4. Hogy Vagy, Budapest

Ini memang bukan pertama kalinya Tesla ke luar negeri. Sebelumnya, Tesla pernah traveling ala backpacker bersama beberapa teman kuliah ke Malaysia dan Vietnam. Tapi ini pengalaman pertamanya menjejakkan kaki di benua Eropa.

Sejak SMA, dia sudah bercita-cita, suatu saat ingin kuliah di luar negeri. Tentu saja keinginannya itu hanya bisa dia wujudkan jika dia berhasil mendapatkan beasiswa. Orang tuanya tidak berlimpah harta, hingga tak mungkin mampu membiayai kuliah Tesla di luar negeri, apalagi di Eropa. Tesla harus berusaha sendiri untuk mewujudkan mimpinya.

Dia memilih Budapest karena belum banyak saingan yang melamar beasiswa di kota ini. Selain itu, lokasinya strategis di Eropa tengah. Cukup dekat jika ingin jalan-jalan ke negara sekitarnya. Siapa tahu di saat liburan dia punya sisa dana untuk backpacking ke negara yang berbatasan dengan Hongaria, seperti Austria, Slowakia, Ukraina, Rumania, Kroasia, Serbia dan Slovenia.

Biaya hidup di Hongaria relatif murah. Tesla memilih English Studies untuk semakin memantapkan jurusan Hubungan Internasional yang sudah dia tempuh saat kuliah S1 di perguruan tinggi negeri di Solo.

Walau Hongaria bukan negara tujuan studi populer di Eropa, tetapi sekarang mulai banyak yang berminat kuliah di negeri ini. Pendidikan di Hongaria sangat baik. Banyak penemu berasal dari negeri ini, hingga Hongaria disebut juga negeri para penemu. Salah satu penemuan yang populer adalah kubus rubik. Permainan teka-teki mekanik ini ditemukan oleh profesor Arsitektur Hongaria, Ernő Rubik.
Peraih hadiah nobel di negeri ini pun cukup banyak.

Tidak harus mahir berbahasa Magyar-sebutan untuk bahasa Hongaria-untuk kuliah di sini. Karena tersedia kelas yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.

"Szia," sapa Tesla seraya tersenyum pada petugas keamanan yang berdiri tak jauh dari mesin pembelian tiket. Tesla mengetahui kata itu dari kamus praktis percakapan sehari-hari dalam bahasa Magyar.

"Can you speak English?" tanyanya.

Lelaki petugas keamanan itu mengangguk.

"Can I help you?" tanyanya pada Tesla.

Tesla menghela napas lega. Dia menjelaskan keinginannya untuk naik kereta bawah tanah menuju kampusnya. Lelaki itu menunjukkan secara rinci jalur yang harus ditempuh Tesla. Bahkan dia membantu Tesla membeli tiket di mesin pembelian tiket.

Tesla bersyukur, ada yang bersedia membantunya. Dia menunggu kereta jurusan ke tujuannya. Mungkin karena saat ini menjelang siang, tak banyak orang yang menunggu kereta. Tesla melirik sekelilingnya. Perlahan dia mengembuskan napas.

Alhamdulillah, aku cuma lihat mahluk nggak kasat mata di gedung flat yang kusewa. Di sini yang kulihat manusia semua, batin Tesla.

Tak lama kereta yang dia tunggu datang. Kereta itu lengang, hingga dia bisa bebas memilih duduk di mana saja. Dia menghitung berapa stasiun yang harus dia lalui sebelum turun. Hingga akhirnya di sampai ke stasiun tujuan. Dia masih bertanya pada beberapa orang lagi di mana letak kampusnya, Eötvös Loránd University, salah satu universitas terbaik di Budapest.

Tesla terpana beberapa saat setelah sampai di kampusnya. Banyak sekali bangunan bergaya klasik dan megah yang masih tampak kokoh.

Dia mengernyit, teringat lagi hantu-hantu yang dia lihat di gedung tempatnya tinggal. Sejak melihat sosok dengan leher terluka di gedung itu, dia menjadi was was tiap kali berada di bangunan tua.

Di sini nggak ada hantunya, kan? batinnya.

Namun semakin dia memasuki lingkungan kampusnya, dia semakin takjub. Kampusnya ini indah sekali.

Tesla tersenyum dan kembali bersemangat.

Semoga aku nggak lihat yang aneh-aneh di sini, batinnya lagi.

Tesla bertanya pada beberapa orang yang ditemuinya meminta petunjuk di mana jurusan English Studies. Hingga akhirnya dia bertemu dengan beberapa mahasiswa baru satu jurusan dengannya. Ternyata banyak juga mahasiswa di jurusannya yang berasal dari negara lain.

Hari itu dia bertemu dengan teman baru yang berasal dari Polandia, Vietnam, India, Korea, beberapa warga negara Hongaria dan Tesla bisa bernapas lega.

Ada sesama warga negara Indonesia yang juga kuliah di sini. Hanya berbeda jurusan dengannya. Gadis itu sudah setahun di sini. Kesempatan bagi Tesla untuk bertanya banyak hal tentang Budapest pada gadis bernama Asty itu.

"Kamu tahu kan, Budapest itu gabungan dua kota, Buda dan Pest?" tanya Asty.

Tesla mengangguk. "Iya, aku tahu. Aku sudah baca sedikit sejarah Budapest. Dua kota ini dipisahkan Sungai Danube, kan?"

Asty mengacungkan ibu jarinya.

"Sudah jalan-jalan ke mana aja?" tanyanya.

"Belum ke mana-mana. Aku baru sampai semalam."

"Ayo, aku antar ke tempat-tempat yang dekat-dekat dulu dari sini. Oh iya, kamu bawa baju musim dingin, kan? Bulan depan suhu di sini mulai dingin."

"Sudah. Tapi belum tau, jaket yang kubawa bisa bikin hangat atau nggak. Aku belum bisa ngebayangin di sini bakal sedingin apa di musim dingin."

Asty tersenyum. "Dingin banget. Sampai bersalju, gimana nggak dingin. Berarti suhu di bawah nol derajat. Kira-kira dinginnya kayak di freezer kulkas deh. Kalau jaket kamu kurang hangat, nanti aku antar kamu ke toko yang harga barangnya miring. Yuk, aku ajak kamu ke Gedung Parlemen. Gedungnya indaaah banget. Di pinggir sungai gitu."

Tesla menurut. Asty memandunya sambil menunjukkan cara naik tram. Dia dengan santai masuk ke sebuah hotel hanya untuk mengambil lembar peta yang disediakan gratis untuk turis dan memberikannya pada Tesla.

"Kamu udah jago ngomong bahasa Hongaria?" tanya Tesla dalam tram yang melaju menuju Gedung Parlemen.

Asty tertawa. "Aku sudah setahun di sini. Tapi belum mahir juga. Cuma bisa ngomong sapaan-sapaan ringan aja. Anak muda di sini kebanyakan bisa bahasa Inggris sih. Jadinya nggak lancar bahasa Hongaria juga nggak masalah."

"Ada warga Indonesia lain di kampus kita?"

"Banyak. Yang aku tahu ada tujuh orang. Dan itu termasuk banyak."

Mata Tesla berbinar. "Ah, tujuh orang itu memang banyak. Aku pengin kenal semuanya. Senang banget, aku bukan satu-satunya orang Indonesia di sini."

Asty tergelak. "Ya nggaklah, nggak mungkin kamu satu-satunya. Orang Indonesia itu ada di mana-mana. Banyak orang Indonesia yang berani merantau ke berbagai negara."

Tesla melongo lama setelah mereka sampai di depan Gedung Parlemen. Dia belum pernah melihat gedung berdesain klasik yang rumit sebesar dan semegah itu.

Lalu pikiran yang muncul dalam kepalanya, Gedung tua segini besarnya, pasti banyak hantunya.

Tesla mengerjap, berusaha mengusir pikiran aneh itu. Dia ingin menikmati keindahan bangunan itu tanpa diganggu pikiran-pikiran yang menyeramkan.

"Besar banget ya. Kayak istana," ucap Tesla mengomentari gedung itu.

"Ini memang bangunan terbesar di Hongaria dan katanya sih gedung parlemen tertua di Eropa."

Bangunan bergaya neo-Gotik dengan kubah dan beberapa menara beratap runcing itu menghadap Sungai Danube yang mengalir tenang.

Tesla agak merinding melihat patung-patung yang berjajar di bagian luar gedung.

"Orang sini seneng banget bikin patung ya? Aku lihat ada patung juga di kampus dan tadi di beberapa sudut kota," ucapnya.

"Oh, iya. Itu ekspresi seni orang Hongaria. Ini patung tokoh-tokoh yang dianggap penting, para raja dan komandan militer," sahut Asty.

Sebelum Tesla melihat penampakan mengerikan di gedung flatnya, dia pasti terkagum-kagum melihat seni patung yang bertebaran di mana-mana. Tapi sekarang, dia merasakan kesan yang berbeda.

Tesla menoleh ke arah tepian sungai. Matanya menyipit, dia melihat banyak orang berbaris. Anehnya, orang-orang itu tampak kelabu. Semua berpakaian hitam dan tubuh mereka basah.

"Asty, itu ada apa ya?" bisik Tesla pada Asty sambil menunjuk ke deretan orang di tepi sungai itu dengan dagunya.

Asty menoleh ke arah yang ditunjukkan Tesla.

"Oh, itu sepatu besi," jawabnya.

Tesla mengernyit. "Sepatu besi?" Barulah dia sadar. Ada deretan sepatu di pinggir sungai itu. Dan orang-orang berwarna kelabu itu tak ada yang mengenakan sepatu!

"Sepatu besi itu dipasang di sepanjang tepi sungai sebagai semacam monumen untuk mengenang warga Budapest keturunan Yahudi yang menjadi korban kekejaman kaum fasis negeri ini. Sekitar tahun 1944, mereka ditembak dan jenazahnya dihanyutkan ke sungai."


Tesla terbelalak. "Ma ... ti ... ditembak?" ucapnya terbata. Dia melirik ke arah sungai. Orang-orang berwarna kelabu dan bertelanjang kaki itu masih berdiri di tepi sungai itu dan semua menghadap ke arahnya!

"Asty, kamu ... kamu cuma lihat sepatu besi di pinggir sungai itu?" tanya Tesla pelan.

"Iya. Memangnya kamu lihat apa lagi?"

"Kamu nggak lihat ada orang?"

Asty mengedarkan pandang ke tepi sungai. Tak ada satu orang pun di sana.

"Memang nggak ada orang kok. Mungkin nanti menjelang sunset baru deh turis-turis ke situ moto-moto sepatu-sepatu itu. Memangnya kamu lihat ada orang?"

Tesla tak menyahut. Dia hanya menaikkan salah satu sudut bibirnya.

Berarti cuma aku yang melihat orang-orang itu? Mereka nggak pakai sepatu dan badannya basah. Apakah mereka hantu korban yang dulu ditembak dan di buang ke sungai? batinnya.

Dia membalikkan tubuh ke arah Gedung Parlemen.

"Eh, kita ke tempat lain yuk. Ada tempat makan yang enak tapi murah dan halal, nggak?"

Tesla ingin segera pergi dari tempat ini. Asty tidak melihat orang-orang yang dilihat Tesla. Itu artinya orang-orang itu adalah hantu. Dan hantu-hantu itu menampakkan diri pada Tesla di saat masih terang seperti ini.

Belum pernah Tesla melihat hantu sebanyak itu. Tapi yang lebih aneh lagi, mengapa dia bisa melihat hantu-hantu itu sedangkan Asty tidak bisa melihatnya?

Tesla menepuk bagian kanan kepalanya. Apa yang sudah terjadi pada dirinya?

Catatan :

Hogy vagy = Apa kabar, bahasa Hongaria.

Szia = Halo, bisa juga berarti bye, bahasa Hongaria.

Buat yang mau tau Budapest seindah apa, silakan nonton video ini. Pasti jadi pengin ke sini. Bisa lho, caranya seperti Tesla. Cari beasiswa ke Budapest. Katanya saingannya belum banyak. Walau mencapai ratusan sih, hehe. Tapi layak dicoba.

**=========**

Halo teman-teman.

Untuk cerita ini, aku harus banyak riset tentang Budapest. Walau pernah ke Budapest, tetap harus mempelajari budaya Hongaria dan berbagai hal tentang Budapest. Untuk menentukan jurusan yang diambil Tesla pun harus aku riset dulu. Beasiswa di universitas itu memang benar ada, lho. Jadi, buat yang minat kuliah gratis di Budapest coba aja daftar 😉

Sampai ketemu di part selanjutnya.

Salam,

Arumi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top