1. Kesan Pertama Yang Menakutkan

"Megáll! Ne légy zajos!"

Gadis itu mengerjap beberapa kali. Penampakan perempuan muda berambut pirang dengan luka irisan di lehernya berganti menjadi sosok lain. Tapi keduanya sama, membuat jantungnya berdegup dengan kecepatan melebihi normal, namun dengan alasan yang berbeda.

Di hadapannya kini berdiri seorang laki-laki muda, jauh lebih tinggi darinya, tubuh tegap proporsional, berambut coklat, bermata coklat terang dan ... tampan.

Gadis itu mengerjap sekali lagi. Batinnya berkata, mungkin lelaki di hadapannya ini terlihat tampan karena di depan lift menghadap lorong ini hanya diterangi cahaya lampu remang-remang.

Dia tidak mengerti apa arti kata-kata yang diucapkan laki-laki itu. Tapi dari ekspresi wajahnya, sepertinya menyuruhnya berhenti berteriak.

"What did you say?"

Laki-laki itu terbelalak. Memandangi penampilan gadis di hadapannya dari ujung kepala hingga sepatu. Baru menyadari gadis itu tampaknya bukan orang setempat, dan pastinya tidak mengerti bahasa Hongaria.

"Stop. Don't be noisy. Don't you read the warning posted on the wall?"

Gadis itu melirik dinding di samping lift. Sama seperti di bawah, di dinding itu pun terpasang kertas bertuliskan peringatan dilarang berisik.

"Didn't you see something terrible a few minutes ago?" sahut gadis itu.

"I didn't see anything except you, scream! Kalau aku nggak segera datang menghentikan teriakanmu, seluruh penghuni lantai ini pasti keluar dan melemparmu ke bawah." Suara lelaki itu masih bernada kesal.

"Tadi ... aku melihat seorang perempuan. Lehernya penuh darah." Gadis itu tak yakin dengan ucapannya sendiri. Tak mengerti mengapa sosok perempuan yang berbisik minta tolong tadi bisa tiba-tiba hilang berganti sosok laki-laki ini.

Buru-buru gadis itu menunduk, memastikan kaki lelaki itu menapak lantai. Dia mengembuskan napas lega ketika melihat kaki sosok di hadapannya itu tidak melayang di udara.

"What? Itu nggak mungkin. Aku nggak melihat siapa pun kecuali kamu. Kamu yang tadi bicara lewat intercom?"

"Iya, benar."

"Follow me!"

Gadis itu terkesiap sedetik, lalu buru-buru mengikuti langkah lelaki itu sambil menyeret kopernya. Suara berderak dari roda kopernya menggema di sepanjang lorong.

Lorong panjang itu juga hanya diterangi lampu remang-remang. Gadis itu melirik kanan dan kirinya. Perlahan dia mengembuskan napas lega, sosok mengerikan tadi tidak tampak lagi.

Mereka sampai di ujung lorong. Ada sebuah lobi kecil dengan pencahayaan lebih terang. Tersedia satu set sofa dengan desain klasik paduan kayu berukir dan jok sofa empuk berbalut bahan kulit berwarna coklat tua.

Seorang perempuan berusia akhir empat puluhan muncul dari balik pintu yang tepat berada di seberang sofa.

Lelaki itu bicara pada perempuan itu dengan bahasa yang tidak dimengerti gadis itu. Pastinya itu bahasa Hongaria.

Tak lama laki-laki itu berbalik menghadap gadis itu.

"Asalmu dari mana?"

"Indonesia," jawab gadis itu singkat.

"Siapa namamu?" kata laki-laki itu.

"Tesla Briliantia. Aku sudah mengabarkan lewat email, akan datang hari ini sekitar jam delapan malam."

"I remember you. Namamu mengingatkan aku pada ilmuwan Nikola Tesla."

Gadis bernama Tesla itu tersenyum tipis. Tidak semua orang tahu asal namanya. Tapi laki-laki itu benar. Namanya memang terinspirasi dari nama Nikola Tesla. Ayahnya yang sangat tertarik dengan dunia perlistrikan mengidolakan ilmuwan yang lahir di tahun 1856 itu. Dan tambahan Briliantia di belakang nama Tesla berasal dari kata brilliant. Betapa ayahnya ingin anak perempuan satu-satunya ini menjadi seorang gadis dengan otak genius. Dan Tesla boleh berbangga hati. Dia berhasil mewujudkan harapan ayahnya. Walau keahliannya bukan di bidang listrik, tetapi kecerdasannya mampu membawanya ke Kota Budapest ini, mendapatkan beasiswa selama satu tahun, setelah dia menyelesaikan kuliah S1-nya di jurusan Hubungan Internasional.

Lelaki itu bicara lagi kepada perempuan yang masih berdiri menunggu. Tetap dengan bahasa Hongaria.

"Zsofia akan mengantarmu ke kamarmu. Kamu menyewa kamar yang untuk dua orang, kan? Dan akan membayar untuk tiga bulan?"

Tesla terdiam. Setelah melihat sosok mengerikan di tangga tadi, dia tak yakin ingin tinggal di tempat ini selama tiga bulan. Tapi itulah peraturannya. Bila menyewa kamar di tempat ini, harus membayar minimal untuk tiga bulan. Dia memilih kamar untuk dua orang agar biayanya lebih terjangkau. Dia bersyukur telah memilih kamar yang dihuni dua orang. Setelah kejadian tadi, dia tak ingin tidur sendirian di satu kamar.

Dan dia tak mungkin pindah sewa kamar di tempat lain karena saat ini sudah malam dan ini pertama kalinya dia datang ke kota ini. Dia menemukan tempat ini hasil dari mencari di internet. Dari sekian banyak pilihan, kamar di sini yang paling terjangkau harga sewanya dan tidak terlalu jauh dari kampusnya. Dia bisa menghemat biaya transportasi dan sewa kamar. Maka, tak ada pilihan lain baginya, kecuali tetap tinggal di gedung ini. Walau gedung ini terkesan dingin, menakutkan, dan ada mahluk tak jelas yang menampakkan diri padanya.

"Iya, betul."

"Soal pembayaran, Zsofia juga yang akan mengurus. Jika ada yang ingin ditanya, hubungi Zsofia."

"Apa dia bisa bahasa Inggris?" tanya Tesla pelan sambil mencondongkan tubuhnya ke laki-laki itu.

Di bawah cahaya lampu yang lebih terang, dia bisa melihat jelas wajah laki-laki itu. Ternyata memang benar-benar tampan dan matanya sangat menarik.

"Dia bisa sedikit bahasa Inggris. Kalau ada kata yang tidak dia pahami, kamu bisa mencari artinya di internet."

"Okay," jawab Tesla singkat.

Perempuan bernama Zsofia itu memberi tanda pada Tesla untuk mengikutinya.

Tesla berjalan satu langkah. Tapi kemudian dia berhenti dan menoleh pada laki-laki itu.

"Oh iya, aku lupa bertanya. Siapa namamu?" tanyanya.

"Oszkar," jawab laki-laki itu singkat.

"Kamu kerja di sini?"

Laki-laki bernama Oszkar itu mengangguk.

"Okay, terima kasih tadi sudah menjemputku di depan lift."

"Sebenarnya tadi aku berlari ke lift karena mendengarmu berteriak keras sekali. Aku harus segera menghentikanmu sebelum ada yang protes karena merasa terganggu dengan teriakanmu."

Tesla tersenyum tipis dan canggung. Secepat kilat dia berbalik menghadap Zsofia yang menunggunya, lalu bergegas menyusul perempuan itu sambil menarik kopernya.

Ternyata kamarnya tak jauh dari lobi. Hanya melewati dua kamar, kamar ketiga adalah kamarnya.

Zsofia membuka pintu, mendahului masuk diikuti Tesla. Ada dua tempat tidur, dua lemari dan sebuah meja beserta kursinya.

Kamar itu cukup nyaman. Tersedia dua jenis lampu, yang terang benderang dan remang-remang. Jika sedang belajar, bisa menyalakan lampu yang terang. Jika ingin tidur, diganti dengan lampu yang redup.

Tersedia kamar mandi dan dapur kecil. Terdapat jendela dua daun dengan teralis besi.

"Apa teman sekamarku belum datang?" tanya Tesla, setelah mengamati isi kamar ini.

Zsofia mengerutkan kening. Sepertinya dia tidak paham sepenuhnya ucapan Tesla.

Dengan kode gerakan tangan, Tesla menjelaskan maksud pertanyaannya.

"Oh, malam ini juga," jawab Zsofia dalam bahasa Inggris dengan logat kaku.

Tesla menyelesaikan pembayaran sewanya. Setelah itu, Zsofia permisi keluar.

Aneh, Tesla merasa tak nyaman begitu Zsofia tak terlihat lagi. Dia merasa cemas di dalam kamar ini sendirian. Teringat lagi perempuan berambut pirang dengan luka di leher tadi.

Dia masih tak mengerti mengapa melihat lagi hal tak masuk akal seperti itu. Sudah lama sekali dia tidak melihat penampakan tak semestinya. Terhitung sejak kakeknya meninggal dua belas tahun lalu. Atau mungkinkah tadi hanya sekadar halusinasi? Tapi dia mendengar suara minta tolong itu dengan sangat jelas.

Apa tadi itu hantu? Hm, hantu Budapest bisa bahasa Inggris juga ya. Kalau cewek tadi ngomong bahasa Hongaria, aku nggak bakal ngerti, batinnya.

Tesla memilih tempat tidur paling dekat dengan jendela. Dia merebahkan tubuhnya. Andai dia tak melihat pemandangan mengerikan tadi, pasti saat ini dia bisa tidur nyenyak. Perjalanan yang telah ditempuhnya jauh sekali. Mulai dari kota kelahirannya di Solo, lalu ke Jakarta. Lanjut ke Eropa Tengah transit di Abu Dhabi. Ini adalah perjalanan terjauh yang dia tempuh. Dan dia melaluinya sendirian.

Tesla teringat harus mengabarkan bahwa dia telah sampai kepada ayah dan ibunya. Beruntung di tempat ini tersedia wifi dan tadi Zsofia telah memberikan password-nya.

Dia mengirim whatsapp. Hanya saling berbalas pesan sebentar dengan ibunya. Tanpa sadar tak lama dia terlelap.

Entah berapa lama dia tertidur. Dia terbangun karena mendengar suara berisik. Dia membuka mata, masih dalam posisi berbaring. Di samping tempat tidurnya berdiri sosok seseorang. Dia mengerjap beberapa kali. Matanya menyipit menghalau silau cahaya lampu.

Kemudian dia terbelalak. Sosok itu muncul lagi. Perempuan berambut pirang. Tidak, ini beda. Rambutnya dikepang satu, wajahnya bukan yang dia lihat saat di lift.

Perempuan itu hanya diam memandanginya. Tesla menebak-nebak, apakah ini manusia?

Namun pertanyaannya itu terjawab seketika. Darah mengalir dari pelipis kiri perempuan itu, sangat banyak. Tapi dia tak terlihat kesakitan. Jelas dia bukan manusia!

"Segítség ..." Terdengar suara berbisik tapi bibir sosok itu terkatup rapat.

Untuk kedua kalinya, Tesla berteriak sekeras-kerasnya.

CATATAN :
Megáll! Ne légy zajos = Setop! Jangan berisik (bahasa Hongaria)

Segítség = Tolong (bahasa Hongaria)

Percakapan antara Ozscar dengan Tesla sebenarnya dalam bahasa Inggris ya, cuma anggap aja ditranslate ke bahasa Indonesia. Supaya nggak kebanyakan bahasa asing.

**============**
Note from Author :

Hai, jumpa lagi dengan lanjutan kisah ini. Aku pesan, tolong note dari aku dibaca ya, jangan cuma baca ceritanya aja. Karena pasti ada info yang aku sampaikan.

Seperti di prolog, masih ada yang tanya : Budapest itu di mana? Padahal di bawah cerita udah aku jelasin panjang lebar tentang Budapest. Ketahuan kalo yang dibaca cuma ceritanya aja.

Oh iya, ini cast Tesla. Gimana? Boleh juga, kan? Ada yang tau ini siapa? Untuk cast Ozscar tunggu ya.


Salam,

Arumi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top