1. Kejutan


1. 

Bagi sebagian orang, lembur adalah petaka. Namun itu tak berlaku bagi Ayana. Gadis itu selalu menyambut penuh semangat setiap kali si bos menggaungkan kata keramat tersebut. Baginya, lembur sama dengan tabungan yang semakin bertambah.

Dia tidak munafik, justru sangat realistis. Memangnya di zaman sekarang, siapa yang tak menolak lembaran alat tukar yang dikeluarkan oleh negara? Apalagi kerjaannya ini, meskipun lembur, sangat tidak memberatkan. Yeah, melipat-lipat kertas termasuk pekerjaan ringan, kan?

Terlebih lembur kali ini sedikit spesial bagi karyawan Sea Stars, sebuah toko yang bergerak di bidang digital printing. Selain sibuk bekerja, mereka juga menunggu sesuatu terjadi. Seluruh karyawan berkumpul di ruangan utama, duduk melingkari tumpukan kertas dan blue print. Sebagian lagi tengah berdiri di dekat mesin cetak, sesekali mereka mengecek komputer. 

Ayana sendiri berada di pantry, berdiri di belakang meja kecil di sudut. Sudah lama sekali dia tidak sebahagia ini. Menyiapkan kejutan ulang tahun untuk seseorang. Bibirnya tak henti melengkung ke atas. Gadis berkuncir asal itu sedikit membungkuk, netranya berbinar fokus meletakkan lilin dengan hati-hati. Yakin jika posisi lilin sudah benar, Ayana kembali berdiri. Menatap maha karyanya dengan seksama. Mencari-cari sekiranya apa yang dianggap kurang, dan gadis itu tak menemukannya.

"Bagus banget, Ya." Yuni mendekat, matanya berbinar menatap hasil kerja keras Ayana.

"Yakin, nih? Nggak jadi aneh, kan?" Ayana hanya memastikan. Kentara masih menyimpan ketakutan atas pilihannya mengusulkan apa yang kini ada di hadapan mereka.

"Enggaklah. Bagus ini. Anti-mainstream malah." Yuni tak henti berdecak. "Aku aja gak sabar pengen nyobain. Cabe ijonya itu loh, Ya. Menggoda banget."

Tangan Ayana pun mengambil sisa cabe di plastik dan menyerahkannya pada Yuni. "Ini, tester buat kamu," dengkusnya sambil lalu.

Yuni mencebik, "Yaelah, Ya. Kalau cabe doang mana enak. Kudu ada temennya ini. Boleh lah tahu isinya diambil satu." 

Ayana tak lagi menggubris, meski suara Yuni masih terpantau dari kejauhan. Gadis itu kembali ke ruang utama, menunggu jarum jam bekerja. Iya, masih ada sepuluh menit lagi waktu untuk menciptakan momen ulang tahun. Namun Ayana sudah tak sabar melihat pertunjukan segera usai. Dia ingin pulang secepatnya.

Sembari menunggu jarum di dinding meniti menit, Ayana duduk bersimpuh di lantai. Mengambil kertas berukuran A1 yang dipenuhi draft plan drawing lalu melipatnya. Gerakan tangan Ayana sempat terhenti karena tepukan Yuni yang tiba-tiba duduk di sebelahnya. Gadis berkepang satu itu segera mengikuti Ayana, melipat kertas.

"Kapan selesainya ini, Ya?" keluh Yuni yang kesekian kali.

"Bentar lagi juga selesai. Sabar, Yun. Ingat kata Aya, lembur adalah duit. Duit oh duit!" Wahyu turut menimpali.

Tumpukan kertas hasil print out yang membuat seluruh karyawan Sea Stars terlambat pulang itu mulai menipis. Mungkin tersisa kurang dari sepuluh lembar. Ayana, Yuni dan teman-teman lainnya semakin bersemangat. Mereka saling melempar canda hingga seluruh kertas tandas terlipat rapi. Sampai-sampai ketukan sepatu di belakang kerumunan karyawan Sea Stars tak terdengar sedikit pun.

"Ehem!"

Kerumunan manusia berseragam kuning itu mulai mengurai dengan memberi anggukan sopan terlebih dahulu kepada sumber suara. Ada yang beralih berberes sisa sampah, ada yang merapikan tumpukan lipatan kertas. Tak terkecuali Yuni yang berubah haluan mengelap lantai. Dia menyikut Ayana, kedua alisnya naik turun. Membuat Ayana yang semula mengernyit, mulai mengangguk pelan.

"Udah mau pulang, Mas?" 

"Sudah beres semuanya?"

Ayana menggeram dalam hati, tiba-tiba dia jadi menyesal. Lelaki gondrong yang berdiri di sampingnya bukannya menjawab, justru melempar tanya. 

"Beres, Mas. Tinggal nunggu Pak Tem balik. Katanya sih, udah mau sampai," jelas Wahyu seraya menengok ke pintu depan. "Nah, itu Pak Tem."

Wahyu segera berdiri, keluar toko menyambut Pak Temmy yang kerepotan menenteng empat kresek. Keduanya bergegas memasuki toko.

"Yuhuu makan malam sudah datang!" Wahyu berseru begitu pintu terbuka. Raut bahagia terpancar hingga ke seluruh wajah karyawan Sea Stars. Tanpa permisi lagi, lelaki jangkung itu segera membagikan makanan ke para karyawan.

"Mas Ibra mau?" Tawar Wahyu yang mendapat gelengan dari Ibra.

"Buat kamu, saja." Ibra menatap karyawannya yang riuh mendapatkan sebungkus nasi. Dia berjalan menuju mesin cetak, melihat-lihat hasil kerja karyawannya.

Ayana menjawil lengan Yuni, keduanya perlahan meninggalkan ruangan. Selang lima menit mereka kembali lagi dengan nampan kecil di tangan Ayana. Wahyu yang pertama kali menyadari kedatangan dua temannya, segera berdiri sambil bertepuk tangan. Lagu selamat ulang tahun, menggema di dalam toko. 

Ibra yang tak mengerti apa-apa, menoleh terkejut mendapati salah satu karyawannya ada yang berulang tahun. Namun dia kembali tergemap saat Wahyu menyerukan namanya dengan lantang.

"Selamat ulang tahun Mas Ibra."

"Semoga diberi panjang umur, selalu sehat dan didekatkan jodohnya."

Seluruh karyawan mengaminkan doa yang dipanjatkan Wahyu. Ayana mendekati Ibra, menyodorkan nampan yang sedari tadi dia bawa.

Kedua alis Ibra saling bertaut, menatap penuh tanya pada gadis di depannya. Sementara yang ditatap hanya tersenyum lebar. Ibra lantas melempar pandang pada Yuni. 

"Buruan make a wish, Mas. Keburu lilinnya leleh kena gorengan," pinta Yuni dengan penuh semangat yang lebih terdengar seperti menyuruh.

"Bisa aja kamu." Ibra tak bisa berkutik, malas berdebat. Walau bibirnya sempat berdecap, dia tak urung memejam walau hanya tiga detik lantas meniup lilin perlahan. Suara tepuk tangan riuh membahana. Karyawan Sea Stars sepertinya melupakan lelah karena lembur.

"Monggo, Mas. Diincip satu gorengannya."

Lagi-lagi Yuni yang bersuara. Sementara Ayana hanya mengangguk dengan bibir melengkung tipis. Dia sengaja tak urun suara. Karena dua gadis itu sudah membuat perjanjian, Ayana yang membuat kue ultah low budget, sedangkan Yuni bagian presentasi.

"Cuma satu, Yun?"

"Iya, Mas. Jumlahnya pas sama anak-anak soalnya." Yuni meringis malu-malu.

Lagi-lagi Ibra mengangguk seraya menipiskan bibir. Dia mengambil satu tahu isi dan sebiji cabai. Sisanya dia persilahkan karyawannya untuk turut mencicipi. Yuni lebih dulu mengambil satu, lalu diikuti Wahyu baru anak-anak lainnya. Tak ada lima menit gorengan di nampan habis tak bersisa.

"Kamu nggak ambil, Ya?" Yuni melihat Ayana tak mengunyah.

"Udah, buat Wahyu tapi. Kasihan dia laper." Gadis itu lantas ke belakang, mencuci nampan yang terkena minyak bekas gorengan. Diikuti Yuni yang menyusul, bukan membantu, hanya numpang cuci tangan.

"Habis ini langsung pulang, kan, kita? Capek banget ternyata bikin kejutan begini."

Ayana tak menjawab, dia mengangguk pelan. Setelah membersihkan tangannya yang basah, Ayana mengambil tas di loker. Beberapa karyawan Sea Stars juga bergantian mengambil ransel.

"Itu apa, Yun?" Ayana tak sengaja melihat paperbag di loker Yuni saat berbalik hendak keluar pantry.

"Eh, anu. Ini buat Mas Ibra." Yuni mengerjab, merasa tertangkap basah.

"Ooh ...." Gumam Ayana sembari mengangguk. "Katanya kemarin gak usah kado, Yun? Ternyata ...."

Yuni meringis, "Maaf, Ya. Tiba-tiba aja semalam aku berubah pikiran. Kayak kurang pantes aja ultah nggak ada kado."

Ayana berdecap, "kan kita udah patungan beli kado."

"Ya ... Itu kan kado dari pegawai Sea Stars."

"Jadi ceritanya sambil modus, nih? Gitu aja susah bilangnya." Ayana tersenyum lebar, mengusap bahu Yuni. "Selamat berjuang, ya, Yun. Semoga Mas Ibra udah move on beneran dari Mbak Lusi."

Ayana keluar lebih dulu, tapi di depan pantry Pak Tem menghadangnya dengan menanyakan hasil cetak yang digarap malam ini. Mereka berbicara serius sesekali tertawa karena Ayana salah menjelaskan. Isi kepalanya mulai berisi bayangan kasur di kamar kosnya, jadinya dia agak ngelantur.

Sembari mendengarkan Pak Tem berbicara, sudut mata Ayana melirik Yuni yang malu-malu menyerahkan hadiah saat ruangan mulai sepi. Hanya tersisa Yuni, Mas Ibra, Pak Tem dan Ayana.

Setelah memberikan kado, Yuni keluar dengan setengah berlari. Sepertinya gadis itu masih grogi. Ayana tersenyum tipis lalu pamit pada Pak Tem, yang ternyata juga hendak pulang. Ayana mengangguk singkat pada bosnya.

"Duluan, Mas."

"Bisa kita bicara sebentar, Ay?"

Langkah Ayana terhenti, dia menatap bosnya dengan kening berkerut. "Ada apa ya, Mas?"

"Kita bicara di ruangan saya." Mas Ibra melangkah mendahului Ayana, seakan membimbing gadis itu untuk mengikutinya. "Pak Tem, nanti pintunya jangan dikunci dulu."

"Siap, Mas." Pak Tem berjalan santai meninggalkan Ayana yang masih membeku seakan meminta tolong. Lelaki itu bahkan tersenyum simpul sambil melambai. "Duluan ya, Ya."

Merasa tak ada lagi yang bisa membantu, Ayana segera menyusul Mas Ibra. Dia berlari kecil menaiki tangga, ingin secepatnya tiba dan selesai. Begitu pintu kaca ruangan Mas Ibra terpampang di matanya, Ayana mempercepat langkah.

"Boleh masuk, Mas?" Sapa Ayana seraya membuka pintu. Dari celah yang terbuka sedikit, dia dapat melihat Ibra yang  duduk di balik meja kerjanya tengah membuka kado dari Yuni.

"Duduk, Ay." Kedua matanya tak beralih dari seonggok kain digenggamannya.

"Ada apa, ya, Mas?" Ayana kian penasaran, ada hal penting apakah hingga membuat si bos menahannya selarut ini.

"Kamu nggak ngasih saya kado?"

Ayana tergemap, dia menatap si bos tanpa berkedip saking kagetnya. Jadi hanya karena kado?

Gadis itu menggeleng, "itu di belakang Mas Ibra, yang tadi dibawain Wahyu naik, kado dari anak-anak Sea Stars. Termasuk saya juga." Jelas Ayana

"Bukan, saya mau kado dari kamu sendiri. Bukan yang patungan."

"Mas Ibra matre banget. Tahu sendiri kan, ini belum waktunya gajian." Ayana bersungut, hilang sudah kesabarannya.

"Kalau gitu pas gajian bawakan saya kado."

Ayana menyipit menatap bosnya, walau tak senang ditagih, dia sungkan menolak. "Iya ...."

"Karena sudah gajian, nanti kadonya yang bagus."

"Iya." Iyain aja, pikir Ayana. Biar cepat beres. Dia benar-benar sudah lelah, ingin cepat tidur.

"Jangan dibelikan baju."

"Iya."

"Jangan dibelikan makanan."

"Iya."

"Atau kadonya diganti, kamu jadi pacar saya aja?"

"Iya."

Eh! Apa?

-o0o-

Next Chapter aku revisi, ya. Yang kemarin-kemarin kayak kurang sreg, aja.

Semoga suka versi yang sekarang.

16 Mei 2024
Vita

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top