Pertemuan Pertama: Lelaki Bermulut Nista

Hujan Bulan April.

Entahlah, sekarang agaknya hujan sudah tak memiliki pola yang sesuai dengan penjelasan di RPAL ketika SD dulu‒April hingga September kemarau, dan sisanya penghujan. Setiap tahun bergilir, tepat waktu, membenarkan teori prediksi, mengamini literatur ilmiah. Sayangnya yang terjadi kini, musim hujan, namun terasa seperti di musim kemarau. Pun sebaliknya, musim kemarau, tapi hujan deras mengguyur banyak tempat. Anomali. Unequilibrium. Kacau.

Naura paham betul. Ia memiliki kehidupan yang normal: bertemu relasi di universitas, mengajar dari kelas ke kelas, mengoreksi proposal dan makalah, mengulik teori-teori kontroversial, mencari menu masakan di laman online, pergi ke binatu, serta setumpuk kegiatan harian yang terus berulang, tanpa celah, tanpa salah, runtut, dan sistematis.

Semua baik-baik saja. Setidaknya masih baik-baik saja 17 jam yang lalu. Salahkan Zhira dan Okky yang seenak jidat mengundang seluruh penghuni di lantai 6 ini untuk menghadiri pesta kecil-kecilan di apartemennya.

WADEHEL!

Perayaan itu hanya untuk mereka berempat, rencananya. Perayaan yang digelar dengan maksud merayakan abstrak yang dibuat Naura sepanjang tahun berhasil lolos untuk seminar di UK.

Oke, sebenarnya tidak masalah mengundang orang-orang itu, toh mereka bertetangga dan hanya sekitar 7 orang yang bersedia hadir.

Bukan, bukan karena Naura pelit sehingga ia semalaman mendesah frustrasi seakan berharap ditelan bumi seperti cerita rakyat yang sering diracaukan Okky jika melihat kandang‒kamar‒nya kotor. Juga bukan karena masakannya yang tidak manusiawi, tak bisa dimakan manusia karena bahkan kecoa yang tak sengaja lewat di atas hasil masakan itu langsung mual-mual dan berakhir tewas mengenaskan. Tidak. Bukan begitu.

Jika menatap kalender, maka Naura akan menobatkan tanggal 12 April sebagai hari tersial yang pernah ia jumpai. Pasalnya, setelah melakukan hom pim pah, ia lah yang terpilih untuk pergi ke pasar membeli bahan jamuan makan siang. Dan ternyata, pasar ikan adalah pilihan terburuk dan terlaknat yang pernah ia putuskan.

Matahari bersinar terik dan amat panas. Dari perkiraan cuaca saja seharusnya Naura membatalkan niatnya untuk ke pasar ikan, alih-alih memesan makanan cepat saji di gerai fastfood di seberang komplek apartemennya. Namun, ide brilian tersebut ditolak mentah-mentah oleh Zhira yang khatam membaca buku Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi jilid satu dan dua. Zhira berpendapat bahwa memakan makanan instan akan menghasilkan segala hal yang instan. Kenyang instan, sakit instan, atau bahkan cinta instan. Yang jelas Okky mengamini pendapat Zhira tanpa bersedia menemani Naura dengan berbagai alasan seperti mengantar Maggy ke rumah sakit. Maggy tidak sakit, ia sedang co-ass di Rumah Sakit Sudilah Sembuh.

Jadilah Naura menenteng keranjang anyaman bertuliskan Go Green!, serta payung lipat berwarna merah muda berpola bulat-bulat norak berjalan menuju pasar ikan yang hanya berjarak satu kilometer dari apartemennya, hitung-hitung membakar kalori. Kemarin timbangan laknat bergerak ke sebelah kanan, petaka mengerikan untuk perempuan di usia pertengahan dua puluhan.

Toko sembako menjadi tujuan pertama Naura menginjakkan kaki di pasar. Membeli beras, gula, serta kebutuhan pokok lainnya. Dan setengah jam berlalu, ia sudah hampir tiba di pusat pasar ikan, sambil sesekali melirik shopping list disakunya.

Beras, check. Gula, check. Bumbu dapur, check. Teh celup, check. Saos dan Kecap, check. Ayam, check.

Tinggal menu utamanya yang belum terbeli. Udang.

Sebenarnya Naura lebih menyukai ikan hiu, paus, dugong-dugong, atau lumba-lumba. Sayang keempat hewan tersebut tidak mungkin bisa ditemukan di pasar ikan sekecil ini, lagipula haram hukumnya membunuh hewan menggemaskan itu, dapat dikenai pasal berlapis.

Bau amis segera memenuhi rongga paru-parunya. Bergegas ia berjalan menuju kios seafood agar terhindar dari cipratan ikan-ikan yang menggelepar buas kekurangan air. Ia paling malas berurusan dengan bau air ikan yang menempel di bajunya. Baju ini baru ia pakai tiga kali, kalau terkena air itu berarti ia harus mencuci baju. Naura malas sekali mencuci baju. Biasanya satu baju untuk lima kali pakai. Bahkan kalau ada yang versi bolak-balik, dengan senang hati ia akan mengenakannya dengan formasi side A-side B.

Setelah menyebutkan pesanannya pada Pak Arnold‒nama itu tertulis besar-besar di spanduk yang tergantung di bawah atap kios‒gawainya berdering menampilkan nama Okky serta gambar anak lelaki dengan balon dialog aku bisa duduk tenang, ia menggulir layar ke kanan.

"Nau, beli racun tikus sebotol."

Naura mengernyitkan dahi, "untuk apa, Ky?"

"Pakai nanya lagi, apalagi kalau bukan memusnahkan tikus di apartemen kau ini, kau kira buat apa lagi?"

"Aku beli sepulang dari kios ya, Ky."

"Sekarang, mumpung kau ingat. Nanti ada saja alasanmu kalau lupa, liat cowok tampan di bus lah, liat penjual kue pancong yang kekar lah, liat mantan punya gandengan baru lah. Sekarang, Nau.Se.Ka.Rang!" Dan telepon terputus.

Naura mendesah sambil melirik kios Pak Arnold. Setidaknya ia telah memesan.

***

"Kan Saya tadi yang pesen duluan, Pak? Kok dijual ke ibu itu?" Naura menunjuk ibu-ibu bercepol tinggi yang menikung pesanannya dengan murka dan emosi yang meledak-ledak. Ibu bercepol dengan eye shadow biru muda, blush on pink, dan lipstik ungu tua mendelik dan memelototi Naura. Tidak mau kalah, Naura memeletkan lidahnya.

Pak Arnold menatapnya sekilas, "Ibu itu beli gak pake nawar kayak sampeyan, tanya harga , langsung bayar."

Naura membuang napas keras. Ia tak habis pikir. Bukankah ia yang telah memesannya duluan? Istilah syariahnya itu ia telah mengijab si udang-udang lebih dulu? Hanya demi tujuh ribu rupiah, ia didepak dari transaksi. Sistem macam apa ini? Ia bersiap-siap melontarkan amunisi lain pada penjual mata duitan itu.

"Personality-mu sepertinya sangat lemah dalam kestabilan emosi, ya?"

Eh?

Naura menelan kembali pernyataan yang akan ia lemparkan pada Pak Arnold, lalu mencari-cari sumber suara itu. Ia menemukan lelaki jangkung dengan kemeja lengan pendek yang sedang memeriksa ikan-ikan di sebelahnya. Bule kah? Tapi lelaki itu fasih sekali bahasa Indonesia. Dan juga, tampak cukup tampan.

"Melihat udang yang kau inginkan lebih dulu dibeli orang saja kau sudah macam kucing minta kawin, berisik." Lelaki itu melanjutkan sambil menoleh dan tersenyum simpul ke arah Naura.

Kampreeet.

Naura spontan menarik kembali pujiannya. Apa katanya tadi? Berisik seperti kucing minta kawin? Siapa laki-laki bermulut nista ini? Enak saja menghina orang. Lelaki itu belum tahu ia memiliki kekuatan menista level expert. Baru ia akan membalas sindiran si lelaki, Naura tersadar, kemudian melapal mantra dengan cepat, Princes harus tenang, Princess harus sabar. Princess harus disayang rakyat.

Inhale, exhale. Marah hanya akan menambah keriput pada wajah dan mempercepat proses penuaan. Sudah begitu ini pasar, tempat keramaian di mana setiap orang nampaknya selalu membawa gawai berkamera di saku mereka. Bisa-bisa sebentar lagi video berjudul "Demi sekilo udang, dua wanita jambak-jambakan" viral di dunia maya. Kan sangat tidak lucu. Lebih baik ia menghindari hal-hal serupa, cukuplah ia telah membuang energi untuk penjual bermata duitan tadi. Ia tidak akan tersulut emosi untuk kedua kali.

Naura memasang senyum hiperbolisnya. "Terima kasih. Berspekulasilah sesukamu."

Senyum lelaki itu tidak surut. Bahkan semakin lebar.

Naura berdeham pelan, membersihkan tenggorokan dan memutuskan untuk tidak mempedulikan lelaki aneh itu. "Pak, Saya beli cumi-cumi saja dua kilo."

Pak Arnold yang keheranan melihat perubahan drastis pada emosi Naura hanya mampu mengangguk dan menimbang dengan cepat, takut pelanggannya nanti akan tersulut lagi dan mulai mengamuk kembali.

"Ini, empat puluh delapan ribu." Pak Arnold mengangsurkan kantung plastik berisi cumi ke arah Naura.

Belum sempat Naura meraihnya, lelaki aneh tadi mengambil plastik itu lebih dulu dan menyerahkan uang lima puluh ribuan.

"Ambil kembaliannya, Pak. Atau boleh Bapak jadikan sebagai potongan harga untuk Nona ini." Lelaki itu melirik Naura sekilas lalu kembali tersenyum lebar.

Kemudian lelaki itu membungkuk ke arah Naura. "Sampai jumpa, Nona." Lalu melenggang pergi tanpa menoleh lagi ke belakang.

Naura berdecih. Palelu sampai jumpa.

Naura mengambil napas berat, sebelum berlari menyusul lelaki asing itu. Enak aja lu, seenak kentut ngambil belanjaan orang.

Ditepuknya bahu bule berjambang itu dengan sedikit meloncat. Tak Naura pedulikan bagaimana rupa dirinya saat loncat.

"Jadi... seperti itu ya personality yang baik, yang stabil. Orang yang memesan dia yang menyambar," sahut Naura tajam. Matanya tajam memelototi lelaki itu.

"Nama saya Nickelodean. Sudah ya, saya buru-buru," jawab lelaki itu. Dia sama sekali tidak membalas ucapan Naura.

Wadehel! Siapa peduli nama dia siapa. Dasar bule songong, picik, pasti jomblo!

Naura berbalik, mencari penjual ikan selalu Pak Arnold. Naura perlu mengumumkan pada semua khalayak bahwa Pak Arnold tidak kompeten, tidak amanah, dan mata duitan. Tiba-tiba, matanya tertuju pada lobster-lobster besar yang pasti menguras kantong. Meski begitu Naura yakin lobster asam manis, lobster goreng mentega, atau lobster bakar bisa menggoyang lidah Zhira, Okky, Maggy, dan tentu lidahnya.

Naura tertawa bahagia ketika empat ekor lobster ukuran sedang sudah ada di tas anyaman hijaunya. Gawai di sakunya kembali berdering. Nama Zhira terpampang.

"Halo, kenapa Zhir?"

"Jangan lupa beli bubuk es krim pondan yang durian ya, sama duriannya sekalian setengah kilo. Terus kata Si Okky jangan lupa racun tikusnya. Oh iya, beliin tepung maizena karena kumau buat vla. Oh ya kata Maggy tadi hand sanitizer udah habis," cerocos Zhira tanpa membiarkan Naura bicara.

Naura menghela napas.

Tahu gini mending enggak usah ada perayaan abstrak segala!

***



Cerita ini merupakan panpiksien dari kisah nyata Nick and Nau. Atas izin Kanjeng Ratu nauraini, kami OBAT PUYER: Saya dan bang PlutoPamit menulis cerita penuh kenistaan ini.

Cerita ini terdiri atas tiga chapter pendek, mengisahkan perjalanan cinta Qha Nhau bersama doi-nya Nick Uskoski. Semoga suatu hari ketika doi berpeci serta mengenakan koko, doi bakal nyamperin qha nhau sambil bawa rombongan. Aamiin.

Tertanda Tjinta dan Nista

OBAT PUYER

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top