5. Ruang Penuh Buku Berdebu

Sengaja Tesla kembali ke tempat kosnya pukul lima sore sebelum langit gelap. Namun di jam sekarang pun, gedung ini tetap sepi. Tak ada seorang pun duduk di sofa yang tersedia di lobi.

"Pulang sore supaya nggak gitu serem, ternyata jam segini sepi nggak ada orang. Apa nggak banyak yang ngekos di sini?" gumam Tesla menggerutu.

Dia duduk di sofa, tak berminat masuk ke kamarnya sebelum memastikan Amara sudah berada di kamar mereka.

Dia menyibukkan diri membaca artikel di ponselnya, mengecek akun media sosialnya, mengintip insta story beberapa artis idolanya. Bersyukur di masa kini ada ponsel pintar yang efektif menghilangkan rasa bosan menunggu.

Tring, tring!

Suara seperti benda logam saling beradu membuat Tesla refleks mengangkat wajahnya, mengalihkan tatapannya dari ponsel ke pemandangan di depannya. Dia duduk membelakangi dinding, menghadap lorong yang di ujungnya tampak teralis tangga menuju ke lantai bawah.

Dia ingat, tadi pagi sebelum pergi keluar, dia melihat seorang gadis pirang berjalan ke arah ujung lorong itu.

Tesla tersentak, menarik napas cepat saat melihat gadis pirang yang sedang dipikirkannya itu, muncul menaiki tangga. Sampai di anak tangga paling atas, gadis itu berhenti,memutar tubuhnya ke arah Tesla yang masih ternganga, menatapnya hampir satu menit, lalu kembali menuruni tangga.

Jantung Tesla berdetak tak keruan. Jika menuruti logika, tentu saja dia enggan menghampiri tangga itu. Masih teringat jelas dalam benaknya sosok mengerikan semalam yang dilihatnya di tangga utama.

Gadis pirang tadi memang terlihat baik-baik saja dan 'hidup', tapi ekspresi dinginnya membuat Tesla ragu, apakah yang dilihatnya itu benar-benar manusia yang masih bernyawa.

Baru turun selangkah, gadis itu berhenti. Dia menoleh lagi ke arah Tesla. Menatap dengan bibir terkatup. Entah mengapa, rasa penasaran Tesla terusik. Dia bangun dari duduknya, memasukkan ponselnya ke dalam tas, lalu melangkah perlahan mendekati gadis itu.

"Hi, do you live here too?" tanyanya berusaha tersenyum ramah. Gadis itu tak menyahut, hanya menunjuk ke arah bawah.

Rasa penasaran mengalahkan rasa takut Tesla. Walau dia heran, gadis itu tak bicara sedikit pun, tapi sikap gadis itu yang seolah memberi tanda mengajak Tesla mengikutinya, membuat Tesla berani berjalan mendekat.

"Oh, mungkin dia nggak ngerti bahasa Inggris. Karena itu dia nggak jawab," gumam Tesla, menyingkirkan pikiran kemungkinan gadis itu mahluk gaib.

Tangga itu hanya menuju ke lantai bawah yang entah berisi ruang apa. Tesla sampai di ujung tangga paling atas bertepatan dengan pintu di lantai bawah di samping tangga itu menutup perlahan.

"Cewek tadi masuk ke situ? Kenapa nggak nungguin aku, sih," gerutunya. Tapi kakinya tetap melangkah menuruni tangga pelan-pelan.

Begitu kakinya melewati anak tangga paling bawah, dia melihat lebih jelas pintu di sebelah kirinya. Dia semakin penasaran, ingin tahu gadis tadi masuk ke ruang apa. Dia menggerakkan gagang pintu. Tidak terkunci. Perlahan dia membuka pintu itu dan memberanikan diri melangkah masuk.

"Hello?" ucapnya pelan, dia masih ragu bersuara keras. Ruang itu berpenerangan remang-remang. Tapi Tesla bisa melihat beberapa rak penuh berisi buku berderet rapi di ruang itu.

"Ini perpustakaan?" gumamnya. Dia menghela napas lega, ruang ini tidak berisi hal yang menyeramkan yang dia cemaskan. Deretan buku tidak berbahaya, kan?

"Cewek tadi ke mana ya?" Tesla menyapu pandangan ke seluruh ruangan. Lalu mendekati rak yang paling dekat.

Tercium bau apek dan debu. Pertanda ruang ini sudah sekian lama tidak dibersihkan.

Tesla membaca judul-judul buku yang tersusun di rak itu. Semuanya bahasa Hungaria.

"Oke, ini mulai aneh. Kayaknya ruang ini jarang didatengin orang. Tapi kenapa cewek tadi masuk ke sini? Dan sekarang nggak terlihat di sini? Jangan-jangan ... benar perkiraanku tadi? Dia hantu seperti yang semalam kulihat?" gumam Tesla.

Secepatnya dia berbalik, berniat segera keluar dari ruang ini. Namun napasnya berhenti, matanya membelalak, ketika tubuhnya sudah mengarah ke pintu, mendadak di depannya muncul gadis tadi.

"Eeeh... haahh!" Tesla berusaha melegakan napasnya yang tadi sempat terasa sesak.

"You scared me!" ucapnya refleks.

Gadis pirang di depannya diam saja.

"Can you speak English? Tesla bertanya lagi.

Gadis itu masih diam. Hanya menatap Tesla, dan Tesla baru menyadari sejak tadi gadis itu tak berkedip. Dia mengerjap, baru ingat, wajah gadis pirang itu mirip dengan yang dilihatnya di kamarnya!

Kembali napasnya terasa sesak. Semakin sesak ketika mendadak lampu di ruang itu mati.

"Aaaagh! Help meee!" Tesla berjalan cepat ke depan, melewati sosok yang tadi berdiri di depannya. Dia ingat, lurus di depannya adalah pintu keluar dari ruang ini.

Dia mengulurkan kedua tangannya ke depan, dengan telapak tangan terbuka ke arah depan, hingga akhirnya tangannya menyentuh daun pintu. Dia meraba-raba permukaan pintu hingga menyentuh gagang pintu dan berusaha membukanya. Tapi pintu itu terkunci!

"Help me! Someone, please open the door!" teriaknya panik sambil menggedor-gedor pintu itu.

Tesla tersentak, saat terasa seseorang meraih lengan kanannya. Lalu lampu menyala, dan di hadapannya sudah berdiri seorang laki-laki bertubuh tinggi. Dia mendongak, dia mengenali wajah laki-laki itu. Oszcar, yang semalam juga mendadak muncul ketika dia berteriak histeris. Kenapa cowok ini selalu muncul tiap kali dia sedang berteriak ketakutan?

"What are you doing here? And why do you always scream?"

Jantung Tesla yang semula berdegup keras mulai kembali berdetak normal.

"I followed a girl who entered this room, then suddenly the lights went out" sahut Tesla.

"I don't see anyone enter this room except you!"

"Are you sure? But I really saw her."

"Get out! Nggak ada yang boleh masuk ke ruang ini."

"Tapi ini perpustakaan. Kenapa nggak boleh masuk perpustakaan? Siapa tahu ada buku yang dibutuhkan mahasiswa yang tinggal di sini."

"Aku sudah bilang, dilarang masuk ke ruang ini!"

Tesla memicingkan mata.

"Apa ada rahasia yang Anda sembunyikan di sini?" tanyanya memasang ekspresi curiga.

"Hei, kamu benar-benar nggak sopan. Ruang ini sudah lama nggak terpakai dan penuh debu. Aku belum sempat membereskannya. Karena itu nggak ada yang boleh masuk ke sini, kecuali aku dan Szofia."

"Tapi tadi ada seorang perempuan masuk ke sini."

"Kamu pasti salah lihat," bantah Oszcar lagi.

Mata Tesla membelalak. Baru menyadari sesuatu. Dia bukan salah lihat, tetapi memang hanya dia yang bisa melihat gadis pirang tadi. Oszcar tidak bisa melihatnya. Gadis pirang tadi jelas mahluk tak kasat mata yang dilihatnya di kamarnya semalam.

Ada berapa banyak hantu di sini? Baru dua hari tinggal di sini, udah lihat dua hantu cewek berkeliaran, batin Tesla.

Oszcar menjadi tidak sabar. Dia menarik tangan Tesla.

"Let's get out," katanya. Tesla hanya bisa tersentak dan mengikuti langkah Ozscar keluar dari ruang itu. Kemudian lelaki itu mengunci pintu.

"Kalau memang ruang itu sedang nggak bisa dipakai, kenapa kamu ada di ruang itu? Apa yang kamu lakukan di sana? Dan kenapa tadi lampunya mendadak mati lalu menyala lagi?" tanya Tesla sambil menaiki tangga di belakang Oszcar.

"Kamu cerewet sekali," sahut Oszcar tak peduli dengan rentetan pertanyaan Tesla.

"Seharusnya kamu beri tulisan peringatan di pintu ruang itu, dilarang masuk."

"Itu nggak perlu. Pintu itu selalu terkunci."

"Tapi tadi nggak terkunci."

"Itu karena kamu nggak tahu sopan santun dan etika untuk nggak mencampuri urusan pribadi orang lain."

"Hei, aku bukannya nggak tahu etika. Aku kan sudah bilang, aku cuma ngikutin seorang gadis yang masuk ke sana."

"Itu alasanmu saja," bantah Oszcar lagi.

Mereka sudah berada di lantai atas. Tiba-tiba Oszcar berbalik menghadap Tesla yang masih berjalan di belakangnya. Seketika Tesla tersentak mundur selangkah.

"Ingat ya, jangan pernah masuk ke ruang itu lagi!" ucap Oszcar tegas mengingatkan sekali lagi.

"Aku rasa, aku memang nggak berniat masuk ke sana lagi," sahut Tesla. Apalagi setelah aku tahu cewek bule yang masuk ke sana tadi benar-benar hantu, tambah Tesla dalam hati.

Oszcar berbalik lagi. Lalu berjalan cepat menjauhi Tesla.

"Hei, wait!" teriak Tesla. Dia teringat sesuatu. Oszcar yang baru berjalan dua langkah, berhenti dan menoleh.

"Ada berapa orang yang menyewa kamar di gedung ini? Kenapa di sini sepi sekali? Aku baru melihat dua penghuni lain yang kebetulan dari Indonesia juga," tanya Tesla setelah melangkah mendekati Oszcar.

"Oh, iya. Kamu dari Indonesia. Nggak heran," sahut Oszcar bernada sinis, enggan menjawab pertanyaan Tesla. Dia berbalik dan melanjutkan langkahnya meninggalkan Tesla.

Tesla hanya bisa mengumpat pelan. Dia melihat sekelilingnya yang kembali terasa sepi.

"Ya Allah, apa aku pindah aja ya dari sini. Tempat kos kok gini amat. Sepi, bikin serem," gumamnya.

Dia tak tahu apa yang mesti dia lakukan. Tetap menunggu di sini sendirian, atau mencari keramaian di luar gedung? Tapi jika dia keluar, dia tak ingin masuk ke gedung ini saat hari sudah gelap. Dia tak ingin mengambil risiko melihat lagi hantu perempuan pirang dengan sayatan luka di leher menunggu di ujung tangga utama.

Tesla berdiri mematung. Dia terlonjak kaget saat tiba-tiba terdengar bunyi panggilan ponsel. Terburu-buru dia mengambil ponsel dalam tas punggungnya.

Matanya terbelalak. Layar ponselnya gelap, tapi terdengar bunyi ada panggilan telepon. Lalu, suara telepon siapakah itu? Mengapa nada deringnya mirip dengan nada dering ponselnya?

NB : Bahasanya ada yang Indonesia saat Tesla dan Oszar ngobrol walau ceritanya mereka ngomong bahasa Inggris, supaya nggak kebanyakan bahasa Inggris ya. Nanti bingung ngartiinnya, hehe.

**==========**

Heloo semuanyaa ...

Setelah sekian lama hiatus, akhirnya hari ini aku berhasil mengetik part ini, mencoba melanjutkan lagi cerita ini.

Sejujurnya, selama berbulan-bulan kemarin aku stuck. Pernah ada yang tanya, gimana cara mengatasi writer's block. Dulu, aku bisa melawannya dengan berusaha sekuat tenaga dan fokus mikirin cerita. Tapi ketika ada masalah di dunia nyata yang menyita perhatian, ternyata susah banget buat fokus mikirin lanjutan cerita.

Dari bulan Mei sampai sekarang, aku masih harus merawat bapak dan ibuku yang sedang sakit. Alhamdulillah sekarang mulai membaik. Tapi tetap butuh perhatian. Aku masih harus rutin nganter ke rumah sakit buat kontrol.

Pelan-pelan aku coba ngelanjutin cerita ini. Semoga aku bisa yaa.
Selamat baca. Sabar ya nunggu lanjutannya. Aku akan berusaha bisa update seminggu sekali.

Salam,

Arumi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top