Pertemuan Kedua: Lelaki Kau-Tahu-Siapa


Mengapa ketika mendung di malam hari, suhu justru menjadi panas?

Ini fenomena yang menarik. Coba bayangkan, hujan itu identik dengan suhu udara yang dingin, tetapi mengapa hal yang berkontradiksi yang timbul?

Salah satu faktor penyebabnya adalah ketika hujan akan turun, kelembapan udara meningkat. 

Benar, itu menandakan udara banyak mengandung uap air. Kelembapan yang tinggi menyebabkan keringat sulit menguap karena udara yang berisi uap air itu tak mampu menerima uap air tambahan. Padahal penguapan keringat merupakan mekanisme tubuh untuk membuang panas berlebih. Akibatnya, panas terakumulasi dalam tubuh dan suhu pun terasa lebih panas dan gerah.

Sepanas telinga Naura kini. Kalau saja Naura adalah tokoh kartun, pastilah asap telah mengepul di udara, berwarna kelabu dan muncul api berwarna biru.

Di luar angin kencang dan jam di dinding telah menunjukkan pukul delapan malam, namun ketiga sahabatnya belum puas juga mengejek kesialannya tadi siang. Julukannya kini bertambah‒selain panggilan penuh berkah dan nista Qha Nhau Panutanqu‒menjadi kucing minta kawin. Bahkan Okky sudah membuat jingle dengan lirik kucing minta kawin... ahak-ahak... cumi-cumi pembawa cinta ahak-ahak.

Yang benar saja! Kucing memang lucu, oke, tetapi bukan minta kawin juga. Lagi pula ia sebenarnya tak berani menyentuh kucing. Terlalu banyak gerak dan err... berbulu. Naura benci segala macam bulu. Bulu domba, bulu kucing, bahkan bulu babi.

Okky dan Zhira masih tertawa terbahak-bahak. Melontarkan analisis bahwa semua yang terjadi pada Naura adalah konspirasi laut. Perjodohan yang dikutuk Raja Cumi-cumi dan Ratu Ubur-ubur. Pasangan mesra penghuni bawah laut itu mengutuk siapa saja yang bertemu di pasar ikan untuk saling cinta.

Wadehel lah ya! Mana mau Naura berjodoh dengan bule nista itu. Well, sebenarnya kalau mengabaikan mulut dan pikiran pedas si bule, serta sifat "tukang serobotnya", bule itu lumayan tamvan. Caranya membungkukkan badan tampak amat manis, senyumnya yang semringah dengan kerutan halus di kedua ujungnya menandakan ia sering tersenyum, lalu caranya menyebut nona, terdengar sedap sekali di telinga Naura . Rasanya hati Naura kini bergetar-getar tiap kali mengingat hal-hal tersebut. Sayangnya, pertemuan pertama di pasar ikan tadi meruntuhkan imej serta urat malu Naura. Patahkan saja kutukan itu biar ramai!

Andai saja pertemuannya lebih berkelas, di ball room hotel, misal, ketika ia sedang mengisi seminar. Atau di toko buku, ketika ia sedang asik membedah buku-buku mahal bersampul licin mengilap. Pastilah kisah semanis madu akan dipertontonkan dalam cerita bersampul merah muda ini, semerah muda perasaan Naura.

Huaaaah... Rasanya ia ingin raib saja. Pergi ke dunianya sinetron Lorong Waktu yang sering ditayangkan ketika bulan Ramadhan, lalu meminjam mesin waktunya Pak Haji dan Zidan‒yang kala itu masih imut-imut pengin bawa pulang.

Tapi apalah daya, santan kelapa sudah menjadi darai rendang yang kebetulan habis dimakan Maggy karena ternyata ia alergi lobster. Semua telah terjadi, dan Naura hanya berharap ia tak akan pernah berjumpa dengan bule kau-tahu-siapa itu lagi. Tak akan pernah. 

Tapi kalaupun bertemu... ya, kalau bertemu... Naura ingin... OH STOP!

***

14 Juli 2019...

"Kak Nau, jangan lupa beli bunga buat Mba Izzati nanti sore." Maggy yang tengah mencuci piring setelah sarapan membuka percakapan pagi ini. Pagi yang ke-93 pasca perjumpaannya dengan lelaki yang enggan Naura sebut namanya karena lelaki itu bule kau-tahu-siapa.

Naura menepuk dahi. Mba Izzati adalah peneliti di Kemenristek dan sering berinteraksi dengan Naura ketika pengajuan penelitiannya untuk ke UK itu. Mba Izzati yang banyak membantunya. Hampir saja ia lupa kalau hari ini akan mengunjungi Mba Izzati yang baru saja menjadi ibu muda. Ia harus mencatat ini dalam notes-nya. Maklum, semakin tua Naura semakin sering lupa hal-hal detail. Yang dia ingat hanyalah kejadian 93 hari yang lalu. Katjaang...

"Beli kadonya sekalian, Nau. Gue nggak bakal sempat mampir di Baby Shop. Beda arah." Okky menimpali sambil menyeduh kopi mainan‒kopi instan‒ yang entah sudah berapa bungkus pagi ini.

Naura mengangguk dan membenahi jilbabnya. Hari ini ia mengenakan kemeja sifon abu-abu dan celana dasar warna hitam. Sesuai dengan langit mendung nan kelabu. Terkadang alam memberi pertanda, kan? Naura tak pernah peduli akan hal itu. Ia berjalan santai dengan tujuan halte di seberang komplek apartemennya. Sedang di sisi lain, Okky sedang menatap langit sambil sesekali menyeruput kopi dari mug bergambar kucing hitam miliknya. Okky merasa akan ada sesuatu yang terjadi. Nanti. Diam-diam ia tertawa saat menatap Naura yang berjalan keluar pintu.

***

Satu jam lagi azan magrib akan berkumandang, dan Naura masih sibuk memilih kado di Baby Shop. Terlalu berenda, terlalu kecil, terlalu berbunga, terlalu terbuka, terlalu norak, terlalu panas, terlalu besar, terlalu... mahal, dan sejuta terlalu-terlalu lain yang menghambat pemilihan kado untuk si bayi. Akhirnya setelah berdebat dengan diri sendiri, Naura menjatuhkan pilihannya pada gaun kecil bertutu warna merah muda dengan bahan yang menyerap keringat.

Ia melirik jam tangannya dan membayar dengan cepat. Untung saja florist hanya terpaut tiga toko dari Baby Shop. Ia memilih bunga yang tepat untuk Mba Izzati. Dikarenakan Mba Izzati suka sekali warna kuning, Naura memilih sebuket mawar kuning yang menguarkan wangi yang khas. Benar, Mba Izzati selalu meyelipkan warna kuning di berbagai kesempatan meski hanya bros Pikachu atau cincin mainan Spongebob. Kalau tidak percaya, lihat saja baju yang dikenakan di foto profil akun WhatsApp miliknya.

Naura tersenyum puas menatap kado dan sebuket bunga di tangannya. Tak sabar untuk segera melihat si bayi yang pasti masih merah dan menggeliat lucu. Atau Mba Izzati yang jejingkrakan dengan mawar kuning darinya. Meski Naura tidak yakin apakah Mba Izzati sudah kuat untuk jejingkrakan atau jumpalitan.

Setelah dua puluh delapan menit naik busway, Naura tiba di rumah sakit dan merasakan ponselnya bergetar.

From: Zhira

Nau, udah di mana? Kami di ruang 38, di lantai empat, di VIP. Lo udah beli bunga sama kadonya, kan?

Tanpa membalas pesan, bergegas Naura menuju ke lift dan menekan angka 4.

Setibanya di depan pintu bertuliskan nomor 38 dengan data nama Izzati Nurul Bachtiar, Naura mengembangkan senyum lalu membuka pintu sambil mengucap salam.

Naura mendekat dan meletakkan kado di sisi ranjang, sedang bunga di berikannya pada Mba Izzati.

Mba Izzati menyambutnya dan menghirup mawar dengan lembut. "Makasih ya, Naura, Okky, Maggy, dan Zhira. Udah datang sampai bawa-bawa ini segala."

Tepat ketika Naura akan duduk di samping Maggy, suara ketukan dan decit pintu dibuka terdengar.

"Halo, Mrs. Bachtiar."

Naura menoleh dan ia tersedak napasnya sendiri.

Well, karena ini cerita yang amat sangat sinetroniyah, anggap saja ada adegan Naura di-close up dengan mata melotot melihat ke arah pintu. Karena orang yang paling tidak mau Naura temui di dunia ini hanya berada lima meter darinya. Si bule kau-tahu-siapa, songong, picik, dan pasti jomblo tengah tersenyum lebar sambil meletakkan kotak kado besar di meja dekat sofa. Naura menelan ludah. Ini tidak baik.

Zhira yang melihat gelagat aneh Naura langsung bertanya-tanya dan bejibun asumsi 98% fakta berkoar di otaknya. Lalu Zhira menyenggol lengan Okky yang disambut anggukan mafhum darinya.

Naura sibuk berperang dengan pikirannya. Benarkah ini Bule kau-tahu-siapa? Si bule songong itu? yang di pasar ikan? Atau dia hanya berdelusi saking seringnya memikirkan pertemuan pertamanya 93 hari yang lalu? Kenapa bule itu ada di sini?

Seolah menjawab pertanyaan Naura, Mba Izzati mulai memperkenalkan bule itu.

"Girls, kenalkan, ini sahabat Aa di kantor. Nickelodean Thompson."

Nick tersenyum semringah yang dibalas dengan tatapan yang-bener-aja dari Okky. Okky pun dengan semangat membara melancarkan aksi kode-kodean yang pernah ia pelajari dari buku 1003 Kode Rahasia di Medan Perang pada Naura.

Naura yang masih bengong tidak memperhatikan kode-kode yang dibuat Okky. Maggy yang memang tidak paham maksud Okky hanya mengernyitkan dahi kebingungan. Maggy memilih menjauh dan duduk di sofa agar si tamu yang baru datang bisa ngobrol dengan Mba Izzati. Yang artinya, NICK KINI DI SAMPING NAURA (LAGI)!

Nick mengangkat sebelah alisnya ketika mendapat reaksi Naura yang agak aneh‒terdiam dengan mulut sedikit menganga, untung tidak ada cairan bening nan kental yang menetes. Tiba-tiba pandangannya bertabrakan dengan sebuket mawar kuning yang berada di atas meja tepat di sebelah Naura. Ia pun menjangkau buket mawar itu. Sontak Naura sadar dan mundur dengan cepat untuk menciptakan celah.

"Mawar kuning untuk ibu melahirkan?" Nick tampak memperhatikan mawar dengan saksama.

"Mawar kuning menandakan suasana hati yang sedih, patah, dan kecewa karena cinta. Sangat tidak cocok untuk ibu melahirkan yang tengah bahagia." Nick melanjutkan dengan nada menyindir. Okky dan Zhira hanya mampu berpandang-pandangan.

Maggy yang tidak mau disalahkan, menunjuk Naura yang masih dalam suasanya terkejut-able-nya."Kak Nau yang milih bunganya."

Naura yang dikambinghitamkan langsung menatap Nick dengan menantang.

Lagi-lagi Nick tersenyum dan membalas tatapan Naura."Nona cumi-cumi? Lama tak berjumpa ya? Masih ingat aku? Agaknya dari pemilihan bunga ini, nampak sekali kamu tidak pernah diberi bunga oleh lelaki, ya? Masalah yang seperti ini saja tidak mengerti. Atau jangan-jangan kamu sedang patah hati dan curhat dengan bunga ini?"

Naura terbelalak.

APA MAKSUDNYA TIDAK PERNAH DIBERI BUNGA OLEH LAKI-LAKI?

Naura mencoba mengingat, otaknya bekerja lebih keras. Siapa bilang Naura tidak pernah diberi bunga laki-laki? Saat sidang skripsi dahulu, teman-temannya menyerbu memberikan bunga. Alif, Ba, Ta sampai Karel pun turut memberinya bunga saat wisuda. Mawar merah lagi. Asli dan bukan mawar mainan. Hal yang sama saat ia sidang tesis dan wisuda pascasarjananya. Jadi, siapa bilang Naura tidak pernah diberi bunga? Lagipula Naura tidak sedang patah hati, memang hati siapa yang bertandang di dadanya lalu patah dan remuk redam?

Naura mengatur napasnya, mencoba untuk tidak membalas ejekan bule kau‒tahu‒siapa itu. Kalau Naura membalas pastilah dopamin akan mengalir deras di otak bule yang kau–tahu–siapa itu.

Suara pintu berdecit kembali terdengar. Aa Nden yang merupakan suami Mba Izzati masuk dan tersenyum. Mendekati Mba Izzati dan mengecup dahinya sekilas. Dada Naura sesak. Kapan gue begitu Tuhan? Tolong...

Ups, tidak boleh ngomong begitu, nanti macam kucing minta kawin. Naura membatin pilu.

"Mau Nau? Nikah dulu ya," ujar Mba Izzati geli. Zhira dan Okky pun membeo ucapan Mba Izzati. Muka Naura memerah, ia menundukkan kepalanya.

"Memangnya ada pejantan yang mau menikahi betina macam dia?" Celetukan Nick membuat seluruh manusia yang ada di ruangan menatap Nick.

"Kalau di dunia ini pun lelaki tinggal kamu, aku mending melajang sampai nyawa meregang." Naura memelototi Nick yang malah tersenyum jahil. Tentu saja reaksi itu tidak diharapkan Naura. Otak dan hatinya terasa mendidih, siap untuk merebus potongan ayam, wortel, kentang, serta bumbu-bumbu lain untuk memasak sop lezat buatan Zhira.

Melihat suasana mulai memanas dan AC dengan suhu 15 derajat Celcius tidak berarti, Zhira dan Okky berkedip-kedip ke arah Mba Izzati.

"Yuk... kita lihat kado dari Tante-tante cantik," sahut Mba Izzati. Tangannya meraih kado, kemudian sebuah lirikan ke Aa Nden ia lemparkan sebagai isyarat membuka kado. Melihat itu, Naura jadi baper sendiri.

Tepat ketika Aa Nden membongkar kotak kadonya, Zhira, Okky, dan Maggy terpana melihat kado yang tadi dibeli Naura. Rasa bersalah menggelayut manja di setiap hati mereka. Kepala mereka semua memiliki pertanyaan yang sama, apa gue lupa ngasih tahu jenis kelamin anaknya Mba Izzati?

Okky menyikut Zhira, Zhira melirik Maggy dan Maggy mengangkat tangan tanda tidak ikut campur. Sedangkan Mba Izzati dan Aa Nden tampak melongo melihat kado itu. Bahkan tangan Aa Nden tampak menggantung dan memegang hadiah yang tadi diberi Naura.

"Hehehe... makasih ya. Doakan saja anak kedua kami perempuan, jadi baju ini bisa dipakai," sahut Aa Nden.

"Tapi masih empat atau lima tahun lagi. Enggak dalam waktu dekat. Iya kan Aa?" Mba Izzati berucap sambil meringis. Teringat bagaimana sakitnya mengeluarkan bayinya membuat Mba Izzati memikirkan ulang rencana memiliki anak sebanyak tim voli.

"Anaknya cowok ya Mba? Aduh maaf banget ya. Aku ingetnya waktu USG kemarin Mba Izzati cerita bayinya perempuan." Naura menampilkan senyum menyesalnya.

Mba Izzati hanya melambaikan tangan tanda menenangkan.

"Eh, kado Nick sekalian dong dibuka," celetuk Zhira sambil menunjuk kado yang berukuran besar. Wajah Nick terlihat merah padam. Mungkin kepanasan atau masih memikirkan perkataan Naura.

Mata mba Izzati langsung membundar, pupilnya melebar melihat penampakan kado besar dari Nick. Mungkin ia berharap akan sesuatu yang duar, cetar, membahana bak jambul khatulistiwa di dalam bungkusan itu. Sedang Nick menggaruk belakang lehernya.

Aa Nden membuka kado dari Nick, yang di mata Nick tampak seperti gerakan slow motion.

Mata Mba Izzati yang awalnya membundar kini menyipit melihat hadiah dari Nick.

Seat car bayi berwarna merah jambu dengan pita besar serta ikon Hello Kitty memenuhi matanya, dan tulisan "Welcome to the jungle, little girl!" yang terbordir tepat di bagian kepala seat car , melemaskan penglihatan Mba Izzati. Kado yang useless.

Nick yang mendapati ekspresi Mba Izzati hanya bisa melempar pandangannya ke arah Naura yang menahan tawanya bersama gadis-gadis di dekatnya. Entah mengapa di mata Nick, Naura yang tertawa terbahak-bahak macam bison itu tampak berkilau dan bersinar. Nick tak tahu. Ah, mungkin Nick harus mengikuti kelas khusus membaca aura seseorang. Ya, ingatkan Nick nanti ketika ia kembali ke Toronto.

Kembali ke Aa Nden yang tersenyum kecil melihat kesamaan antara kado sahabatnya dan sahabat istri tercintanya dunia akhirat.

"Bagaimana jika dua kado ini kita simpan untuk Naura dan Nick nanti?" Aa Nden menatap istrinya yang mangut-mangut tanda setuju.

Eh? Naura dan Nick nanti? Apaan nih maksudnya?

Naura tak mampu berkata-kata. Ia hanya bisa berjalan mundur dengan perlahan ke arah pintu sambil cengengesan tidak jelas. Sampai akhirnya ia merasakan tubuhnya menabrak sesuatu‒atau seseorang. Dengan perasaan yang masih kalut Naura menoleh ke belakang dan mendapati seorang dokter lelaki yang tingginya berkisar 180-an cm, dengan raut wajah yang ramah, dan mata berbinar tengah menatapnya intens. Jantung Naura jumpalitan, berdesir-desir kesenangan. Rasanya tatapan dokter itu seperti meniupkan angin segar ke hatinya. Naura kesulitan menelan ludah.

Nick yang menjadi saksi mata merasa medula oblongatanya terbakar nyalang. Hatinya membara seakan siap meremukkan tiang infus yang ada di dekatnya. Naura tidak boleh menatap lelaki selain dirinya seperti itu. Saat Nick bersiap menyemburkan lava panas dari kepalanya, Mba Izzati membuyarkan adegan tatap-tatapan-macam-remaja-labil yang dilakoni Naura kini.

"Dokter Maulana mau ngecek dedek bayi?" Mba Izzati sengaja mengeraskan volumenya agar Naura lekas sadar dan bertobat. Memang dasar si Naura, paling tidak tahan melihat banyaknya lelaki lezat di sekitarnya.

Dokter Maulana pun melirik Naura sekilas dan tersenyum penuh arti lalu berjalan mendekati Mba Izzati dan bayi yang tertidur pulas di boks yang tak jauh dari tempat tidur Mba Izzati. Bayi yang tampan namun disangka perempuan oleh Nick dan Nau.

Maggy yang merasakan atmosfernya berubah drastis langsung meminta undur diri.

"Sepertinya sudah malam, sebaiknya kami bergegas kembali. Semoga Mba Izzati dan si boy sehat selalu." Maggy bersalaman dengan Aa Nden yang diikuti oleh ketiga sahabatnya.

"Nick, antar mereka sampai apartemen ya. Masa gadis-gadis dibiarkan naik bus malam-malam."Mba Izzati mengedipkan sebelah matanya pada Okky.

Nick bak mendapat durian runtuh langsung mengangguk-angguk antusias. Dalam perjalanan keluarnya ia masih sempat memandang dokter Maulana dengan penuh kemenangan. Yes! Saya semobil dengan Nona Cumi-cumi!

***

Suasana dalam mobil tak banyak berubah. Setelah menanyakan alamat, Nick fokus ke jalan, Nau yang dipaksa duduk di kursi samping kemudi hanya memandang ke luar jendela, Maggy sibuk mencatat dalam agendanya, Zhira asik browsing, dan Okky memandang Nick dan Naura bergantian. Okky gemas sekali melihat sikap Nau yang malu-malu, serta Nick yang salah tingkah. Hampir Okky menempeleng kepala Nick dan Naura jika saja Nick tidak memulai obrolannya kini.

Nick berdeham pelan, dan meluruskan punggungnya. "Naura."

Naura yang sedang memperhatikan kios-kios di pinggir jalan sontak menoleh begitu namanya‒yang untuk pertama kalinya disebut oleh Nick. Naura menatap Nick penuh tanda tanya. Sedang dadanya berdegug hebat, entah mengapa cara Nick menyebut Naura membikin hatinya meleleh, dopamin dan serotonin pun merangkak naik.

Nick kembali menggaruk tengkukknya. "Sebenarnya ada yang ingin saya sampaikan."

Naura menghirup oksigen dengan susah payah. Tapi, ada sesuatu yang berbeda. Malam yang kelabu serta udara luar yang seharusnya dingin menusuk kulit, tiba-tiba terasa hangat. Ya, hangat, sangat hangat.

Nick mulai membuka suara, membuat dahi Zhira dan Okky bergerinyit, Zhira menatap Okky sambil menggoyangkan ponselnya dan berbisik, "Buka WA!"

Okky menggangguk, membuka aplikasi WhatsApp, tersenyum dan segera mengetik balasan.

***



Ah, kepada Kanjeng Ratu nauraini terima kasih atas izinnya untuk mem-posting bagian kedua panpiksyen Baginda Ratu. Semoga Baginda Ratu bahagia sembari menunggu bagian endingnya nanti.

Dan terutama kepada Mba verbacrania yang telah kami pinjam namanya untuk cerita kali ini, kami-OBAT PUYER- mengucapkan terima kasih dan selamat atas terpilihnya menjadi salah satu cast di dalam cerita persembahan penuh cinta dari OBAT PUYER teruntuk Baginda Ratu Nauraini.

Salam Tjinta dan Nista

Obat Puyer

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top