i r e n e ?
Gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis itu terlihat cukup ramai. Beberapa mahasiswa maupun mahasiswi berlalu lalang di sekitar koridor. Ada yang sibuk menyalin materi, membaca buku, bahkan bertukar cerita.
Termasuk Rakha.
Laki-laki bertubuh 182 cm itu bersandar pada dinding. Terdapat beberapa jilid buku di tangan kirinya. Matanya sibuk menyisir satu per satu orang yang lewat, seperti mencari keberadaan seseorang. Kakinya digoyangkan sedari tadi, tanda bahwa ia mulai bosan menunggu.
"Rakha! Sorry, lama ya nunggunya?"
Adrian--atau yang lebih akrab disapa Ian menepuk bahu Rakha dengan cukup kencang, membuat si empunya tersentak kaget. Namun begitu melihat wajah Ian, Rakha seketika menghela napas lega. Meskipun sedikit kesal, namun setidaknya ia tak perlu menunggu lebih lama lagi.
"Iya, lama. Ya udah, ayo cabut." Rakha memperbaiki posisi tas punggungnya agar lebih nyaman dan bersiap melangkah ke luar gedung, sebelum Ian menarik tangannya dengan cepat. "Kenapa lagi?"
"Rak, bantuin gue bikin tugas Pak Fauzi, dong. Plis, plis, plis!" pinta Ian.
"Oke. Ayo cabut makanya." Rakha baru saja melangkah, namun lagi-lagi ditahan oleh Ian.
"Tapi gak mau bikin di kost."
"Lah? Terus?" Rakha mengernyitkan dahi.
"Ke McDomalds gimana? Kan, bisa sambil nongkrong-nongkrong asyik. Hehehehe."
"Ck, enggak. Duit bulanan gue udah menipis." tolak Rakha.
"Gue traktir!"
Dan untuk kalimat terakhir itu, Rakha tak mampu menolak lagi.
***
Dua McFlurry, dua cola, dua French Fries dan dua Burger tersaji di atas meja. Rakha tersenyum lebar. Ditraktir sebanyak ini oleh Ian membuatnya merasa sangat sejahtera. Berasa anak konglomerat. Sepertinya Rakha hari ini perlu berolahraga lebih untuk membakar kalori ini.
"Jadi, lo mau gue bantu ngapain?" tanya Rakha begitu laptopnya sudah tersambung wi-fi. Ian yang sedang menggigit burgernya segera menghentikan aktivitasnya. Ia lalu menuliskan sesuatu pada selembar kertas, kemudian menyerahkannya pada Rakha.
"Nih. Tolong cariin gue jurnal tentang itu, dong."
Rakha mengambil secarik kertas yang diberikan Ian, membacanya sesaat, lalu mengernyitkan dahi. "Nyari ini doang?"
"Yoi." Ian mengangguk, "Pak Fauzi mintanya jurnal internasional. Lo tau kan gue bodoh banget bahasa Inggris? Jadi, tolong bantu cariin, ya. Kalo soal translate gue masih bisa pake Google Translate, kecuali bahasanya udah ngalor-ngidul baru gue tanya lo lagi, hehe." jawabnya. "Oh iya, masalah ketik-mengetik serahkan pada gue, lo cukup bantu gue nyari jurnal aja,"
"Yang mau bantu ngetik emang siapa? Itu kan tugas lo." Rakha menyahut dengan sinis, sementara Ian hanya cengengesan. Mereka berdua lalu disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Tanpa Rakha duga, ternyata jurnal itu cukup jarang ditemukkan di internet.
Melihat temannya kesusahan, entah mengapa membuat Ian tersenyum geli. Tidak, ia tak memiliki maksud jahat apapun. Hanya saja wajah Rakha yang biasanya selalu datar itu dapat berubah 100% begitu sedang serius. Ian memutuskan untuk beristirahat sejenak, menyandarkan tubuhnya pada sofa sambil melahap McFlurry oreo-nya pelan-pelan. Hingga matanya menangkap sebuah objek yang menarik.
"Anjir, cakep banget tuh cewek!" Ian sontak memajukan tubuhnya dari sandaran kursi. Matanya tak bisa berhenti menatap seorang perempuan yang baru saja masuk ke McDomalds. Rambut perempuan itu terurai panjang. Warnanya sedikit kecoklatan, sepertinya hasil dari cat rambut. Kemeja berwarna biru dengan corak denim dipadu-padankan dengan jeans senada membalut tubuhnya yang semampai. Meskipun senyum tak menghiasi wajahnya, ia masih terlihat cantik.
"Rak, berhenti bentar, deh! Lo harus liat cewek ini cakep banget!"
"Diem, Yan." sahut Rakha sinis. Matanya masih sibuk menatap ke layar laptopnya, "Terakhir kali lo nunjukin cewek cakep ke gue, gue bisa nebak ketebalan bedaknya berapa senti."
"Ih, jangan bawa-bawa masa lalu! Ini serius, Rak! Aduh, cewenya jalan ke sini lagi!"
Dengan satu buah nampan berisi berbagai makanan yang dipesannya, perempuan itu melangkah menuju sebuah meja yang ada di dekat jendela. Ya, tidak jauh-jauh amat dari tempat duduk Rakha dan Ian. Dilihat dari gerak-geriknya, sepertinya perempuan itu mahasiswi di sekitar sini. Dan kelihatannya, perempuan itu sendirian.
"Rakhaaaaa, gue kali ini bener-bener serius. Cewek ini kayak titisan Aphrodite!" Ian tak menyerah. Masih bersikeras memaksa Rakha supaya melirik perempuan itu. Ian memang begitu. Ia dengan mudah menilai seseorang itu cantik, mendekatinya, kemudian terkuaklah bahwa perempuan yang ia dekati ternyata memiliki kepribadian yang tak secantik wajahnya.
Rakha mendengus kesal. Ia akhirnya menyerah dan berhenti sebentar dari aktivitasnya. Rengekan Ian sungguh membuatnya terganggu, apalagi bila itu tentang perempuan. Entahlah, Rakha merasa kalau saat ini ia lebih baik fokus dengan kuliahnya dibanding pacar-pacaran atau apalah itu.
"Mana ceweknya?"
Ian tertawa senang, "gue hitung sampe lima, lo lirik ke belakang. Cewek yang duduk di jendela pake kemeja biru. Satu ... dua ... lima!"
Rakha mengernyit mendengar hitungan Ian, namun ia tak memedulikan itu dan menoleh perlahan ke belakang. Dengan mudah, ia dapat menangkap sosok perempuan yang Ian maksud. Cantik memang. Kali ini pilihan Ian tidak terlihat meragukan.
"Gimana, cantik kan?"
Baru saja Rakha ingin menyahut, ia tiba-tiba menyadari sesuatu. Perempuan itu terlihat familiar. Ia terlihat seperti seseorang yang pernah Rakha kenal, seseorang yang pernah Rakha sayangi, seseorang yang akhirnya meninggalkan Rakha ...
"I-Irene?"
***
a/n: masih engga nyangka bakal publish cerita lagi, wkwk. iseng liat draft kok ada ini dan udah jalan 70%, jadi sekalian aja aku gas, hahaha. semoga suka ya, temen-temen. jangan lupa cuci tangan dan #dirumahaja!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top