Nembelas - Upil
Sekali lagi ini kisah tentang upil. Sebuah filosofi benda nyempil di antara lubang hidung. Ini kisah upil. Kisah yang bahkan nggak pernah diperhatikan. Tapi upil itu kini sudah keluar dari lubangnya, menjadi benda nggak berharga lagi. Upil sudah berakhir, tapi lubang hidung akan memproduksinya lagi.
Ini kisah absurd tentang cinta koplak antara dua orang manusia....
Juga tentang... Homo!
***
Kalau ditanya apa orientasi Pambudi, Pambudi akan menjawab kalau dia masih hetero. Dia masih lurus. Dia masih "tegak" kalau lihat video bokep lurus. Dia tetap saja jijik dengan video homo. Dia masih mengagumi keindahan dada wanita, tapi dia juga nggak nolak kalau bibir Ucil menyeruput bibirnya. Apa ada orientasi baru bernama "homo terhadap Ucil"?
Ucil masih senang main ke kamarnya. Setelah kejadian waktu itu, Pambudi jadi lebih lunak pada Ucil. Meskipun cowok jangkung itu masih saja menggodanya, tapi Ucil sudah biasa. Nggak ada yang berubah antara mereka, mereka saling mencintai. Mereka nggak jadian, nggak ada kata pacaran, tapi mereka lebih sayang-sayangan dibanding orang yang pacaran sekalipun.
Tingkah Pambudi masih sama, kecuali sekarang cowok jangkung itu jadi lebih sensitif kalau Ucil mulai macem-macem. Ucil sering sekali nempel-nempel ke cowok lain. Pambudi yang dulunya biasa saja, kini jadi nggak suka. Apalagi kalau adiknya, si Prahardi itu mulai menggoda Ucil. Meski wajah datar adiknya sama sekali nggak cocok dengan tingkahnya, tapi Ucil senang sekali dengan Prahardi.
"Kalau kita udah lulus nanti dan ngelanjutin kuliah, apa kita harus pisah?" Ucil bertanya pelan. "Apa kita akan tetep kayak gini?"
"Kita harus fokus sama masa depan. Tapi apa yang terjadi di antara kita nggak akan berubah..."
"Pam sanggup bertahan?"
"Kamu yang bakalan pecicilan sama cowok laen!"
"Aku kan nggak mau cowok laen!"
"Ah, iya! Ada Uul yang ngawasin kamu..."
"Ah, aku sama dia pengen sekampus meski beda jurusan. Sayangnya di kampus tujuanku nggak ada jurusan olahraganyaaaaa...." Ucil menjerit nggak terima. Pambudi yang duduk di atas kasur sambil membaca buku hanya tersenyum geli.
"Tapi kan tiap minggu aku bisa pulang..." Pambudi menepuk kepala Ucil sekilas. Ucil mendongak, lalu mengecup pipi Pambudi. Mereka jadi super intim tiap kali berdua. Pambudi nggak tahu sejak kapan pikirannya jadi terkontaminasi dengan Ucil. Dunianya jadi berotasi di sekitar Ucil.
"Aku mau pipis!" Ucil mendorong pipi Pambudi. Pambudi terkikik, lalu melepaskan Ucil. Ucil berdiri, lalu menoleh ke arahnya. "Mau ikut?"
Apa itu undangan nakal Ucil? Apa Pambudi harus menuruti ajakannya?
Pambudi tahu di rumahnya sedang nggak ada orang. Prahardi sedang les, orang tuanya kerja. Hanya ada mereka berdua dalam rumah. Pambudi jadi merinding. Dia harus apa?
Tapi saat melihat tubuh mungil itu melompat-lompat ke kamar mandi, insting Pambudi jadi liar. Kaki panjangnya mengikuti si tuyul cadel itu masuk ke kamar mandi.
Pambudi menatap Ucil gugup. Mereka sampai di dalam kamar mandi dengan saling menatap satu sama lain dengan wajah merah. Ucil yang sudah pernah nonton video bokep homo akhirnya yang bergerak lebih dulu. Tangannya tiba-tiba nemplok di sangkar little Pammy. Menggosoknya. Owww...! Bahkan tangan Ucil sudah masuk melalui celah boxer Pambudi.
"Little Pammy udah gede. Wow..!" Ucil berbisik, mendesak seduktif di telinga Pambudi. Pambudi merinding. Niatan awal Pambudi hanya menggoda Ucil, tapi kenapa dia yang malah tergoda begini? Kalau ditanya soal itu, Pambudi ngaku dia belum siap. Dia nggak tahu apapun, dia nggak pernah full lihat bokep homo karena sudah terlanjur jijik. Kalau harus melakukan penetrasi begitu, Pambudi nggak yakin dia bisa. Dia hanya takut kalau Ucil akan kesakitan. Dia nggak mau Ucil menderita karena seks.
"Cil.. jangan remas-remas!" Pambudi berbisik tertahan.
"Kamu juga remas-remas punyaku!" Ucil menunduk, memperhatikan tangan Pambudi yang sudah bertengger manis di tubuh bagian bawahnya. Ucil sudah bottomless.
"Kamu..." Pambudi tersengal, tangannya menyusuri bokong Ucil.
"Pam, kayaknya kita... belom saatnya..." Ucil menahan segala macam napsu yang mengusik. Ucil sudah horny berat, pengen anu.. tapi Ucil belom mau! Ini bukan saatnya, ya! Lagian, Pambudi tahu apa soal beginian? Pambudi kan sudah bilang ke Ucil kalau dia jijik lihat video homo. Dengan kata lain, Pambudi belum belajar soal ini. Sakit banget pastinya!
"Aku tahu! Makanya kamu diem, jangan merepet dulu! Kalau tangan kamu masih di sana, aku bisa cium kamu sampe pingsan!" Pambudi mengancam. Ucil diam. Perlahan tangannya menjauh dari 'anu' Pambudi. Pambudi menghela nafasnya sekilas. Entah apa yang akan terjadi kalau tangan Ucil masih di sana lebih lama.
Pambudi buru-buru membenarkan boxernya. Dia keluar lebih dulu, namun sebelum benar-benar pergi... kepala Pambudi melongok ke dalam. Celingukan ke kamar mandi dan menatap Ucil dengan raut jahil.
"Seenggaknya jempolku sama burungmu masih gedean burungmu...!" Tangan Pambudi bahkan sudah kurang ajar, menyentil ujung burung Ucil. Ucil menjerit nista. Sekarang Pambudi jadi suka sekali menggodanya. Menggoda dengan cara yang berbeda dari sebelumnya. Pambudi suka sekali menggodanya dengan cara homo. Nista. Jalang.
***
Pambudi menelan ludahnya. Takut. Sebuah jarum suntik menembus bongkahan pantatnya. Pambudi ingin menjerit, tapi malu juga.
"Hanya lecet, kok!" Perawatnya menghibur. Pambudi sebenarnya malu. Perawat tadi sudah menyentuh-nyentuh bokongnya. Pambudi nggak bernafsu hanya karena sentuhan itu. Pambudi hanya sedang menyiapkan diri.
Menyiapkan diri untuk menerima omelan.
Pambudi kecelakaan. Motornya nyungsep gara-gara diserempet motor. Orang tuanya langsung kaget dan juga menjenguknya di rumah sakit. Orang tuanya bukannya kasihan tapi malah ngomel-ngomel. Mereka begitu karena mereka cemas dan takut. Prahardi juga mengunjunginya sepulang sekolah. Prahardi bilang kalau Ucil akan segera menyusul nanti setelah remidi matematika.
Pambudi punya ide jahil untuk itu!
"Mau jahilin si cadel, nggak?" Pambudi menaikkan alisnya. Ucil masih belum tahu kondisinya, jadi mungkin si cadel itu akan panik. Kata "kecelakaan" memang membuat orang lain jadi berpikiran lebay. Ucil pasti akan berpikir Pambudi sedang berdarah-darah begitu.
"Aku ikut!" Sebuah kepala melongok antusias. Cewek itu lagi. Uul.
"Kenapa selalu ada kamu tiap kali aku pengen berbuat nista?" Pambudi menunjuk.
"Karena aku juga akan menemanimu ke neraka, brother..." Uul mengangkat bahunya cuek. Pambudi mengangguk antusias dan akhirnya sibuk menjelaskan rencananya.
"Jadi ntar bikin si cadel panik aja...."
"Prahardi, kamu di luar! Kalau ada Ucil buruan kasih tahu kami! Kamu kan nggak jago akting, jadi nggak usah ikut-ikutan. Kamu bagian aba-aba aja!" Uul memerintah Prahardi. Cowok SMP itu hanya mengangguk santai.
Mereka bersiap. Ucil berkali-kali mengirimi mereka SMS satu-persatu. Banyak kali. Namun mereka nggak ada yang balas pesan si Ucil. Tunggu saja, aha!
"Dia datang!" Prahardi membuka sedikit pintunya. Pambudi dan Uul panik. Mereka segera mengambil posisi masing-masing. Uul menutupi wajah Pambudi dengan kain. Karena cewek tengil itu nggak bisa menitikkan air mata dengan waktu instan, maka Uul mengambil air pot bunga di sebelah dan meneteskannya di pipi.
"Huuuu... Huuuu... Hiks... Hik..." Uul pura-pura nangis. Pambudi masih diam. Bungkam sambil menahan tawa.
Nggak lama setelah itu, Ucil masuk. Wajahnya pucat. Air mata sudah mengalir deras di pipinya. Ucil mulai kacau. Dia berlari ke arah tubuh Pambudi dan mengguncangnya.
"Pam, bangun! Pam!! Bangun!" Ucil menjerit histeris. "Jangan tinggalin aku!!!" Ucil sudah kacau. Uul masih setia dengan nada tangisan sumbangnya itu. Pambudi terusik hanya dengan mendengar tangisan pura-puranya. Nggak berbakat banget sih buat akting!
"Kalau kamu pergi, aku gimana Pam?!!" Ucil menangis kencang. "Bangun, Paaamm!! Aku nggak bakalan biarin kamu pergi!!" Ucil masih menjerit. Tubuh mungil anak itu terguncang hebat. Tubuhnya sudah gemetar. Mungkin sebentar lagi Ucil bisa pingsan kalau diteruskan. Pambudi jadi nggak tega. Perlahan, dia menepuk kepala Ucil.
"Masih ada emak dan bapakmu, lalu ada Prahardi dan Uul, ada orang tuaku juga..." Pambudi berucap pelan. Ucil melongo, mendongak.
"Paaaammmm....!!!" Bocah cadel itu menjerit lagi lalu memeluknya. "Kamu hidup lagi?? Terimakasih, ya Allah!" Ucil sudah gila karena ini.
Uul ngakak. Prahardi hanya menatap mereka cuek. Nggak minat. Prahardi menganggap mereka adalah sekumpulan orang bodoh yang nggak penting.
"Aku belom mati, Cil!" Pambudi menunjuk tiang infusnya. Nggak mungkin orang yang sudah meninggal tapi jarum infus masih menancap di tangannya. Bahkan aneh kan kalau saat-saat begini orang tua Pambudi nggak ada? Ucil terlalu panik sampai nggak bisa mikir sejauh itu.
"Kamu nipu aku?!" Ucil marah. Melotot ganas.
"Iseng, ah!" Pambudi nyengir.
"Kamu tahu betapa paniknya aku? Aku nggak mau kehilangan lagi, Pam!!" Si cadel itu nangis lagi. Pambudi memeluknya, lalu menepuk-nepuk kepalanya.
"Cup... cup...!"
"Kalau kamu pergi ntar aku sama siapa?"
"Kan ada yang laen..."
"Mana mau mereka sama aku?"
"Lah?"
"Cuma kamu yang selalu cocok sama aku, Pam!"
"Seumur hidupmu apa kamu bakalan nempel ke aku?" Pambudi menatap wajah Ucil. Ucil mendongak dalam pelukan Pambudi.
"Gimana lagi, Pam! Tunggu sampe ada yang mau sama aku! Kalau ada yang beneran sayang sama aku, aku bakalan lepasin kamu..."
"Oh, jadi sekarang kamu kayak gitu?"
"Kamu sih jahil banget jadi orang!"
"Woy, aku lagi di sini! Aku kayak lihat ada drama aja!" Uul menatap mereka berdua. "Lanjutin, deh! Aku mau nyusulin Prahardi aja ke kantin!" Uul sudah siap pergi. Hingga...
"Itu air bersihin dulu! Air vas itu kotor...."
Uul melengos dan pergi dengan raut bete. Sempat-sempatnya dia menjulurkan lidahnya dengan wajah ogah.
Kembali pada si cadel dan si jangkung. Ucil sudah menegakkan tubuhnya dan duduk di sebelah Pambudi. Pambudi sibuk meminta maaf soal kejahilannya barusan. Pambudi tahu Ucil masih sensitif soal ini. Pambudi hanya lagi bosan, jadi nggak sempat mikir efeknya ke Ucil. Eh, bukannya Ucil sudah move on, ya?
Mereka memang nggak jadian, sih! Maksudnya Pambudi dan Ucil nggak siap berkomitmen untuk itu. Mereka takut dengan kata putus, karena nanti juga mereka bakalan pisah kan? Nggak selamanya Ucil dan Pambudi bermain-main di dunia seperti ini. Mereka masih menikmatinya sekarang, dengan rasa cinta yang benar-benar tulus. Mereka saling mencintai, karena itu mereka punya prinsip. Jangan memulai kalau nggak ingin mengakhiri. Jadi mereka tetap saja nyaman dengan hubungan seperti ini.
"Aku nggak mau kamu pergi ninggalin aku, Pam!" Ucil berbisik.
"Aku tahu! Aku sayang kamu, Cil!"
Ucil mengerjap. Ini pertama kalinya Pambudi mengatakan kata seperti itu. Pambudi yang gengsinya selangit itu bakalan nolak ngomong sayang ke sesama cowok, tapi sekarang Pambudi mengatakannya! Ucil harus bahagia soal ini. Hem... ngomong-ngomong sebelum itu....
"Pam, dulu kamu pernah bilang ke Ferdi soal 'Potong kupingku kalau aku ada rasa sama si cadel'. Kamu beneran nggak sayang kuping, ya?" Ucil menyentuh telinga Pambudi. Pambudi menelan ludahnya. Kapok, deh! Kena, deh!
"Silakan! Asal kamu nggak malu jalan sama cowok yang nggak punya kuping!"
Nah, sudah dibilang berapa kali kan kalau Pambudi itu nggak akan pernah kalah dalam hal jahil dan iseng! Kalau memang Pambudi harus kalah, mungkin dengan bangganya Ucil akan menjerit bahagia. Tapi itu nggak akan terjadi. Nggak akan pernah! Jatuh cinta pada Ucil nggak akan membuat Pambudi kalah dan nyerah. Seorang Pambudi harus nyerah dan kalah?
Ucil menunduk sekilas, lalu mengecup bibir Pambudi. Pambudi nyengir dan balas mengecup bibir Ucil. Sekilas, karena dia takut kemungkinan orang lain bertamu ke kamarnya. Kalau kalian mau tahu adegan yang lebih hot lagi, bukan di sini!
Nih, Upil!
END
End-nya maksa dan juga bikin geregetan, ya? Ada coret-coret iseng, nih ntar lagi di sebelah soal komentar tokoh-tokoh laen. Juga ada sedikit catatan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top