r a k h a ?

Rakha mematung. Ia tak tahu bagaimana ia harus mengekspresikan perasaannya saat ini. Jantungnya sedari tadi berdegup kencang, degupan yang masih sama seperti dulu. Ribuan kupu-kupu terasa terbang dari perutnya. Perlahan-lahan, seulas senyum tipis mekar di wajahnya.

"Tuh, terpesona juga kan lo sama tuh cewe!" seru Ian dengan semangat. Ia terdengar sangat bangga melihat reaksi Rakha yang kelihatan kesemsem sama cewek itu.

Rakha beralih menatap Ian, senyum tipisnya masih terulas di sana. Ian sedikit bingung karena momen Rakha tersenyum itu mungkin hanya terjadi dua belas kali dalam satu tahun.

"Gue kenal dia," ujar Rakha santai sembari melahap french fries-nya.

Ian melongo, "dia? Cewek cakep itu? Serius lo kenal dia?" tanyanya yang hanya dijawab oleh sebuah anggukan dari Rakha.

Ian tertawa, terselip perasaan kesal dalam tawanya, "lo punya temen cakep kenapa gak dikenalin ke gue sih elah."

"Sorry, gue ga rela Irene gue diembat sama cowo mata keranjang kayak lo,"

Ian merasa tertohok. Ingin rasanya membalas ucapan Rakha, tapi ia tidak bisa karena ucapannya itu benar semua.

Rakha terdiam sejenak, kemudian berujar, "lo inget cewe yang gue ceritain di SMA? Dia orangnya."

Ian melongo, "jadi dia mantan terakhir lo yang bikin lo gagal move on sampe sekarang?"

Rakha mengangguk, "iya, dan sedikit koreksi, gue enggak gagal move on, mohon maaf. Gue emang ga tertarik pacaran aja."

"Terserah apa kata lo. Intinya, cewek yang lo tunggu-tunggu udah ada di depan mata lo. Lo gak niat ngapain gitu?"

"Niat ... ngapain?" Rakha balik bertanya.

"Ck, bego." Ian berdecak. Ia kemudian memindahkan pesanan miliknya dari atas nampan, menyisakan makanan-makanan milik Rakha yang belum sempat disentuh sama sekali. Diangkatnya nampan itu dari atas meja, kemudian diserahkan pada Rakha.

"Lo ngapain?" tanya Rakha. Laki-laki itu terlihat tidak mengerti dengan apa yang dilakukan oleh sahabatnya itu.

"Samperin dia."

"T-tapi, gue-"

"GA ADA TAPI-TAPIAN."

Rakha meneguk ludah. Ada rasa gugup dan takut yang perlahan hinggap di hatinya. Bagaimana jika waktu tiga tahun itu telah mampu merubah Irene menjadi sosok yang berbeda? Bagaimana bila Irene yang sekarang bukanlah Irene yang dulu amat murah hati, tenang, dan gemar bercerita? Bagaimana bila Irene sama sekali tak ingat dirinya? Semua pertanyaan itu tiba-tiba saja terlintas di benak Rakha.

Ian yang melihat tingkah Rakha menghela napas. Ditepuknya pundak Rakha dengan agak keras, membuat lelaki itu tersadar dari lamunannya.
"Rak, deketin sekarang, atau gue yang deketin?"

Mendengar ucapan Ian, Rakha merasa lebih berani. Tentu saja ia tidak akan membiarkan Ian mendekati Irene. Ia bangkit dari tempat duduknya sambil membawa nampan, lalu melangkah mendekati meja tempat gadis itu duduk. Degupan jantungnya semakin cepat seiring dengan langkahnya yang mempertipis jarak antara mereka berdua.

Hingga akhirnya, ia tiba di meja gadis itu.

"I-Irene?"

Jari-jemari perempuan itu berhenti menari di atas papan keyboard. Kedua matanya beralih menatap sesosok lelaki yang kini berdiri di hadapannya dengan senyuman tipis dan pandangan yang penuh harap. Tidak perlu waktu yang lama bagi Irene untuk mengingat siapa sosok lelaki itu.

"Rakha?"

***
a/n: turut senang sama rakha karena akhirnya bisa ketemu mantannya lagi! tapi irene-nya gimana, ya? seneng juga ga, ya? jawabannya ada di chapter berikutnya, mwahahaha~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top