Enem - Uhuk
Ucil sengaja menemui Ferdi di kelasnya. Meskipun dia malu, tapi dia bertingkah keren kali ini. Dia sok macho dan baik-baik saja. Bahkan dia sudah asyik merangkul dan toss dengan cowok-cowok yang berpapasan dengannya, walaupun Ucil nggak kenal dan nggak tahu namanya. Dari kelas berapa saja dia nggak paham. Lalalala... Ini demi menghindari kesalahpahaman saja. Sebenarnya dia ingin memberitahu Ferdi paket datanya habis lewat SMS, tapi sayang dia nggak tahu nomor HP brondong gebetannya itu.
Ucil mengendap-endap, lalu celingukan. Ferdi belum datang. Ucil kembali menegakkan tubuhnya dan berbalik hingga.. bruk! Dia menabrak seseorang. Ucil yang sedang nggak mood hanya bilang maaf. Tapi sebelum kakinya menjauh, sebuah suara memanggil namanya.
"Kak Ucil semalem udah tidur, ya?"
Ucil menoleh kaget. Shock. Apalagi saat mendapati orang yang dia tabrak tadi adalah Ferdi. Ucil menggaruk tengkuknya gugup. Salah tingkah juga.
"Paketanku abis semalem. Maaf, ya...! Aku mau bilang itu, makanya aku cari kamu sekarang..." Ucil menunduk. Ferdi mengangguk canggung. Ferdi kan memang pendiam, nggak banyak omong juga. Tapi Ferdi baik. Iya, lah! Kan Ucil sudah jatuh cinta padanya, jadi apapun yang Ferdi lakukan itu pasti bagus. Ucil mulai lupa diri, nih rupanya! Pambudi mana, ya?
"Oh, gitu.. aku kirain kakak marah..."
"Marah kenapa?" Ucil bertanya spontan. Anak itu sekarang jadi nggak tahu malu. Masa dia teriak-teriak di depan kelas orang? Sudah gitu dia masa bodoh dengan tatapan orang di sana. Ucil kan memang nggak tahu malu!
"Karena aku tanya privasi kak Ucil..."
"Ah, itu! Tenang aja, kalau masalah itu sih aku nggak masalah. Juga, kamu kan tanya ke aku Pambudi itu siapaku... Dia bapakkku..."
Ferdi melongo. Ucil takut kalau Ferdi jadi salah paham padanya, jadi dia kembali konfirmasi. Meskipun dalam bahasa alusnya, dia lagi bercanda tentang status Pambudi untuknya.
"Iya, dia bapakku! Tanya aja deh sama yang laen..."
Semua orang nggak cukup gila untuk percaya kalau Pambudi adalah bapaknya. Ferdi juga nggak akan percaya. Itu hanya anggapan bocah cadel itu untuk memberikan gelar pada Pambudi. Gelar kehormatan. Karena kalau jawab, "Dia sahabatku!" maka pasti akan lama. Kalau jawab "bapak" dalam artian harfiah begini kan pasti sudah tahu kalau itu bercanda. Juga hubungan si cadel dan raksasa itu terlalu dekat hingga mengatasnamakan ikatan keluarga. Bapak dan anak.
"Kak Ucil bisa aja..." Ferdi tersenyum canggung. Setelah kenal dengan Ucil lumayan lama akhirnya Ferdi mau juga jadi akrab. Baginya Ucil itu menawan. Lucu. Apalagi kalau sudah merepet dan juga ngomel. Ucil itu sangat lucu. Begitu polos. Menawan. Ah, lucu dan menawan sudah ya?
"Aku emang bisa apa saja..." Ucil kepedean. Tingkah alay cowok itu kumat lagi, menunjukkan true form Ucil yang sebenarnya.
"Aku lebih suka kak Ucil yang kayak gini..."
Ucil mengerjap.
"Akhir-akhir ini kak Ucil sering diem kalau di depanku..."
Oh, Ferdi! Itu kan karena homo cadel jalang itu lagi salah tingkah! Jaim juga!
"Jadi kamu nggak bakalan illfeel kalau tingkahku kayak gini?" Ucil konfirmasi. Dia juga ingin mendengar perasaan dan pengakuan Ferdi tentang dirinya.
"Nggak, kok! Malah imut, kali kak..."
Ucil nggak suka ada yang memuji imut, tapi kali ini pengecualian. Karena Ferdi yang mengatakan itu. Kalau Ferdi nggak apa memujinya imut. Ucil nyengir senang, lalu mengangguk lega. Rupanya tingkah alay dan pecicilannya masih bisa diterima. Terlebih lagi diterima oleh gebetannya. Apa yang lebih baik daripada itu? Ah, rasanya Ucil jadi makin jatuh cinta...!
"Aku balik ke kelas dulu, ya Fer! Makasih udah mau ngomong sama aku..." Entah sejak kapan si cadel berubah jadi cabe kering jalang genit malu-malu eek kucing begini. Ferdi tersenyum lembut. Oh, jadi si cadel sekarang jadi jalang karena gebetannya mengatainya imut atas perbuatan alaynya itu? Nih, upil niiihhh...!!
Hoooo....
Pokoknya nanti Pambudi harus tahu soal ini! Ah, tunggu! Bagi tahu si Pam beresiko nggak ya? Kalau Pambudi nanti bully dia lagi gimana? Ah, biar deh! Pambudi kan sahabatnya. Jadi dia harus tahu apa yang sedang dialami oleh sahabat cadelnya ini.
***
Ucil sudah duduk di sana sejak beberapa jam yang lalu. Sesaat sebelum Pambudi mandi, mengerjakan PR, lalu menghidupkan laptopnya. Ucil sudah bercerita macam-macam padanya. Mulai dari bagaimana acara pedekatenya dengan Ferdi, bagaimana perkembangan perasaannya pada Ferdi. Bahkan Ucil sempat nolak saat Pambudi menunjuk diary gadungan yang kini sudah terisi hampir setengah buku itu.
"Ditulis kan nggak ada emosinya. Kali ini dengerin aku, Pam!" Ucil sudah ngomong ini sejak tadi. "Cuma bentaran, kok!" Dan kata-kata itu tentu saja hoax belaka. Mengingat Ucil sudah cerita sejak dua jam yang lalu. Materinya adalah tentang si Ferdi itu. Pambudi yang lagi nggak mood untuk mendengarkan hanya mengangguk saja, seolah peduli dan mendengarkan. Padahal nyatanya cowok iseng itu sudah pasang headset di salah satu telinganya.
"Terus?" Pambudi masih nanya dengan nada datar. Dia hanya bicara begitu. "Oh!" lalu "Terus?" juga "Ah!" Tapi anehnya si cadel nggak sadar sikon. Si cadel terus saja cerita, padahal si Pam lagi nggak respect dengan ceritanya.
Ah, kalau dipikir lagi.. ini juga salah Pambudi. Kenapa juga dia nanya terusannya, nanti bisa makin lama tuh cadel cerita. Tuyul cadel itu lagi nggak sibuk apa? Setahunya sanggarnya juga sedang menerima kontrak untuk pertunjukan yang baru. Tentu saja Ucil bakal jadi tokoh utama di sana.
"Aku seneng banget, Pam!" Nah, tuh! Si cadel sudah mengatakan itu berkali-kali. Pambudi nggak sempat hitung, tapi kalau dihitung berdasarkan kesadarannya... sudah lebih dari lima kali si tuyul ngomong begitu. Pambudi mencoba maklum awalnya, karena si cadel mungkin memang sedang jatuh cinta. Tapi lama kelamaan kok jadi begini? Kok si cadel jadi keterusan mengucapkan kata itu.
Sumpah, Pambudi jadi bosan! Efek golongan darah yang cepat bosan, nih!
"Cil, kamu mau tahu sesuatu, nggak?" Pambudi akhirnya menghentikan jarinya dari games yang sejak tadi dia mainkan. Ucil menghentikan ceritanya dan menatap Pambudi.
"Apaan, Pam?"
"Aku lagi bernafsu buat jahilin orang sekarang. Kamu mau berpartisipasi?" Pambudi menunjuk wajah Ucil. Ucil menelan ludahnya gugup. Takut. kalau seperti ini, pasti mood Pambudi sedang nggak bagus. Ucil harus tahu diri. Dia harus melarikan diri, sebelum dia keluar dari kamar Pambudi dalam keadaan separuh hidup karena bullyan cowok jangkung ini.
"Aku ada PR yang belum aku kerjain. Aku pamit dulu, ya! Assalamualaikum...!" Ucil ngacir. Pambudi tersenyum puas.
"Waalaikumsalam.." Lalu cowok jahil itu mengunci pintu kamarnya. Oke, sekarang lanjut main! Pambudi lagi nggak mood saat ini. Dia sedang bosan. Nggak tahu, ya cerita Ucil tadi makin membuatnya bosan. Pambudi males menanggapi. Minta nomor HP Ferdi saja dia terpaksa waktu itu, jadi kalau Pambudi harus masuk semakin dalam kisah cinta si Ucil.. terimakasih! Pambudi nggak berminat untuk itu!
***
Karena Pambudi sudah memberikan warning tentang moodnya kemarin, Ucil jadi jaga jarak. Cowok cadel mungil itu tahu bagaimana cara cari aman untuk sementara. Dia menjauh dari Pambudi. Sementara, ya! Catat itu. Setidaknya sampai Pambudi mau balik manis lagi padanya. Ah, Ucil khayal deh! Sejak kapan Pambudi jadi manis? Dia kan tukang jahil. Iseng. Belum lagi tingkah koplaknya itu kadang merepotkan. Membuatnya mati kutu.
"Kak Ucil?" Ferdi tiba-tiba nongol di depan Ucil. Saat ini Ucil sedang duduk di bangku kantin, melamun dengan raut paling jelek. Namun yang lebih mengejutkan, gebetan terhormat miliknya muncul saat raut Ucil sedang buruk. Ah, salah tingkah kan?
"Eh, Ferdi..." Ucil menggaruk tengkuknya. Ferdi duduk di depannya tanpa izin. Meski begitu Ucil senang sekali.
"Kakak lagi suntuk, ya?"
"Tahu, ya?" Ucil nyengir. Rautnya jadi ruwet. Sebenarnya alasan dia galau ya karena orang yang lagi ajak ngomong ini. Iya, lah! Dia galau karena Ferdi, tapi Pambudi malah nggak bisa diajak tukar pikiran. Sekarang galaunya jadi dobel.
"Kening kakak berkerut..."
"Apa? Keriput?" Ucil sudah siap untuk suntik botoks kalau sampai nanti kerutannya makin banyak. Dia nggak mau tua sebelum waktunya. Nggak sudi, ya! Dia kan belum pernah pacaran. Belum jadi pacar Ferdi juga, kan?
"Maksudku, berkerut kak..." Ferdi menyentuh kening Ucil. Ucil langsung panas dingin nggak karuan. Oh, jadi jatuh cinta itu begini ya? Ucil pernah sih jatuh cinta pada cewek manis di sanggar. Namun saat itu taraf malu Ucil sedang di atas normal, jadi dia nggak pernah menyatakan perasaannya. Sekarang, Ucil jatuh cinta lagi. Tapi dengan cowok. Brondong, pula! Lalalala....
"Apa jelek?" Ucil malah konfirmasi tampang saat ini. Apalagi saat Ferdi mengatakan kalau keningnya berkerut. Auranya jadi seperti bahas pembalut, kan? Ferdi tergelak geli. Dia menggeleng.
"Kak Ucil tetep manis, kok! Apalagi kalau pas nari..."
Ucil mesem. Kali ini dengan senyum pias. Gimana ya dia harus bereaksi untuk pujian Ferdi ini? Senang atau malah sedih? Dia senang karena Ferdi memujinya, tapi sedih karena Ferdi mengatakan kalau pas nari. Jadi sekarang nggak manis?
"Sekarang aku nggak semanis pas nari?" Ucil nggak tahu sejak kapan dia begitu memusingkan pujian manis itu. Dia kan bukan produk gula, jadi nggak perlu mikirin berapa taraf dan level manisnya. Kenapa dia jadi begini?
"Kak Ucil lucu..." Ferdi terkekeh geli. "Dulu aku anggap kak Ucil galak, jadi aku cuma bisa diem aja depan kak Ucil..."
Oh, jadi Ucil galak ya? Ha? Galak? Kalau maksud Ferdi itu pas Ucil teriak-teriak sendiri, lalu menjerit nista, ngomel-ngomel.. itu bukan galak, ya! Itu hanya ungkapan, ekspresi dan emosi terpendam Ucil yang super alay. Itu bukan berarti dia galak! Ya ampun, salah paham lagi nih!
Juga.. karena Ferdi kira dia galak, Ferdi jadi pendiam. Jadi sok cuek. Oh, dia juga sudah salah paham, dong! Dia anggap Ferdi itu nggak peduli pada orang lain, tapi ternyata semua itu karena kesalahan nggak disadari Ucil sendiri. Hurray for alay!
"Sekarang udah tahu kan kalau aku nggak galak?" Ucil menatap Ferdi dengan penuh harap. Ferdi terkekeh dan menggeleng cepat.
"Nggak lagi sekarang. Apalagi aku juga udah biasa BBMan sama kak Ucil, kan?"
Ucil nyengir untuk yang ke sekian kalinya. Dia bahkan lupa kalau makanannya nggak dia habiskan. Dia hanya sibuk menyedot es jeruknya pelan-pelan. Menikmati, nunggu si Ferdi. Biar dia nggak pergi. Dia nggak mau intimate momment ini berlalu gitu saja. No... No...! Dia harus menikmati masa-masa ini. Menatap Ferdi sedekat ini, dengan wajah malu-malu tupainya... Ulalalaa....
"Ngapain kamu masih di sini? Udah mau bel, tuh!" Sebuah suara terdengar di belakang mereka. Ucil menelan ludahnya horor. Suara ini adalah milik orang yang moodnya sedang nggak bagus. Juga yang katanya sedang kumat labilnya. Lalu sedang apa cowok ini di sini? Ucil menoleh ke arahnya, mendapati "bapak" kesayangannya sedang berdiri galak.
"Eh, ada bapak..." Dia nyengir.
"Ngapain masih di sini?" Pambudi melotot, dia nggak peduli Ucil sedang dalam kondisi dan keadaan apa. Dia harus bicara dengan si cadel saat ini.
"Makan. Nih, belum abis!" Ucil menjawab polos. Gemas juga. Dia ingin Pambudi peka. Dia sedang dalam keadaan bermesraan dengan gebetannya, nih! Sadar sikon, dong Pam!
"Dari awal bel istirahat bunyi sampe mau masuk lagi, belum abis? Kamu itung dulu butiran nasinya?" Pambudi hanya bertanya sarkas. Dia sedang menggeram.
"Pam...! Kan aku udah gede, kenapa kamu awasin aku gini?" Ucil sudah dalam mode alaynya lagi. Pambudi memijat pelipisnya gemas. Dia tahu kalau si cadel ini sedang bermesraan dengan kaum dan gebetannya. Kalau saja nggak urgent, dia nggak mungkin nekad menghampiri si Ucil.
"Bentar lagi masuk, Cil!"
"Tau, aku kan bisa balik sendiri ke kelas tanpa kamu suruh! Aku nggak mau minta anterin juga, kan? Nggak minta gendong juga..." Ucil lupa kalau ada gebetan brondongnya. Pambudi melotot, lalu menepuk kepala Ucil sadis menggunakan sendoknya.
"Buku matematikaku masih kamu pinjem! Ntar lagi jam matematika di kelasku!" Pambudi melotot galak. Ucil mingkem.
"Ah, itu..."
"Makanya, kalau mau nyontek PR itu di rumah aja! Lagian juga nggak bisa banget sih sama matematika..." Pambudi jahil version sudah kembali. Bahkan cowok jangkung itu sudah menunjuk-nujuk wajah Ucil dengan nggak tahu malu. Ucil yang malu saat ini. Pambudi menjatuhkan harga dirinya di hadapan gebetan.
"Pam...."
"Ah, seandainya ya.. ada orang yang mau ngajarin kamu matematika... pasti aku udah bersyukur banget! Biar bukuku nggak dipinjem lagi..." Pambudi melirik Ferdi yang sedang menunduk.
Ucil jadi nggak enak. Dia berdiri, lalu melangkah sambil menghentakkan kakinya. Bahkan cowok cadel itu nggak ngomong apapun pada Ferdi. Oh? Pambudi salah kali ini. Maksud hati ingin membuat Ferdi jadi guru les si Ucil, tapi malah Ucil yang akhirnya ngambek.
Kali ini target usil Pambudi salah. Ucil pasti malu karena dikiranya Pambudi sengaja mempermalukan dia. Padahal kan nggak gitu juga, kali!
"Ciiill..." Pambudi mengambil bukunya dari tangan Ucil. Ucil masih mengerut dengan bibir manyun.
"Makasih!" Tuh, si cadel marah beneran!
"Bukan itu maksudku tadi, Cil...!"
"Lalu apa? Dia pasti illfeel sama kebodohanku soal em-te-ka!" Ucil ngambek.
"Maksudnya ya biar dia tersindir dan ngajarin kamu gitu...!"
"Sindiran kamu itu nggak kena ke dia!"
"Iya, kurang frontal apa, ya?"
"Bukan itu masalahnya, Pam!"
"Lalu?"
"Aku malu! Kamu udah menjatuhkan harga diriku di hadapan dia..."
"Yaelah, berapa sih harganya?"
"Paaaammm!!!" Ucil marah. Pambudi jadi serba salah sekarang. Dia nggak nyangka kalau berurusan dengan sahabat cadelnya yang kini jadi homo itu begini sulit dan susah. Pambudi menatap Ucil lagi. Kali ini dengan raut bersalah.
"Maaf, deh Cil! Ntar aku konfirmasi ke Ferdi deh!"
"Nggak usah, dia pasti jijik sama aku...." Ucil menunduk.
"Mau aku cariin gebetan lain, nggak?" Pambudi masih setia untuk jahil dalam keadaan apapun. Dalam situasi apapun. Apalagi kalau si Ucil sudah mulai sok melankolis begini.
"Pam!! Kamu jahat.. Ferdi pasti... bentar HPku getar..." Ucil nggak jadi meneruskan keluhannya dan mengambil HPnya di saku seragam. Saat dia sudah membaca BBM yang baru saja masuk, Ucil melongo. Bahkan cowok cadel itu berubah auranya. Dari gloomy jadi shock. Excited. Kaget. Melongo. Pambudi kepo, lalu mulai merampas HP nggak berdosa itu dari tangan Ucil. Tentu saja karena pemiliknya seperti sedang kerasukan begitu.
"Kak Ucil, kalau kakak nggak sibuk... aku bisa ajak kakak belajar MTK bareng. Maksudnya bukan aku nyinggung kakak, tapi aku pengen belajar bareng kakak.. Tenang aja, aku pernah ikut olimpiade kok!"
Lalu setelah itu....
Jeritan histeris muncul dari bibir si Ucil. Bahkan cowok cadel alay itu sudah memeluk Pambudi dengan raut gembira. Nah, apa yang Pambudi lakukan bukannya nggak sampai pada target sasaran... hanya saja tunggu waktu yang pas saja!
"Aku cinta bapak! Aku sayang bapak!!" Ucil sudah memeluk Pambudi, dengan tingkah nggak tahu malu. Pambudi tersenyum geli, malu juga. Lalu...
"Jangan bikin malu!" Pambudi kabur ke kelasnya karena bel sudah berbunyi sejak tadi. Guru matematikanya kali ini agak killer. Ulalalala...
***
Hidup Pambudi jadi damai sekarang! Meskipun tiap pagi dan pulang sekolah si cadel masih saja nebeng dia ke sekolah, tapi kali ini ada hari-hari dimana Pambudi merasakan bebas. Bebas dari si cadel karena cowok itu sedang belajar matematika bersama gebetannya. Ucil di sana pasti sedang bahagia. Kita intip, yuk!
"Kak Pambudi baik banget ya sama kak Ucil..." Ferdi berbisik pelan. Saat ini Ucil mengajak Ferdi untuk ngopi di salah satu cafe langganannya. Langganan Pambudi sebenarnya. Ucil duduk manis di depan Ferdi sambil memperhatikan buku matematikanya.
"Heng.. kan udah aku bilang.. kami bapak dan anak..."
"Itu kan bercandaan kakak.."
"Hem.. menurut kamu bapak dan anak itu ngapain aja?"
"Bapak jagain anaknya, ngasih makan anaknya, antar jemput ke sekolah..."
"Nah, sama kayak Pambudi ke aku selama ini!"
"Kakak sayang sama kak Pambudi?" Pertanyaan Ferdi kali ini sulit untuk dijawab. Ucil sayang kok dengan Pambudi, tapi dalam bentuk yang lain. Pambudi itu sudah seperti bagian dari hidupnya. Keluarganya.
"Iya.. aku sayang dia, Fer!"
"Hem..."
"Kami tetangga, jadi ya deket gitu dari kecil. Kami tumbuh bareng, jadi jelek dan baikku dia udah tahu. Kenapa emangnya, Fer?" Ucil nggak peka. Dia benar-benar nggak paham kenapa Ferdi tanya ini. Jangan-jangan Ferdi naksir Pambudi! Oh, nggaaaaaakkkk!!! Ferdi adalah miliknya, Pambudi juga "miliknya". Dalam kasus Pambudi, Ucil anggap Pambudi sebagai miliknya dalam tanda kutip. Ferdi dan Pambudi nggak boleh saling memiliki.
"Nggak..."
"Kamu suka sama Pam?" Ucil melotot kaget. Dia siap mewek sekarang.
"Hah? Eh? Kalau suka sebagai junior ke senior sih iya, kak! Kak Pambudi itu orangnya baik dan juga ramah. Kalau suka yang lain sih nggak, lah kak! Aku udah naksir seseorang..."
Ucil patah hati sekarang! Ferdi suka orang lain!
"Ah, gitu ya?" Nada suara Ucil jadi sedih. Ah, si cadel patah hati... pasti nanti kamar Pambudi yang akan banjir! Pambudi harus siap-siap sedia ember untuk nampung air mata Ucil.
"Kakak jangan salah paham! Aku beneran nggak suka yang kayak gitu ke kak Pambudi. Aku cuma... iri..."
"Hah?" Ucil mengerjap. "Iri kenapa?" Ucil melanjutkan kekepoannya.
"Kak Pambudi tahu masa lalu kak Ucil. Semuanya..." Ferdi berbisik. Oh, dewa homo! Cubit Ucil sekarang! Ucil pasti lagi mimpi manis bareng Dewi Perssik. Ucil lagi ngelamun mungkin! Lagi berkhayal gara-gara matematika ini sudah memengaruhi otak waras dan otak sadarnya. Ini pasti salah denger. Ucil pasti sudah congek. Ayo ke dokter THT nanti, Cil!
"Kamu... iri sama Pambudi karena dia lebih tahu banyak soal aku?" Ucil mengonfirmasi. Gugup. Ferdi menunduk.
"Maaf.. aku bikin kakak jijik, ya?" Ferdi juga ikut gugup. Ucil menggeleng kencang. Antara bahagia dan nggak percaya.
"Fer... cubit aku Fer!" Ucil berteriak kencang, nggak tahu malu hingga orang-orang memperhatikannya. Begitu Ferdi mencubitnya, Ucil menjerit kencang. Barulah si cadel sadar, ini bukan mimpi! Ferdi sedang menyatakan ketertarikan padanya! Juga... sedang mencubitnya!
TBC
Hai, kalian nggak shock karena Gaachan posting ini hari ini juga? Nggak kepo kenapa? Kepo, dong! Kepo, dong! Jadi besok Gaachan nggak bisa posting, sehingga post sekarang aja ya chapter enamnya... :D
Aku... hanya butiran debu! Lalala... Lalu apa yang harus mereka lakukan?
a. Saling tatap
b. Bakar buku
c. Gigit meja
d. Makan yang banyak biar kuat menghadapi kenyataan hidup
ast-fc#���%
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top