Chapter 4 : [Kejadian Ganjil]

"Tunggu Shin- chan! Kumohon untuk satu kali ini saja, aku akan melakukan apapun setelah itu," rengek Takao yang masih mencoba menahan pintu tersebut agar tidak tertutup.

Midorima hanya menghela nafas kemudian berjalan masuk kembali, membiarkan Takao yang sedari tadi berdiri mematung diambang pintu.

"Terserah kau saja nanodayo."
.
.
.
.
.
'Jeritan suara apa itu..? Dan lagi... jeritan keputusasaan...'

**

.

.

AoiKitahara present

Nightmare In Reality

The Basketball Which Kuroko Plays belongs to Fujimaki Tadatoshi

Akashi SeijuurouxMidorima ShintarouxTakao KazunarixKuroko Tetsuya

Suspense | Mystery

Warn : Typo(s), riddle, etc.

Saya tidak mengambil keuntungan materiil dalam pembuatan fanfict ini, semua dilakukan untuk kesenangan semata.

If you don't like this story please to leave this story

Happy reading!

.

.

**

"Kalian teman bukan...?"

.

.

Midorima berbaring di ranjang tersebut, di sebelahnya terbaring seorang pria berambut raven dengan potongan undercut yang tengah menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

Midorima menghadap pada sisi kanan ranjang sedangkan Takao menghadap sebaliknya hingga kini punggung mereka saling tolak menolak dan hanya dibatasi sebuah guling diantara mereka.

Midorima kembali memikirkan kembali hal-hal ganjil di mansion ini, tentang siapa Akashi, suara-suara misterius yang dikatakan oleh Takao, dan alasan mengapa rumor tersebut ada.

Tapi percuma, pikirannya kacau sekarang, ia tidak bisa menggunakan logikanya lagi kalau sudah begini. Ia mendesah pelan lalu duduk di ranjangnya, sesuatu hal rasanya terlupakan, seperti ia melupakan sesuatu yang penting, sesuatu yang mungkin akan menjawab semua pertanyaan yang ada dibenaknya, tapi apa?

Midorima mencoba berpikir keras, namun nihil ia tidak bisa mengingatnya, ia menghela nafas sebelum akhirnya bangkit dari ranjang dan meninggalkan kamar tersebut untuk sekedar melepas penat yang menyerang otaknya.

Kaki menapak tanpa arah dan tujuan, membawanya pergi menyusuri seisi mansion Akashi yang besar-ralat benar-benar mewah, luas, dan besar. Tanpa ia sadari kakinya berhenti di depan pintu yang terbuka memperlihatkan sedikit celah.

Ia bertemu dengan Akashi yang tengah meminum tehnya di ruang tamu. Akashi menyadari kehadiran Midorima tanpa menoleh. Mungkin indera keenamnya benar-benar terasah dengan baik.

"Yo, Midorima- kun, kupikir kau sudah tidur," sapa Akashi, ia meletakkan secangkir tehnya lalu menatap Midorima dengan senyuman hangat.

'Bagaimana aku bisa tidur dengan segala pikiran yang menggila ini?' Batin Midorima mengutuk.

"Aku hanya sedang tidak bisa tidur nanodayo," ujar Midorima.

Akashi tersenyum kecil, "Jika berkenan maukah kau minum teh bersamaku? Sekalian menemaniku bermain shogi?" [1]

Midorima nampak menimang-nimang, tidak ada salahnya juga jika ia menerima tawaran Akashi. Toh ia juga sedang tidak ada kegiatan bukan?

Ia pun segera duduk di hadapan Akashi yang kini di depannya adalah sebuah papan shogi, lengkap dengan bidak-bidaknya yang tersusun rapi. Akashi menuangkan teh kemudian menyodorkannya pada Midorima.

"Kalian sepertinya berteman baik ya," ujar Akashi sekedar berbasa-basi sambil memindahkan bidak shogi miliknya.

Midorima menatap Akashi sebentar lalu beralih memandangi papan shogi, mengambil salah satu bidak kemudian ikut memindahkannya.

"Mereka bukan temanku nanodayo," ujar Midorima sarkastis.

Akashi masih menyunggingkan senyuman kecil yang ramah namun terkesan misterius, "Oh ya? Kalian teman bukan?"

Midorima diam enggan menjawab, ia menghela nafas sambil kembali memindahkan bidak shogi, "Aku tidak menganggap mereka temanku nanodayo."

Akashi terkekeh pelan bukan maksud mengejek hanya sekedar ingin, "Begitu, jika mereka mendengarnya, mereka pasti sedih, mengingat betapa dekatnya kalian."

"Itu bukan urusanku nanodayo."

Keduanya pun terdiam beberapa saat, keheningan menyelimuti keduanya saat ini, hanya terdengar gemuruh petir dan percikan hujan yang mengguyur melalui jendela, keheningan dan atmosfer terasa sedikit sesak saat ini.

Entahlah apa yang terjadi. Baik Akashi maupun Midorima masih diam tanpa mengatakan apapun, keduanya masih sibuk dengan pikirannya masing-masing yang tentu saja tidak dapat terbaca oleh siapapun.

Tiba-tiba sebuah pertanyaan muncul di benak Midorima, tentang suara-suara misterius yang didengar Takao. Ia penasaran dan ingin menanyakannya pada Akashi.

"Akashi, Takao mengatakan padaku bahwa ia mendengar suara jeritan seseorang yang putus asa dari ruang kerjamu..." Midorima memberi jeda beberapa saat, "Sebenarnya ada apa didalam ruanganmu itu nanodayo?"

Akashi terdiam, Midorima pikir sepertinya ia menemukan petunjuk baru untuk mengungkap misteri mansion ini. Tapi bukannya ia penasaran, hanya saja banyak sesuatu hal menganggunya saat ini, mungkin jika Takao tau hal ini, pasti ia akan diejek habis-habisan oleh pemuda berambut undercut tersebut.

Akashi mengangkat wajahnya menatap langsung manik Midorima dengan wajah sedikit bingung dan heran.

"Mungkin Takao- kun kebetulan mendengarnya saat aku sedang asik menonton sebuah film horror, biasanya untuk menghilangkan stress karna pekerjaan, terkadang aku selalu bermain shogi, menonton film action atau horror untuk menghibur diri. Mau bagaimana lagi, tidak ada seorang pun yang menemaniku disini kecuali kalian," ujar Akashi sambil menatap papan shogi dengan tatapan sendu.

"Kalau begitu kenapa tidak menyewa seorang maid atau butler?" tanya Midorima, tidak ada alasan apapun hanya, ia merasa setiap ucapan Akashi terasa tidak dapat ia terima begitu saja.

"Kenapa ya? Aku hanya lebih suka melakukan hal sendirian, entah itu memasak ataupun bersih- bersih, aku tidak terbiasa jika dibantu, makanya aku benar-benar jarang berinteraksi dengan seseorang, aku orang yang cukup sulit untuk berinteraksi," ujar Akashi sambil menyesap tehnya.

Midorima seakan bungkam dengan ucapan Akashi, dirinya seakan kehabisan kata-kata untuk membantah segala hal yang dikatakan Akashi.

Aneh, membantah? Untuk apa? Bahkan dirinya sendiri pun bingung apa yang tengah dipikirkannya, kembali sebuah tanda tanya bertengger diotak sang pemuda berambut lumut tersebut.

"Lalu, kudengar beberapa orang yang kemari dengan niat untuk bunuh diri tidak pernah terlihat ataupun mayatnya tidak pernah ada, di mana mayat mereka yang bunuh diri itu? Dan lagi bukankah kau pasti bisa mencegah mereka untuk bunuh diri nanodayo?" tanya Midorima dengan motif agar bisa sedikit mengungkapkan misteri tersebut.

Akashi terdiam, wajahnya tak menampakkan senyuman lagi, pandangannya berubah total menjadi kosong. Midorima memperhatikan Akashi dengan seksama berusaha bersabar menunggu jawaban dari pria misterius ini.

"Ah, aku selalu terlambat menolong mereka, mereka selalu sudah berakhir tidak bernyawa saat kutemukan, aku tidak pernah memberitahukannya pada polisi karna bagaimana ya menjelaskannya. Aku ingin mereka di sini, mayat mereka kuawetkan, simpel saja, seperti sebuah boneka yang menemaniku dari rasa kesepian ini," ujar Akashi kembali menampakkan senyuman ramah dan lembutnya namun tatapan matanya nampak terluka.

Midorima pun memandang horror kearah Akashi, bukankah rasional jika seharusnya Akashi mulai
membuka diri dan mencoba untuk berteman dengan orang lain d iluar sana ketimbang hidup di mansion mewah yang sepi ini bersama dengan sebuah mayat yang biasa ia sebut sebagai 'teman'.

"Kau seperti seorang psikopat Akashi," ujar Midorima secara blak-blakan.

"Hahaha... Aku bukan psikopat seperti yang kau pikirkan Midorima- kun," tawa Akashi pelan.

Midorima menaikkan kacamatanya, "Itu menurutmu, jika dari pandangan orang normal pasti mereka akan menganggapmu begitu."

Akashi tertawa kecil mendengar hal itu, ia tidak marah karna apa? Ia tidak merasa dirinya seorang psikopat jadi wajar saja bukan? Kehingan memeluk keduanya, setelah percakapan itu keduanya kembali bungkam.

Membiarkan keheningan yang mengisi ruang di antara keduanya. Midorima masih merasakan ada hal yang tidak beres di sini, ia masih ragu dengan jawaban Akashi, instingnya mengatakan jika apa yang diucapkan oleh Akashi adalah sebuah kebohongan.

Kebohongan ya? Entah ia sendiri pun bingung kenapa ia bisa berpikir seperti itu. Wajar saja kan? Akashi itu misterius, dia pasti menyembunyikan sesuatu yang tidak ia ketahui apa itu. Dan satu hal yang Midorima tau saat percakapan tadi.

Psikopat selalu pintar dalam membuat kebohongan-kebohongan tanpa takut kebohongan itu terbongkar, dan mereka akan membuat kebohongan yang lain untuk menutupinya.

Bagaimana jika itu yang tengah bergelut dipikiran Midorima? Sungguh masalah seperti ini sukar untuk dipecahkan ketimbang ulangan matematika dadakan bagi Midorima.

Berpikir secara logika dan spesifik, tidak seharusnya ia berpikir yang tidak-tidak dengan Akashi, ia akui jika Akashi adalah orang yang ramah dan baik.

Namun bukankah aneh dan tidak masuk akal karna Akashi yang membiarkan dirinya, Kuroko, dan Takao menginap dirumahnya? Apa dia tidak berpikir jika bahaya bisa saja mengancamnya saat ia terlelap? Entahlah hal itu sepertinya perlu digaris bawahi, mungkin itu adalah sebuah kata kunci untuk mengungkapkan semuanya.

"Tsumi," ujar Akashi sembari memindah bidaknya. [2]

Midorima menghela nafas, dia kalah dari Akashi. Ia akui Akashi benar-benar hebat memainkan shogi ini. Midorima pun bangkit dari tempat duduknya.

"Kau mau kemana Midorima- kun?" tanya Akashi.

"Ke toilet nanodayo," ujar Midorima kemudian ia melangkahkan kakinya pergi dari tempat tersebut, meninggalkan Akashi sendirian yang tengah kembali menyusun bidak-bidak shogi-nya.

Midorima berjalan dengan tenang namun hatinya merasa tidak tenang. Peluh keringat membasahi lehernya yang mulus tersebut. Entah ada apa rasanya seperti udara di sekitarnya berubah menjadi lebih dingin.

Cahaya lampu yang remang-remang menambah suasana mencengkam baginya, ditambah halilintar dan hujan lebat menambah kesan menyeramkan saat ini.

Ia memasuki sebuah toilet, toiletnya bahkan sangat gelap hingga ia harus ekstra hati-hati dalam berpijak dan memegang sesuatu.

Midorima berusaha menyakinkan dirinya bahwa makhluk dari dunia lain ataupun supranatural itu tidak pernah ada dan tidak akan ada selamanya jangan.

Setelah beberapa menit, akhirnya Midorima dapat bernafas lega karna tidak melihat sesuatu apapun yang berasal dari dunia lain, ia memutar handle pintu untuk segera keluar dari toilet mengerikan tersebut.

Namun..

"Pintunya... terkunci...?" gumam Midorima pelan.

Demi Dewa Amaterasu- sama, Midorima bersumpah dirinya benar-benar ketakutan sekarang, ia terkunci di dalam toilet yang gelap dan hanya bermodal cahaya remang dari halilintar yang menembus melalui sela-sela ventilasi udara.

Udara disekitarnya terasa dingin, ia menggedor pintu tersebut dan berusaha meminta tolong. Namun nihil tidak ada yang mendengarnya saat itu.

Di dalam benaknya tidak henti-hentinya memikirkan siapa orang yang menguncinya saat ini, apakah Akashi? Ia yakin jika yang melakukannya pasti Akashi, karna hanya ia dan Akashi yang tengah terjaga malam ini.

Sebisa mungkin ia berusaha keras untuk membuka pintu tersebut, mulai dari mendobraknya hingga mencoba menghancurkan pintu tersebut dengan menendangnya.

Semua sia-sia, membuat Midorima terduduk lemas, sambaran halilintar yang terlihat dari lubang ventilasi itu menghasilkan cahaya di antara kegelapan membuat setitik cerah bagi Midorima, ia melihat sebuah obeng tergeletak di lantai toilet tersebut.

Tanpa pikir panjang ia pun mulai membingkar handle pintu tersebut. Butuh waktu sekitar 25 menit untuk membuatnya meloloskan diri dari toilet laknat tersebut.

Midorima memegangi pergelangan tangannya yang sedikit sakit akibat terkilir, tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia kembali keruang tamu dan berniat ingin menghakimi Akashi mungkin?

Midorima melangkahkan kakinya semakin cepat menuju ruang tamu, iris emerald-nya membulat seketika melihat Kuroko bersama Akashi sedang bermain shogi.

"Yo, Midorima- kun, sudah selesai ke toiletnya?" tanya Akashi yang sekedar basa-basi.

"Begitulah, sejak kapan kau kemari Kuroko?" Midorima melirik Kuroko yang tengah bermain shogi bersama Akashi.

"Eh? Aku kemari setelah kulihat kau pergi menuju toilet Midorima- kun," ujar Kuroko.

"Akashi kau tidak kemana-mana saat aku ke toilet nanodayo?" tanya Midorima.

"Setelah kau pergi, Kuroko- kun datang dan aku mengajaknya bermain setelah itu," ujar Akashi disusul Kuroko yang mengangguk mengiyakan ucapan Akashi.

"Kau benar-benar tidak pergi kemana pun saat aku ke toilet nanodayo?"

"Akashi- kun dari tadi bermain bersamaku, lagipula Midorima- kun baru beberapa menit yang lalu bukan ke toilet?" Tanya Kuroko.

Midorima terdiam mendengar penuturan Kuroko, "Beberapa menit yang lalu? Aku mungkin sudah pergi selama 30 menit lebih, dan mereka mengatakan baru beberapa menit nanodayo?" batinnya.

Keringat dingin mengucur dari pelipis Midorima, kepalanya tiba-tiba kembali pening, ia sangat yakin jika tadi ia menghilang menuju toilet selama 30 menit lebih, dan bukankah itu tidak sepantasnya disebut beberapa menit yang lalu bukan? Dan Akashi mengatakan jika ia tidak pergi kemanapun saat Midorima ke toilet, bahkan Kuroko mengatakan hal yang sama dengan Akashi.

Timbul dibenaknya sebuah pertanyaan.

.
.
.
.
.
'Siapa yang menguncinya tadi didalam toilet?'
.
.
.
.
.
To be continue...

Note:

[1] Catur ala Jepang

[2] Skakmat dalam shogi

A/N:

Yo! Selamat malam.
Sesuai janji saya kemarin malam tentang akan mengupdate chapter 4 malam ini sudah saya penuhi \(^^)/
Terima kasih sudah menunggu!

Semoga bisa menemani malammu dengan sebuah terror dan misteri dari cerita ini! Psst! Pastikan untuk selalu mengecek kembali seluruh penjuru rumah ya, jangan lupa kunci pintu dan jendela jika tidak ingin bertemu dengan 'dia'! Pfft-- bercanda ><)/

Seperti biasa diakhir kalimat.

Arigatou Gozaimasu!

Mind to Vote and Comment? ^^

Ciao!
Sign out

AoiKitahara_

30 Mei 2016

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top