Pitu - Sayang

            Pambudi masih mikir kenapa Ucil datang lagi ke kamarnya. Pambudi sudah mulai bisa tenang tadi, tapi si Ucil nongol lagi. Padahal dia sudah siap untuk bokep. Eh, ini bukan bobok cakep seperti biasanya. Ini bokep yang beneran bokep. Film layar biru itu, lho! Pambudi sedang dalam fase gila dan mesumnya kali ini.

"Jadi ada apa lagi?" Pambudi nanya, nggak minat. Ucil duduk di karpet kamarnya, kakinya berselonjor.

"Pam... kamu sayang nggak sama aku?" Ucil mengajukan pertanyaan yang membuat Pambudi melotot jijik.

"Pertanyaan macam apa itu?"

"Jawab aja, deh!"

"Nggak! Jijik, ah!"

"Maksudnya sayang sebagai sahabat gitu, Pam!"

"Tetep aja! Mana ada cowok bilang sayang-sayangan sama cowok laen? Aku kan bukan homo!" Pambudi nggak terima. Kalau cewek sih sudah biasa mengatakan itu ke sahabat mereka. Tapi kalau cowok? Cowok yang gengsi dan juga jahilnya selangit macam Pambudi kan nggak biasa bilang sayang begini ke sesama? Pada adik kandungnya saja dia nggak mau, apalagi untuk Ucil. Heleh...

"Jadi cowok yang lurus nggak mau ngomong sayang ke sahabatnya?" Ucil masih kepo. Pambudi tahu, pasti ada sesuatu yang terjadi antara si cadel dan gebetannya itu.

"Jadi gini, Cil! Cowok bilang sayang ke sahabatnya yang sama-sama cowok itu nggak secara gamblang gitu bilangnya. Gengsi dan malu, Cil!"

Lalu setelah itu, Ucil menepuk dahinya sendiri. Kepalanya sudah terkulai lemah di karpet lantai kamar Pambudi. Pambudi mengernyitkan kening lalu mulai curiga.

"Kamu bilang apa sama Ferdi soal aku?" Pambudi mencubit pipi Ucil kencang. Ucil nggak akan pernah kapok membuat ulah. Sepertinya Pambudi juga kena getahnya kali ini. Lagipula Ucil bertingkah super bodoh kalau berada di dekat Ferdi. Jadi homo super upgrade banget gini.

"Aku bilang kalau aku sayang kamu..."

"Mampus!! Aku jadi homo sekarang!" Pambudi berteriak kencang. "Kamu bilang sayang sebagai sahabat, nggak?"

Ucil menggeleng.

"Aku bilang sebagai bapakku..."

Pambudi sukses menghela nafas gusar.

"Apa itu bakalan jadi buruk?" Ucil menggaruk tengkuknya gugup. Pambudi merenungkan nasibnya. Apa Ucil sudah menceritakan kejadian masa lalu mereka pada Ferdi? Tentang little Pammy itu, lho!

"Kamu nggak bilang kalau aku lurus..?"

Ucil menggeleng.

"Terimakasih, cebol!"

"Dia nggak nanya..."

"Lalu kamu tunggu dia konfirmasi gitu? Nah, rasain aja ntar lagi gebetan kamu itu anggap yang nggak-nggak soal hubungan kita!"

"Hah?! Kok aku nggak bisa mikir sampe ke situ, ya?" Ucil shock. Kaget. Dia melongo. Dia menggaruk tengkuknya gugup. Dia bingung harus bagaimana. Hanya Pambudi yang bisa menjelaskan. Walaupun Pambudi jadi alay juga sekarang. Pambudi jadi mikir yang nggak-nggak. Sumpah, selama bertahun-tahun Pambudi berteman dengan Ucil... ini pertama kalinya Pambudi takut orang lain menganggapnya yang nggak-nggak. Maksudnya homo juga. Pambudi bukannya jijik dan nggak suka dengan homo, tapi kalau mendapati dirinya yang jadi role model homo... jelas dia nggak mau. Dia nolak. Dia jadi alay. Dia nggak mau disalahpahami. Gimana kalau Ferdi ternyata punya komunitas homo lalu ada yang tertarik dengan Pambudi? Nah, Pambudi jadi makin ribet kan sekarang? Ini efek terkontaminasi virus homo si Ucil! Dia harus kabur!

Apa karena Pambudi jarang maen sama teman yang lain ya? Dia jadi fokus pada Ucil dan gebetan homonya itu. Pambudi nggak boleh gini! Dia harus konfirmasi kelurusan orientasinya dan juga harus membuka diri untuk bergaul bersama teman-teman yang lain. Dia kan juga terkenal sebagai kapten tim futsal. Jadi, siapa tahu saja dia nanti punya cewek...

Memangnya si homo doang yang boleh punya gebetan!

***

Pambudi menggaruk tengkuknya. Menatap Ferdi yang juga canggung. Nggak tahu bagaimana mereka bisa sampai di tempat ini. Berdua. Awalnya Pambudi ingin cari kaos kaki untuk futsal, tapi di jalan dia malah ketemu Ferdi. Akhirnya Pambudi yang awalnya memang ingin bicara empat mata dengan cowok itu, dengan gebetan Ucil ini... memutuskan untuk mengajaknya ngopi. Di tempat langganan mereka. Ferdi sudah tahu, ya.. kan si cadel sudah pernah ajak dia ke sini.

"Sebenernya ada hal yang pengen aku omongin sama kamu..." Pambudi mencoba memecah suasana canggung itu. Di depannya kali ini ada homo. Sabar, Pam! Kan kamu sudah biasa maen sama homo cadel itu, jadi anggap saja Ferdi juga gitu. Dia nggak minat sama semua cowok.

"Sama, kak..." Ferdi juga menjawab pelan. Ih, mati kutu! Kok ini mirip ungkapan curahan hati?

"Soal si cadel?"

Ferdi mengangguk.

"Jadi, kamu mau ngomong apa?" Pambudi masih bertanya pada Ferdi. Ferdi yang sungkan kali ini. Dia menggaruk tengkuknya.

"Kakak duluan aja, deh!" Ferdi tahu sekarang bagaimana jadi Ucil. Dia baru merasakan sekarang bagaimana penderitaan Ucil dekat dengan Pambudi. Pambudi itu punya kadar iseng yang melebihi batas normal.

"Ya udah nggak jadi..." Pambudi menaikkan alisnya dan bersandar santai di kursinya. Ferdi menelan ludahnya gugup. Dia kalah. Taraf kepo Ferdi lebih besar daripada Pambudi.

"I.. Iya, aku duluan deh kak!" Ferdi nyerah. Nah, kan.. sudah jelas kalau Pambudi itu ibarat iblis jahat yang isengnya kebangetan.

"Oke, silakan.. silakan...!"

"Kak Pambudi dan kak Ucil... kalian saling menyayangi, kan? Eh, maaf.. aku nggak bermaksud buat..."

Pambudi menepuk bahu Ferdi. Dia tahu apa yang ingin Ferdi katakan, jadi dia hanya menepuk-nepuk bahu cowok itu. Ferdi makin gugup.

"Jadi masalah kita sama! Aku ke sini mau konfirmasi sama kamu. Aku bukan bapak Ucil!" Pambudi ngomong kalem.

Lalu setelah itu, Ferdi melongo. Iya, lah! Kalau hanya itu buat apa dikonfirmasi? Semua juga tahu. Mana mungkin anak umur setahun bisa bikin anak? Setahun itu selisih umur Pambudi dan Ucil. Ferdi makin gemas. Kenapa sih dia harus dihadapkan dengan dua orang cowok "ajaib" ini? Ucil yang alay dan pecicilan itu saja sudah membuatnya panas dingin, sekarang ada bonus "bapak"nya yang juga nggak kalah merepotkan.

"Aku tahu kalau itu, kak! Maksudku.. itu, perasaan kak Pambudi ke kak Ucil gimana..."

"Aku sayang dia!"

Nah, Ferdi jadi patah hati sekarang! Dia juga mendapatkan jawaban yang sama dari Ucil. Tapi Pambudi kan ke sini mau konfirmasi sesuatu katanya. Jangan-jangan untuk mengatakan kalau dia cinta Ucil?

"Itu kan yang dibilang si Ucil? Abaikan, dia cuma alay aja! Dia sahabatku, temenku sejak kecil. Kami tumbuh dewasa bareng. Jadi yang nggak-nggak ataupun yang iya-iya aja terlalu sulit. Mikir itu doang aja nggak nyampe. Dia udah aku anggap adekku sendiri. Aku juga lurus, kok! Selurus rebondingan bintang bokep Jepang..." Pambudi mengedikkan bahunya.

"Jadi kak Pambudi hetero, ya..."

"Iya, nggak kelihatan? Mungkin karena aku terlalu akrab sama si cadel itu!" Pambudi menggeleng miris. "Habisnya nggak ada yang betah sama dia, jadi gimana lagi. Nasibku kali jadi tempat pelampiasan perasaan si cadel..."

"Hm.. gitu, ya?" Ferdi menghela nafas lega.

"Santai aja, ah! Aku beneran nggak ada rasa semacam itu ke si cadel! Swear tekewer-kewer, deh! Potong kupingku, nih kalau aku ada rasa sama si cadel alay itu!"

"Aku percaya kok, kak! Aku cuma terbawa suasana dan terlanjur iri aja, karena kak Pambudi tahu kak Ucil lebih banyak daripada aku..."

"Tapi sekarang kamu yang harus gantiin aku jaga dia! Kamu cari tahu sendiri aja. Jangan sakitin dia, jangan bikin dia nangis. Kamu bakalan berurusan sama aku kalau sampe bikin dia sedih! Ini pesan terakhirku sebagai bapaknya...! Eits, jangan cemburu kalau dia banyak cerita soal aku! Cuma aku teman satu-satunya, jadi dia nggak ada orang lain yang bisa dijadikan topik ceritanya... Aku harap kamu maklum soal itu!" Pambudi mengangguk sambil merem-merem sok bijak. Ferdi terkekeh. Pantas saja Ucil begitu sayang dengan Pambudi. Pambudi selalu bisa menempatkan diri, begitu tulus berteman dengannya.

"Terimakasih, kak!"

"Iya! Jaga dia, ya! Aku pergi dulu..." Pambudi berdiri, lalu melambai santai. Ferdi mengangguk, lalu juga ikut berdiri. Pambudi jadi santai sekarang. Dia sudah menjelaskan apa yang ingin dia konfirmasi. Setelah ini pasti si cadel itu akan menuntutnya dengan cerita. Ah, Pambudi maen dulu ah! Ke lapangan futsal saja dulu, biar si cadel nunggu di rumahnya lumayan lama. Lalalalaa....

***

"Jadi gitu, Cil..." Pambudi duduk di lantai. Badannya penuh keringat. Dia bersandar di dipan kasurnya. Ucil duduk di belakangnya dengan raut mengerut.

"Jadi gitu gimana? Kamu bahkan belom cerita apapun!" Ucil menjerit histeris.

"Ah, belum cerita ya aku?" Pambudi menoleh, lalu tersenyum jahil. Ucil menjambak rambut basah Pambudi. Keringatnya itu membuat Ucil sedetik kemudian menjerit histeris.

"Jijiiikkk...!"

Pambudi santai. Dia masih sibuk mengipasi tubuhnya yang penuh keringat itu. Ucil meliriknya lagi. Pambudi pasti bicara yang aneh-aneh pada Ferdi. Soalnya Ucil tiba-tiba dapat BBM dari Ferdi. Katanya Pambudi itu baik. Apa mungkin Pambudi traktir Ferdi? Ah, nggak mungkin! Pambudi sekarang lagi nabung buat beli sepatu futsal yang baru.

"Kamu mau tahu aja atau mau tahu banget?" Pambudi bertanya santai. Dia duduk di atas kursi belajarnya dan menghadap Ucil.

"Banget, banget, banget!"

"Yang biasa atau yang setengah biasa? Dalam sudut pandang homo atau gay?"

"Paaammm...!" Ucil sudah geregetan. Gemes setengah mampus. Pambudi itu nggak suka serius. Katanya hidupnya sudah serius dengan masalah, makanya dia nggak mau menanggapinya dengan serius juga. Padahal Ucil sendiri juga bingung, masalah serius Pambudi apaan, sih? Hidupnya seperti lancar-lancar saja, kecuali kenyataan kalau Pambudi itu masih jomblo. Tuna asmara.

"Oke, oke! Jadi ceritanya.... Aku mau mandi dulu, ah! Udah bau, nih!" Setelah itu Pambudi masuk ke kamar mandinya, meninggalkan Ucil di atas kasur yang masih sibuk menggigiti bantal Pambudi karena frustasi.

"Ya ampun! Bantal Pambudi banyak petanya! Menjijikkan!" Ucil teriak-teriak lagi. Pambudi santai, paling-paling sebentar lagi Ucil juga jadi korban iseng adiknya lagi. Prahardi itu juga jahil. Iseng juga sepertinya. Hanya saja dia lebih tenang.

Benar, setelah Pambudi keluar dari kamar mandinya... dilihatnya Prahardi, adiknya itu sedang berada di kamarnya. Ucil sedang memijat kepala Prahardi. Pambudi merinding. Sejak tahu kalau Ucil itu homo, Pambudi jadi mikir yang nggak-nggak... Misalnya kalau ingat tentang Ucil yang menyentuh "adek"nya itu.

"Kalian ngapain?" Pambudi menunjuk mereka berdua. Prahardi merem-merem karena pijatan Ucil. Ucil sudah belajar memijat di sanggar. Seorang penari juga harus mengerti otot dan urat. Kalau misalnya terjadi keseleo atau human error lainnya, mereka juga harus bisa memperbaikinya. Tubuh adalah modal bagi seorang penari.

"Pijetan mas Ucil enak, mas!" Prahardi menjawab singkat. Cuek.

"Kamu dibayar berapa sampe mau pijet-pijet adekku gitu?" Pambudi menunjuk Ucil. Ucil merengut.

"Dia yang maksa! Katanya kalau nggak mau rahasiaku terbongkar, aku harus pijetin dia..." Ucil, bocah cadel itu dengan polosnya nurut karena rahasia? Tunggu! Rahasia apa yang belum pernah Pambudi ketahui darinya? Pambudi menunjuk Prahardi.

"Jadi, kamu ada rahasia apa tentang si cadel?"

Prahardi membuka matanya, lalu merenggangkan badan. Dia berdiri, lalu menoleh ke arah Ucil.

"Makasih, ya mas! Maaf merepotkan.."

"Jadi, rahasia apa itu?" Pambudi kepo.

"Aku cuma asal ngomong, tapi mas Ucil langsung nurut gitu..."

Oh-hooo!! Taraf keisengan dan kejahilan Pambudi sepertinya masih kalah jauh daripada adiknya. Ucil melongo. Shock. Pambudi menahan tawa. Prahardi pergi dan kembali ke kamarnya. Sedetik kemudian, Ucil berguling-guling lagi di kasur Pambudi.

"Salahku apa selama ini, ya Allah! Aku salah apa? Apa di masa lalu aku adalah seorang pendosa? Dosa besar apa yang kulakukan?" Ucil sok jadi seseorang yang sudah reinkarnasi. Pambudi nyengir.

"Dosa besarmu adalah di kehidupan ini! Kamu dilahirkan kembali sebagai homo!" Pambudi ngakak setelah itu. Ucil merengut, kesal.

"Jadi, ada cerita apa antara kamu dan Ferdi pas ketemu?" Ucil masih menuntut Pambudi dengan jawaban. Pambudi merem, sok mengingat-ingat lagi. "Ada? Ada?"

"Hem.. bentar aku ingat-ingat dulu!" Pambudi menyisir rambut basahnya dengan jemari. Ucil menunggu jawabannya dengan antusias. Mata sipitnya mengerjap. Bibirnya manyun-manyun.

"Ingat-ingat lagi, Paaammm...!"

"Ah, aku lupa Cil!" Pambudi menjawab santai. Dia mengedikkan bahunya, mengabaikan reaksi Ucil yang sudah emosi begitu. Ucil berdiri di atas kasurnya, lalu menunjuk muka Pambudi.

"Dasar pikun!!"

"Jangan tanya sama orang pikun makanya!"

"Kamu sengaja nggak mau beri tahu aku, kan?"

Pambudi mengangkat bahunya. Dia masih nggak betah untuk menjahili si Ucil. Ucil itu alay. Dia super sensitif.

"Jadi, mau denger atau nggak?"

Ucil mengangguk semangat.

"Minta yang manis dulu coba!"

"Mas Pambudi, saya mohon anda sudi memberitahu saya ada kejadian apa antara anda dan Ferdi..."

Pambudi ngakak puas.

"Jadi, aku udah beri tahu dia. Kita nggak ada apa-apa. Kita sahabatan. Juga, aku bilang kalau aku lurus. Aku nggak belok dan nggak cadel. Juga nggak alay..."

Ucil mendekat ke arah Pambudi, lalu memeluk cowok itu erat. Dengan wajah puas. Bahagia. Senang. Pambudi kelabakan. Dia nggak terbiasa bertingkah alay begini. Kecuali Ucil adalah cewek manis. Pambudi pasti dengan senang hati memberikan pelukannya. Tapi sayangnya Ucil bukan cewek. Dia cowok. Alay. Cadel, pula! Tapi sahabatnya yang paling berharga.

"Seumur hidupku, aku nggak akan pernah melupakan semua yang udah kamu lakukan, Pam! Aku sayang kamu..."

"Aku nggak..."

"Pam...!"

"Aku bukan homo!"

"Emangnya kalau sahabatan nggak boleh bilang sayang? Walaupun lurus?"

Pambudi jadi mikir soal itu.

"Emang nggak boleh, ya?" Sekali lagi Ucil nanya. Pambudi menggaruk tengkuknya bingung. Kalau ke Bapaknya sendiri sih normal ya...!

"Nggak apa, deh! Sekali ini aja! Kamu kan anak bapak yang paling bapak cinta!" Pambudi menepuk-nepuk kepala Ucil. Ucil masih menyembunyikan wajah senangnya di bahu Pambudi. Pambudi sabar saja dengan perlakuan alay sahabat cadelnya itu. Hingga...

"Kamar mas penuh dengan aura pelangi!" Itu suara Prahardi. Cowok SMP itu sedang menatap mereka dengan raut datar. Pambudi kelabakan. Dia melepaskan pelukan Ucil yang entah sejak kapan jadi sesulit ini untuk dilepaskan. Ucil menempel di tubuhnya mirip lintah.

"Nggak.. kamu salah paham! Prahardiiii...!! Kamu salah pahaaammm!!" Pambudi menjerit, mencoba menjelaskan. Prahardi pergi dengan raut yang sama. Datar. Flat. Mirip Liquid Crystal Display. LCD. Mulus. Tuhan, maafin Pambudi ya! Ini rasa sayang yang sangat terlarang. Terlarang untuk diungkapkan karena... terlalu... menjijikkan!!

TBC

Ini nih buat jones-jones yang lagi baper karena akhir tahun, mau tahun baruan nggak ada temen. Tenang aja, temen-temen... nggak perlu rame-rame kalo tahun baru. Cukup beli petasan naga satu set, kembang api panjang dua bungkus, lalu maen sendiri. Jangan lupa videoin... jadi kalo ditanya tahun baru kemana? Bilang aja maen kembang api... Sama siapa? Sama temen-temenku (dari dunia maya)

Lagi baek, jadi post lagi... Bayar, dong! Ehek... :v

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top