Limolas - Broken

            Keganasan Ucil nggak hanya hari itu saja. Sekarang Ucil jadi aneh. Ucil senang sekali menempel pada Pambudi. Maksudnya bukan nempel dalam artian seperti hari-hari sebelumnya, namun ini lebih menakutkan. Ucil jadi lebih agresif. Bahkan Ucil juga nggak segan-segan menggoda Pambudi.

Harusnya Pambudi geli dan mengusir Ucil!

Iya, harusnya begitu!

Tapi Pambudi nggak pernah begitu! Dia hanya ngakak dan juga menunjuk dahi Ucil. Setelah itu, Pambudi hanya mengabaikan si cadel dan melanjutkan kegiatannya.

Intinya, Pambudi sedang dalam fase "Abaikan Ucil, dia hanya lagi galau aja!". Jadi apapun yang si cadel lakukan, Pambudi hanya akan menanggapi biasa saja. Lagipula si cadel cukup tahu tempat untuk itu. Si cadel tahu bagaiman bersikap. Di tempat umum si cadel bersikap seperti cowok sewajarnya.

"Pam...!" Ucil melambai ke arahnya, dengan tawa riang bodoh biasa.

"Apaan?" Pambudi menjawab santai.

"Peluk aku!" Ucil merentangkan tangannya. Pambudi menggeleng kencang. Ini salah satu tingkah si cadel yang super homo dan menjijikkan. Alay juga!

"Huek!!" Pambudi melengos santai dan berbalik. Si cadel nggak mau nyerah. Dia malah berlari dan memeluk Pambudi dari belakang. Bahkan wajah unyu si cadel sudah tersembunyi di punggung Pambudi. Ucil mengusap-usap wajahnya di punggung Pambudi. Itu ngapain, ya? Kok kayak kegiatan nggak berarti!

Soooo.... CHILDISH!

"Minggir, Cil! Lepasin!" Pambudi menjerit kencang. Ucil masih mengeratkan pelukannya. "Malu dilihat orang!" Sekali lagi Pambudi risih. Namun si cadel masih enggan melepaskan.

Setelah itu, muncul kata pamungkas dari mulut iseng Pambudi.

"Lepasin, aku kebelet kentut, nih!" Pambudi mengancam. Ucil masih nggak percaya. Pambudi kan memang iseng.

"Kentut aja, aku berani kok!"

"Ah iya, kentutku kan bau bunga!" Pambudi mengambil posisi, menggerakkan bokongnya santai. Dalam hitungan ketiga... Ucil pingsan sempurna!

Pambudi lupa, semalam dia makan jengkol banyak sekali!

***

Pedekate Pambudi bersama Yulina kemarin itu berakhir begitu saja tanpa perkembangan yang berarti. Alasan pertama, Pambudi nggak nembak Yulina. Alasan kedua ini ada hubungannya dengan alasan pertama. Pambudi nggak nembak Yulina karena dia sadar kalau hanya anggap Yulina sebagai teman. Pambudi nggak sejones itu kok! Dia nggak mau mengakui orang lain pacar kalau emang nggak benar-benar cinta.

Pambudi memang bukan jones, tapi dia butuh cewek lain. Agar terlepas dari si cadel. Pambudi harus melepaskan diri. Bukan karena dia benci dengan Ucil, sama sekali bukan! Pambudi hanya nggak mau si cadel terlalu bergantung padanya. Pambudi harus ikhlas kalau Ucil menempel padanya. Akhir-akhir ini makin lengket.

Namun garisbawahi, ya...! Pambudi nggak menjauh. Sama sekali nggak. Itulah sahabat sejati, nggak akan meninggalkanmu hanya karena alasan ini. Ucil butuh dukungan moral, dan juga semangat agar dia bisa menghadapi hidup dengan ceria kembali.

Ada hal nista lain.

Ucil sekarang suka sekali menggodanya! Menggoda dalam artian fisik, ya! Seperti memeluk Pambudi dengan tangan meraba kemana-mana. Pambudi geli kalau masalah itu. Tangan Pambudi bahkan sudah sering memukul kepala si cadel kalau dia mulai nista.

"Kamu ngapain?!!" Pambudi terbangun saat mendapati bibir Ucil yang sudah nempel manis di pipinya. Pambudi jelas kaget dengan tingkahnya.

"Lagi cium kamu!"

"Jijik, ah Cil!" Pambudi menjerit gusar. Ucil ngambek, lantas duduk begitu saja di depan Pambudi. Si cadel melipat kakinya dan menatap Pambudi dengan raut datar. Pambudi mengusap kasar wajahnya dan menatap Ucil dengan raut gemas.

"Aku benci kamu yang kayak gini, Cil! Ayolah, jangan kayak gini..."

"Aku kan sayang kamu, Pam!"

"Iya, aku tahu!"

"Aku nggak mau kamu ninggalin aku!"

"Aku nggak bakalan ninggalin kamu, Cil..!"

"Aku cinta kamu..."

"Iya, iya..."

"Aku nggak mau kamu diambil yang laen..." Ucil merengut sempurna, siap mewek juga. Pambudi menatap Ucil dengan raut kasihan, nggak tega. Kepala Ucil jatuh begitu saja di pundak Pambudi. Pambudi menepuk-nepuk kepalanya pelan. Melihat kondisi Ucil begini, Pambudi jadi nggak tega. Pambudi jadi benar-benar merasa sedih. Dia nggak mau Ucil begini. Dia nggak mau Ucil terpuruk begini. Apa benar kalau anak ini masih kalut karena kehilangan Ferdi, lantas menjadikan dia sebagai pelampiasan? Ah, Pambudi nggak paham soal itu!

"Pam..." Ucil berbisik pelan.

"Hm?"

"Kamu sayang aku?" Kepala Ucil mendongak, mengerjap ke arahnya dengan mata itu. Pambudi selalu luluh tiap kali mata itu mengerjap dengan intonasi serupa. Pambudi mengangguk pelan.

"Ngomong yang keras, dong!" Ucil menuntut lagi.

"Iya, aku sayang kamu! Kamu kan..."

"Jangan bilang kalau aku anakmu!" Ucil mengancam. "Gimana kalau aku mulai ada rasa terlarang ke kamu, Pam?," lanjut Ucil pelan.

Pambudi tahu, Ucil itu tipe yang suka terburu-buru. Waktu bersama Ferdi itu juga Ucil kan selalu buru-buru menyatakan rasa suka. Padahal kenal saja nggak terlalu dekat, kan? Pambudi dan dirinya sudah berteman sejak kecil, jadi Pambudi takut kalau Ucil salah paham. Pambudi bingung harus menjelaskan darimana. Pambudi nggak mau Ucil salah paham dengan perasaannya sendiri.

"Kamu hanya lagi galon doang! Karena nggak ada yang bisa bikin kamu seneng selaen aku..." Pambudi mengangkat bahunya bangga. Ucil diam, menunduk pelan. Matanya melirik Pambudi yang juga sedang menatapnya tajam.

"Kalau aku beneran jatuh sayang ke kamu, kamu pasti nggak mau jadi pacarku!"

"Aku bukan homo, Ucil!"

"Tapi kamu bisa jadi pacarku!"

"Jangan maksa, cadel! Jadi pacar itu nggak segampang beli kacang kulit lima ratusan..."

"Kacang kulit sekarang seribuan, lho Pam!"

"Iya, kacang kulit seribuan itu nggak bakalan bikin kamu kenyang!"

"Jadi, kita lagi bahas kacang kulit?" Ucil menelisik geli. Pambudi itu bukan tipe cowok yang suka diajak ngomong serius. Tiap kali serius, Pambudi selalu saja menghindar. Topiknya bikin bosan katanya, jadi Pambudi selalu berbelok seenaknya. Topik pembicaraan maksudnya!

"Aku nggak akan ngomong ini untuk yang kesekian kalinya! Aku bukan homo!" Pambudi menunjuk wajah Ucil. Ucil diam.

"Aku tahu, tapi jangan tinggalin aku ya Pam! Jangan jijik ke aku karena aku homo..." Ucil menunduk. Si cadel siap mewek lagi. Pambudi menggeleng mantap.

"Nggak akan, kok! Asalkan kamu nggak melampiaskan kehomoan kamu ke aku..." Pambudi mengancam. Ucil merengut.

"Kamu nggak sayang aku?"

"Jangan samakan sayang itu dengan sayang yang laen, Cil!" Pambudi menunjuk wajah Ucil dengan raut nggak suka.

"Aku nggak butuh yang laen lagi! Asal ada kamu, semuanya cukup Pam!" Ucil merengut sempurna. Pambudi menatapnya sekilas, lalu menghembuskan nafasnya.

"Jangan nempel ke aku, Cil! Aku...." Pambudi ragu. Dia jadi serius dan takut untuk ngomong ini. Sudah lama Pambudi ingin mengatakannya pada Ucil, tapi Pambudi takut si cadel itu bakalan mewek lagi.

Pasalnya, Pambudi akhir-akhir ini juga jadi kepikiran. Ucil sering sekali menggodanya. Menggoda dalam artian fisik. Misalnya Ucil tiba-tiba saja mengecup pipinya. Pambudi nggak tahu sejak kapan kecupan itu memberikan efek yang luar biasa di hidupnya. Pambudi memang ngomel, tapi dia nggak bisa menyembunyikan gelenyar aneh yang menohok-nohok hatinya. Kali ini Pambudi jadi cemas pada dirinya sendiri. Imannya sendiri. Aha!

"Apa?" Ucil siap mendengarkan, termasuk dengan kemungkinan paling buruk.

"Aku juga punya masa depan. Aku juga punya kehidupan pribadi..." Akhirnya setelah sekian lama berpikir, Pambudi memutuskan untuk ngomong.

"Aku tahu soal itu...."

"Kamu juga harusnya fokus sama masa depan kamu..."

"Tapi aku nggak mau kamu ninggalin aku..."

"Udah aku bilang berkali-kali, kan? Nggak akan...! Tapi kamu juga nggak harus nempel ke aku..."

Ucil menghembuskan nafasnya.

"Jadi.. kamu terganggu?" Si cadel menunduk. Pambudi melongo, nggak paham harus menjawab apa. Jawab nggak padahal iya, jawab iya padahal nggak gitu juga!

"Maaf..." Si cadel berdiri, lalu keluar dari sana. Namun sebelum tubuhnya menghilang, Ucil menoleh ke arah Pambudi. Dengan raut terluka. "Aku butuh waktu buat move on, tapi aku janji nggak bakalan gangguin kamu lagi..."

Ada petir yang menyambar antena di atas kepala Pambudi kali ini. Cowok jangkung manis itu nggak tahu kalau efek ucapan Ucil akan jadi seperti ini. Apalagi saat melihat wajah Ucil tadi. Begitu terluka. Frustasi. Lelah. Menyerah.

Pambudi mikir. Apa ucapannya terlalu jahat, ya tadi?

***

Ternyata beneran!

Ucil serius soal ucapannya kemarin. Si cadel itu kini nggak mengganggu Pambudi lagi. Si cadel sibuk dengan dunianya sendiri. Dia berangkat bareng bapaknya, lalu pulangnya selalu mampir sanggar. Si cadel sudah mulai menghindari Pambudi.

Lalu Pambudi sendiri gimana?

Cowok jangkung itu kepikiran. Mulai mikir dan juga nggak tenang. Biarpun gitu, Pambudi masih tetap melanjutkan hidupnya. Dia tetap dekat dengan Yulina, tetap main bareng juga bareng cewek itu. Meskipun itu hanya sebagai teman, nggak lebih. Sesekali dia juga main bareng Uul. Cewek itu sering sekali mendesaknya. Mendesak Pambudi untuk mengakui perasaan cintanya pada Ucil. Seperti kali ini.

"Ngaku, nggak?" Uul menunjuk wajah Pambudi dengan garpu.

"Apanya yang perlu diakuin?"

"Kamu suka juga sama si cadel, kan?"

"Suka sebagai sahabat dan adek, sih iya!"

"Mana ada kakak yang mikirin adeknya lagi ngapain. Kecuali pengidap brother complex. Aku yakin kamu nggak kayak gitu. Prahardi kan yang adek kamu!" Uul masih semangat menunjuk wajah kalem Pambudi.

"Akhir-akhir ini jadi aneh, masa!"

"Aneh?"

"Si cadel itu nggak pernah nongol lagi sejak dia bilang nggak akan ganggu hidupku lagi!"

"Kamu cemas?"

"Iya, lah! Dia gitu kan juga gara-gara aku!"

"Cemas yang iya-iya, atau cemas yang nggak-nggak?"

"Maksudnya?"

"Si cadel bilang kalo dia bakalan move on, kan? Nggak cemas dia bakalan gebet cowok laen di luar sana? Lalu kalo dia disakitin gimana? Kalo dia dianu-anuin gimana?"

Pambudi mendengus frustasi. Awalnya dia nggak mikir sampai ke sana, tapi dengar ucapan sepupu bengisnya ini membuat Pambudi jadi mikir yang nggak-nggak. Gimana kalau yang Uul katakan itu beneran? Ucil jadi semacam homo nista yang doyan menjajakan tubuhnya hanya karena frustasi dan pengen move on. Sementara Pambudi sebagai sahabatnya sama sekali nggak peduli padanya? Gimana, coba? Gimana??

Saat sedang mikir, tiba-tiba HPnya bergetar. Emak Ucil nelpon....

"Assalamualaikum, Iya budhe...?"

"Waalaikumsalam, Pam sama Ucil, nggak? Dia belom pulang dari sekolah..."

"Lho? Dia nggak di sanggar, budhe?" Pambudi mulai parno. Mulai kepikiran macam-macam.

"Tadi Yus bilang kalau Ucil nggak datang. Dia nggak izin dulu, lagi! HPnya juga nggak aktif, nih Pam! Budhe kirain sama kamu..."

"Pambudi tanya teman-teman yang laen dulu, ya budhe..." Pambudi juga jadi ikut panik. Nggak biasanya si cadel itu keluyuran. Si cadel itu hanya punya empat tujuan. Satu sekolah. Dua kamar Pambudi. Tiga cafe langganan. Empat sanggar. Sudah, hanya itu saja yang Ucil kunjungi. Cowok cadel itu nggak bakat untuk keluyuran kecuali bersama teman-teman dan pacarnya. Atau tepatnya mantan pacarnya. Jelas saja Ucil nggak ada di cafe karena Pambudi sekarang ada di sini.

"Ul, aku cabut dulu ya! Si cadel ngilang lagi!" Pambudi berdiri, mengambil tasnya dan keluar dari cafe. Uul ingat, Pambudi belum bayarin makanannya! Ouch! Upil, nih anak!

***

Pambudi sudah mengirimkan Broadcast Chat ke teman-temannya yang lain. Kalau nemu Ucil, tolong hubungi Pambudi. Ucil sekarang jadi mirip anak ilang. Seluruh teman-temannya membuat PM serentak. Sama.

"Yang nemuin Ucil, tolong PING!! ke Pambudi!"

Setelahnya, Pambudi mulai menyusuri jalanan. Dia nggak paham harus kemana. Tapi Pambudi pernah nggak sengaja dengar Ucil yang merepet ke arahnya. Ucil ingin jalan-jalan ke mall. Berdua bersama Pambudi. Sayangnya saat itu Pambudi nggak cukup gila untuk jalan berdua bersama cowok dan shopping.

Malu kalau ketemu teman-temannya nanti.

Namun kali ini insting Pambudi mengatakan kalau bocah cadel itu pasti ada di sana, duduk di salah satu sudut game center. Pambudi tahu karena si cadel pernah curhat soal itu. Si cadel ingin naik kuda-kudaan, tapi malu. Jadi si cadel hanya bisa duduk di pojokan sambil melihat kuda-kudaan itu berputar.

"Cil!" Pambudi berlari ke arahnya, dengan nafas memburu. Ucil yang sedang ngelamun itu tersentak kaget dan menatap Pambudi. Ucil berdiri, dan bersiap melarikan diri. Pambudi tahu kalau anak itu ingin kabur, jadi dia segera menarik lengan si cadel.

"Jangan kabur!" Pambudi menarik lengannya. Ucil meronta, bahkan kaki pendeknya sudah menendang-nendang sekenanya.

"Lepasin, atau aku teriak!"

Pambudi pernah dengar kalimat itu dari tipi. Ancaman cewek kalau dipaksa cowok melakukan hal yang nggak-nggak. Pambudi masih tetap bertahan dengan cengkeramannya, namun itu malah membuat orang-orang melihat mereka. Pambudi malu. Mati kutu.

"Ayo ikut!" Pambudi menarik lengan Ucil menjauh, lalu masuk ke salah satu bilik toilet. OH-HO??

"Ngapain kamu ke sini?" Lihat itu! Wajah si cadel sudah banjir air mata. Pambudi jadi trenyuh melihat air yang mengalir di pipi gembil itu.

"Jemput kamu!"

"Kenapa? Kamu kan juga punya urusan sendiri!"

"Berhenti bikin orang lain cemas, cadel! Emak kamu nyariin!"

"Maaf soal itu! Tapi urusi aja urusan kamu sendiri!"

"Ucil!" Pambudi membentak. Ucil menggeleng kesal. Air mata sudah berhamburan di wajahnya. Pambudi masih menatap Ucil dengan raut tajam. Wajah mereka berdekatan, hanya beberapa centi lagi wajah itu bisa menempel.

Nafas Ucil yang bau stroberi itu pun juga menerpa hidung Pambudi. Pambudi benar-benar nggak tahu apa yang ada di pikirannya. Dia mati-matian menahan hasrat yang tiba-tiba nongol mirip setan jahanam di otaknya.

"Ayo pulang!"

"Aku bisa pulang sendiri. Kamu duluan aja!"

"Nggak, kita bakalan balik bareng!"

"Kamu harus menjauh dariku, Pam!" Ucil sudah benar-benar mencoba menguatkan dirinya. "Kamu punya urusan sendiri, jangan ngurusin aku terus! Aku nggak mau jadi batu sandungan buat hidupmu..."

"Cil..."

"Aku jahat, ya! Aku baru sadar saat orang lain memukulku. Aku baru ngerti saat orang lain yang membuka mataku. Aku udah jahat sama kamu, menyita waktu berhargamu. Aku jahat. Aku selalu monopoli kamu buat kepentingan diriku sendiri, aku selalu..."

CUP!!!

Itu bunyi ciuman. Pambudi secara nggak sadar, secara nggak paham, secara nggak tahu... mengecup bibir Ucil. Ocehan Ucil sudah menyingkirkan pikirannya. Apalagi saat mata besar itu mengerjap, lalu saat si cadel menggigit bibirnya sendiri.... Pambudi kehilangan kendali karena itu!

Pambudi bahkan sudah menekan tengkuk Ucil dan memperdalam ciumannya. Ucil yang awalnya kaget, setelah itu meronta. Mendorong tubuh Pambudi menjauh. Dia memang sayang pada Pambudi, tapi dia nggak mau kalau Pambudi melakukannya hanya karena kasihan. Ucil nggak terima!

"Kamu kenapa lakuin ini, Pam?" Ucil terisak setelahnya. Lagi.

"Biar kamu tahu, aku nggak mau kamu pergi!!" Pambudi marah. Alih-alih mengucapkan maaf, cowok jangkung itu malah berkata hal yang nggak semestinya. Dia siap kalau harus menanggung Ucil seumur hidupnya.

"Pam..." Ucil terisak lagi.

"Aku nggak akan minta maaf soal ini!"

"Pam..."

"Denger itu, ya cadel! Aku nggak akan pernah menyesal karena udah cium kamu!"

"Pam..."

"Aku nggak akan minta maaf...."

"Itu ciuman pertamaku!" Ucil menunduk malu-malu. Pambudi melongo. Jadi sekian lama Ucil pacaran dengan Ferdi, mereka nggak pernah sekalipun ciuman? Oh-oh!

"Ha? Jadi nggak pernah ciuman sama Ferdi?" Pambudi sukses melongo sempurna. Ucil menunduk, lalu mendongak lagi. Matanya mengerjap, lalu bibirnya tersenyum lebar. Tangannya bahkan menarik tengkuk Pambudi.

Ucil yang kali ini mencium Pambudi.

Mereka berciuman. Lama. Paling nggak sampai orang di luar bilik mereka menghilang. Mereka nggak mau keluar dengan canggung karena ini. Pambudi mengecup sekilas kening Ucil, lalu turun ke mata, hidung, pipi gembilnya.... bahkan cowok jangkung yang nggak tahu sejak kapan jadi homo itu nggak segan-segan menggigit pipi Ucil. Ucil terkikik pelan. Setelahnya, Pambudi melumat bibir si cadel lagi. Dengan lidah juga.

Nggak tahu sejak kapan si iseng itu jadi mesum!

Pam... Pam...! Kapan kamu keluar dari sana kalau masih saja menikmati tingkah homomu? Bahkan Ucil yang pure homo saja nggak semesum ini! Oh-ho??

TBC

Oke, Pambudi fix homo. Kenapa kok dia jadi homo tiba-tiba? Nggak mungkin gitu kalau ada orang ngaku lurus yang tiba-tiba menghomokan dirinya sendiri? Jadi gini... mbak Gaachan sudah pernah survey lokasi... Eh? Maksudnya sudah pernah nanya ke temen yang awalnya lurus, kok tiba-tiba jadi belok. Hanya dalam waktu sehari. Alasannya adalah : Karena ketika terpuruk, hati otomatis jadi sensitif terhadap belaian dan hiburan orang lain. Hati secara otomatis akan bekerja sama dengan otak untuk mengingat orang itu. Kalau mau rayu orang, jangan pas dia seneng! Pas dia sedih, kamu datang... kamu bakalan selalu dia ingat. *itu kata dia* - kebenaran ajaran hanya milik Tuhan semata. Ini ajaran manusia, takut masih absurd. Sekian. 


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top