenyum ironis.

"Balik, yuk!" Pambudi sudah nggak punya minat dan selera untuk ikut teman-teman dan pelatihnya makan-makan. Dia jadi sentimen sekarang. Sensitif juga. Tiap kali Ucil manggung, Pambudi selalu datang. Pambudi nggak minta Ucil datang di setiap pertandingan, Pambudi hanya minta Ucil hadir saat di putaran final. Pambudi kecewa. Sangat.

Pambudi sampai di rumahnya, lalu langsung masuk ke dalam kamarnya. Orang tuanya mengucapkan selamat lewat SMS. Pasti saat pulang nanti mereka akan membawakan banyak makanan untuk merayakan. Pambudi hafal gaya orang tuanya yang selalu sibuk tapi masih sempat merayakan hal-hal seperti ini. Nah, Ucil yang nggak sibuk itu malah sok sibuk! Nah, jadi baper lagi, kan?

"Jangan ganggu mas Pambudi dulu, ya mas! Dia lagi dalam keadaan nggak baik..." Prahardi terdengar sedang bicara dengan seseorang di luar sana. Pambudi diam, melangkah cepat ke arah pintu, lalu mengunci pintunya.

"Lho, kok dikunci?" Ucil bertanya. Lamat-lamat didengarnya Ucil dan Prahardi bicara.

"Mas lupain janji penting ke mas Pam..."

"Janji? Janji yang mana?"

"Tadi mas Pambudi menang futsal..."

"Lalu kapan finalnya?"

"Tadi finalnya, mas!" Prahardi berkata tenang. Setelahnya, Pambudi mendengar si cadel itu berteriak kaget.

"Seriusssss???!! Tadi? Ini tanggal berapa? Masih tanggal enam belas, kan? Ya ampun!" Si cadel jadi berisik dan panik di luar sana. Pambudi hanya terbaring di atas kasurnya, tanpa mengucapkan apapun.

"Mas Pambudi itu kalau marah nggak mau diganggu. Mas Ucil pulang aja dulu..."

"Tapi aku pengen minta maaf..."

"Nanti aku sampaikan kalau mas Ucil ke sini. Mas Ucil tahu kan kalau mas Pambudi itu tipe yang nggak suka diganggu kalau lagi marah?" Prahardi rupanya peka dengan keadaan kakaknya. Lalu setelahnya Pambudi mendengar Ucil pamit pulang.

Pambudi benar-benar kesal dengan si cadel. Si cadel berubah sejak punya pacar! Ucil nggak datang bukan hanya karena lupa, tapi karena sibuk pacaran dengan Ferdi. Tuh, buktinya DP dan PM Ucil begitu!

***

Kebetulan hari ini hari minggu. Pambudi sibuk dengan kerjaan liburannya. Nyuci baju, beres-beres kamar... Jangan kira karena cowok maka semua urusannya dikerjakan oleh ibu. Nggak, ibunya nggak akan melakukan itu. Pambudi dan Prahardi sama-sama sudah besar. Meskipun mereka adalah cowok, tapi mereka tetap harus mencuci sendiri. Ibu melarang pakai mesin cuci, soalnya nggak terlalu bersih hasilnya. Mungkin mesin cucinya belum diupgrade. Seandainya saja ada mesin cuci yang bisa nongolin tangan dari dalam, lalu ngucek... Ah, ini ngomong apa coba?

"Masss.. nitip, boleh?" Prahardi bertanya cepat. Pambudi cuek. Itu artinya nggak boleh.

"Udah gede, nggak malu apa minta tolong orang laen buat nyuciin sempak!" Pambudi menggerutu. Prahardi tahu, mood mas-nya ini sedang dalam keadaan nggak baik. Karenanya setelah itu Prahardi menyerah. Pasti gara-gara kejadian kemarin!

Pambudi menjemur cuciannya di halaman belakang. Ketika sedang asyik dengan kegiatannya, kepala Ucil nongol di pagar samping rumahnya. Dia melongok begitu sambil berpijak pada tembok.

"Paaaammmm...."

Pambudi cuek. Bahkan dia sengaja mengibas-ngibaskan cuciannya hingga mengenai si Ucil. Ucil tahu kalau Pambudi masih marah padanya.

"Aku mau minta maaf..."

Pambudi masih mingkem. Pambudi sudah biasa ngomel, marah... tapi Ucil juga sudah kebal dengan omelan dan kemaran Pambudi. Pambudi jauh lebih menakutkan saat diam begini. Ucil jadi merinding, takut.

Begitu Pambudi berbalik, lagi-lagi Ucil berteriak ke arahnya.

"Aku beneran minta maaf, Pam! Aku lupa kemarin tanggal berapa!" Ucil menggebu. Pambudi menghentikan langkah, lalu menoleh ke arahnya dengan wajah malas. Pambudi jadi egois sekarang. Ini persahabatan yang dia bangun dengan si cadel sejak orok. Mereka bahkan belajar makan, belajar jalan, belajar sepeda bersama. Belum lagi sering mandi bareng begitu!

"Aku nggak peduli!" Pambudi menjawab dingin. Ucil kaget dengan reaksi Pambudi.

"Aku kemaren beneran lupa, Pam!"

"Kenapa?" Kini Pambudi sudah menatap Ucil dengan raut marah. "Kamu nggak lupa ulangtahun pacar homo-mu itu, kan?" Pambudi menuntut.

"Tapi beneran, aku kira kemaren masih tanggal enam belas..."

"Miris banget ya hidupmu, Cil!" Pambudi menyindir. Ucil diam. "Kayaknya tanggal di HPmu itu nggak ada gunanya nemplok di sana. Bahkan bisa sampe update PM dan DP gitu, tapi nggak tahu tanggal? Miris banget.. ironis..."

Ucil diam. Makin merasa bersalah. Iya, Ucil memang salah! Selama ini dia benar-benar melupakan Pambudi. Bukannya lupa, tapi Ucil juga sedang sibuk dengan Ferdi. Dia jadi homo jalang nggak tahu diri. Pambudi juga sedang sibuk, Ucil nggak mau ganggu. Jadi Ucil lebih baik pacaran saja. Itu yang awalnya Ucil pikir. Namun ternyata efeknya membuat dia lupa siapa yang lebih penting untuknya.

"Maafin aku, Pam..."

"Aku bilang tanggal tujuh belas! Tujuh belas!!" Pambudi sudah menjerit frustasi.

"Aku nggak tahu tanggal!"

"Silly! Idiot!" Pambudi mengumpat. Sekesal apapun Pambudi terhadap Ucil, Pambudi nggak pernah mengatai anak itu dengan sebutan "bodoh".

"Aku emang bodoh!" Ucil menggerutu. Entah menggerutu pada Pambudi atau pada dirinya sendiri.

"Padahal aku menang dan dapat gelar pemain terbaik, juga pencetak gol terbanyak..." Pambudi berbisik. Ucil menatapnya lagi.

"Pam, maafin aku ya...! Aku lupa..." Ucil nggak bosan mengatakan itu. Suaranya sudah bergetar karena sedih.

"Iya!"

"Kamu masih marah, ya?"

"Udah tahu, kan? Ngapain masih nanya?" Pambudi ngotot dengan marahnya. Ucil diam. Terpekur sedih.

"Aku kan udah minta maaf..." Ucil berbisik lagi-lagi. Pambudi menatapnya dengan raut kesal. Pambudi memang nggak bisa memaafkan semudah itu, dia masih kesal. Namun dia juga harus mikir. Kalau Ucil sedih, lalu frustasi, lalu bunuh diri.. dia bisa masuk ke berita sebagai penyebab kematian Ucil. Belum lagi kalau Ferdi dendam padanya! Ucil, bocah cadel itu menunduk sedih. Pambudi bisa memaafkannya, tapi butuh waktu.

"Denger, Cil...! Kalau disuruh pamrih, aku bakalan ngomong ini Cil! Kamu inget nggak, tiap kali kamu manggung aku selalu datang? Meskipun aku lagi sakit. Inget, kan dulu aku datang ke pagelaran kamu sama pake syal dan dianterin Prahardi? Aku jarang lho Cil bisa ikutan lomba sampe final gini! Apalagi aku kapten tim, ini tahun aku sebagai kapten yang harus buktikan kemampuanku... Aku nggak nyuruh kamu datang tiap pertandinganku, aku cuma minta kamu datang pas aku final!" Pambudi mulai ngoceh. Frontal seperti biasanya. Ucil bungkam.

"Aku..."

"Kamu sekarang gimana? Kamu baru aja pacaran udah lupa kayak gini sama sahabat yang tumbuh bareng sama kamu sejak kecil? Kamu nggak tahu diri, Cil! Kamu nggak tahu balas budi banget, sih?" Nah, Pambudi itu tipe orang yang nggak bisa jaga omongan kalau sedang emosi! Ucil diam, namun setelahnya bocah itu mulai menuntut.

"Jadi kamu nggak ikhlas datang ke pagelaranku?" Ucil mengerut sempurna. Ngambek. Dia ikutan ngambek gara-gara ucapan Pambudi.

"Aku udah bilang kan kalau harus perhitungan sama kamu, aku bisa sebutin semuanya!"

"Tapi kamu bilang kalau aku harus tahu balas budi! Kamu minta balas budi dariku?" Ucil marah. Wajah sedihnya berubah jadi emosi. Pambudi yang sejak awal sudah marah akhirnya makin kesal. Bagaimana bisa bocah cadel ini nggak tahu posisinya? Siapa yang salah, tapi malah balas marah padanya!

"Ini bukan soal balas budi! Tapi etika persahabatan!"

"Aku udah bilang kalau aku lupa!"

"Kamu lupa tanggal karena sibuk pacaran sama homo!"

"Aku juga homo, Pam! Sahabat kamu ini juga homo!" Ucil mulai terusik dengan omelan Pambudi. Pambudi melotot ke arahnya. Ucil juga nggak kalah marah. Dia merasa Pambudi terlalu lebay menanggapi ketidakhadirannya. Padahal Ucil nggak tahu meski sepele, namun itu pertandingan yang sangat penting bagi Pambudi.

"Pantesan aja kalau gitu!" Pambudi sudah sukses marah. Ucil diam. Matanya menatap wajah Pambudi yang sedang ngamuk-ngamuk nggak terima.

"Sejak kapan kamu mempermasalahkan orientasi seksualku?"

"Sejak kehomoan kamu bikin kamu nggak tahu diri, nggak inget kalau sahabat kamu lagi ada lomba! Kamu sibuk sama pacar homo kamu, jadi kamu lupa sama tanggal! Besok-besok kamu bakalan lupa apa lagi? Idung?" Pambudi mengernyit benci. Dia masih sibuk mengomeli Ucil dengan gaya frontal seperti biasa. Ucil bukannya instrospeksi, tapi malah balas melotot ke arah Pambudi.

"Kamu nyesel aku jadi homo?"

"Kamu emang homo, kan sejak dulu!"

Sepertinya pertengkaran mereka akan jadi ganas. Tunggu.. tunggu! Dengar itu, Ucil sudah mulai terisak. Si cadel itu mewek? What the... Pambudi tahu, homo dan banci itu beda! Setahunya Ucil jarang mewek, kecuali kalau emaknya menyita uang sakunya. Tapi sekarang si cadel alay itu mewek? Karena pertengkaran mereka?

"Dasar raksasa jangkung!" Ucil mengutuk Pambudi. Dengar itu! Bahkan dalam keadaan mewek pun Ucil masih sempat-sempatnya marah.

"Dasar HOMO!!" Pambudi berteriak ganas.

"Diem, Pitecanthropus!!" Ucil berteriak, masih dengan air mata yang sudah membasahi pipi gembilnya. Pambudi menatapnya dengan raut kesal.

"Kamu nggak ada kerjaan apa nongkrong di sini? Aku lagi suntuk, jangan ganggu aku! Hush, hush! Sana pergi!" Pambudi mengusir. Dia jadi kekanakan.

"Ini kan pagarku!"

"Tapi masuk halaman rumahku!!"

"Aku benci kamu, Pam!"

"Aku tahu!"

"Budi jahat!!" Ucil berteriak sembari mencari pijakan yang lebih rendah. Dia kesulitan untuk turun.

"Bener! Jadi sana pergi, jangan deket-deket sama orang jahat!!"

Pambudi nggak tahu sejak kapan pertengkaran mereka jadi mirip anak kecil begini. Setahunya Pambudi yang jahil itu sudah cukup dewasa. Mereka bukan cewek yang harus saling jambak, kan? Lagipula sejak kapan Pambudi jadi menuntut begini? Ucil juga gitu banget, deh! Ucil sudah membuatnya marah. Kesal. Pambudi tahu kalau amarahnya ini akan segera berakhir. Itu ciri golongan darah B. Meledak-ledak, namun cepat reda. Namun mendapat respon Ucil itu Pambudi jadi makin marah. Nggak bisa memaafkan lagi. Pambudi kesal. Pambudi emosi. Pambudi nggak terima.

Sepertinya ini akan jadi rekor terlama pertengkaran mereka. Dulu Ucil pasti akan meminta maaf sambil membuatkannya makanan. Mungkin itu karena si cadel nggak ada teman. Namun sekarang si cadel sudah punya pacar, jadi dia nggak akan meminta maaf seperti dulu. Pambudi jadi kesal hanya dengan berpikir seperti ini.

Ucil sudah kembali ke rumahnya sambil menghentakkan kaki. Si cadel mungkin akan segera curhat pada pacar barunya itu. Pambudi nggak peduli dan masuk ke dalam. Pambudi merasa bersalah, memang. Tapi dia juga kesal kenapa Ucil nggak paham juga tentang dirinya. Kalau Pambudi sedang marah, jangan ganggu dulu! Nanti kalau sudah agak adem, baru hampiri dan ajak bicara baik-baik.

Prahardi saja sudah tahu soal ini! Padahal waktu Pambudi dan Ucil jauh lebih banyak dibanding waktu Pambudi dan Prahardi. Pambudi kesal setengah mati. Kesal. Gengsi mengikuti.

***

Sepertinya benar kalau ini akan jadi rekor terlama untuk mereka berdua. Pambudi sekarang lebih memilih bergabung dengan teman-teman seperjuangannya di sekolah. Dia lebih sering main dengan rekan-rekan setimnya. Berkumpul untuk membahas futsal yang jauh lebih teratur dibanding obrolan random jahilnya dengan Ucil. Mereka diam. Sama-sama diam seperti nggak saling kenal di sekolah.

"Sekarang jadi jarang maen ke kelas bapakmu?" Uul menyindir. Cewek pedes itu tahu ada masalah apa antara keduanya. Uul bahkan tahu bagaimana kronologi kejadiannya. Prahardi yang bagi tahu. Keduanya adalah sepupu yang saling mencintai dan saling sharing.

"Aku lagi marahan..."

"Dia marah sih wajar..."

"Tapi kata-katanya itu, lho! Aku nggak suka!"

"Jadi gara-gara ucapan? Bukan gara-gara kamu nggak datang ke pertandingan Pambudi?"

Ucapan Uul jleb sekali di hati Ucil. Telak begitu. Ucil menunduk dengan raut bersalah. Kali ini dia nggak tahu harus bagaimana.

"Aku udah minta maaf, tapi dia malah..."

"Pambudi itu tipe orang yang nggak bisa diganggu kalau marah."

"Kamu tahu?"

"Tahu. Tapi kalau udah agak adem, baru kamu ajak ngomong lagi deh! Pasti dia bakalan luluh..."

"Jadi aku ajak ngomong dia di saat yang nggak tepat..."

"Yah, gimana lagi Cil! Dia juga lagi stress..."

"Kenapa? Pam bisa stress juga? Aku kirain hidupnya selalu bahagia dan jahil gitu!" Ucil duduk dengan wajah kepo. Dia penasaran.

"Dia kan dapat gelar top scorer, jadi pemain terbaik juga malah! Gelar yang berat..."

"Jadi dia stress karena beban gelar dan moral?" Ucil menyimpulkan seenaknya. Reflek, tangan Uul menjitak kepala bocah cadel itu. Ucil mengaduh kesakitan.

"Dia didapuk buat ikutan semacam camp pelatihan buat pemain futsal. Aku nggak sengaja denger pas pelatih futsal ngomong sama ibu kantin. Sekarang masa depan Pam udah mulai terlihat, Cil!"

Ucil diam. Mingkem. Bahkan dia nggak tahu soal ini. Ah, iya! Pambudi kan sedang marah padanya. Pambudi sedang kesal padanya, jadi nggak akan memberitahunya masalah ini. Atau mungkin Pambudi mengira ini semua percuma. Ucil nggak akan peduli, karena Ucil sudah punya pacar yang lebih penting dibanding dirinya. Ucil jadi mikir yang nggak-nggak sekarang.

"Pam! Dipanggil pelatih!" Sebuah teriakan membuyarkan lamunan Ucil. Ucil menoleh dan mendapati Pambudi yang melangkah dengan raut malas, keluar dari kelasnya. Sepertinya Pambudi sudah melangkah jauh dari hadapannya. Pambudi sudah menentukan jalannya sendiri tanpa gangguan Ucil. Bapak lain Ucil itu sudah melangkah dengan gagah berani menantang masa depan. Dengan angin yang menerpa di musim panas. Oh, oke! Ini alay! Kembali ke duniamu sendiri, cadel!

TBC

Ketika ada dua pilihan, persahabatan atau cinta.. kalian milih mana? Persahabatan indah tapi nggak bisa kalian miliki, cinta itu bisa kalian miliki tapi belum tentu bisa berakhir indah. Kalian pilih yang mana? *sebuah jeritan* - Gaachan pilih sahabat. Karena nggak perlu memiliki sesuatu untuk bisa bahagia, kan? :D *sok romantis* - Kalau bisa sih dua-duanya... :D *muluk-muluk*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top