Part 16
New Story
###
Part 16
###
Sesil tak tahu berapa lama perjalanan yang ditempuh mobil Cassie. Dengan ruang gerak amat sangat terbatas yang membuatnya susah bergerak meskipun hanya untuk merubah posisi, dan asupan oksigen yang semakin menipis membuatnya kesusahan untuk bernapas dengan normal. Sesil lebih banyak berusaha untuk hidup ketimbang menghitung berapa lama perjalanan yang sudah mereka lewatkan. Jam di tangannya pun tak banyak membantu karena udara gelap yang meliputi ruang sempit tersebut.
Satu jam, dua jam, atau mungkin tiga jam. Sesil tak tahu berapa lama lagi ia akan mendekam di dalam bagasi mobil ini seperti tikus. Berharap Cassie tak memergokinya atau ... Sesil tak ingin membayangkan apa yang akan wanita itu lakukan padanya jika ia ketahuan bersembunyi di dalam mobil untuk kabur dari Saga. Meskipun Cassie membencinya, wanita itu tetap berada di pihak Saga.
Tiba-tiba mobil melambat dan berhenti. Jantung Sesil berdegup kencang, menunggu dengan keringat bercucuran memenuhi wajahnya. Ia harus memastikan Cassie turun dan menjauhi mobilnya sebelum keluar dan mencari tahu di mana keberadaan mereka. Namun, tubuhnya membeku saat mendengar percakapan Cassie dengan sebelum pintu mobil terbuka.
"Hai, Dirga,"
'Apa Cassie mengenal Dirga?'
"Aku punya sesuatu yang menarik perhatianmu."
Kening Sesil berkerut. 'Apa Cassie hendak bertemu dengan Saga?'
Mendadak dunia Sesil berhenti. Pertanyaan liar yang mengaduk isi kepala dan memainkan prasangka buruk dalam hatinya membuat Sesil semakin kehabisan oksigen. Tidak. Dirga tidak
Sesil tak tahu kapan Cassie turun dari mobil dan berjalan mendekat untuk membuka pintu tersebut karena terlalu sibuk mencari jawaban dari pertanyaan yang muncul di saat tak tepat seperti ini. Pintu bagasi tiba-tiba terbuka, seringai jahat yang menghiasi kedua sudut bibir Cassie menyambutnya seperti kematian menggantung di atas kepalanya.
Wajah Sesil memucat. Ia tak punya waktu untuk memikirkan rencana selanjutnya jika tertangkap basah seperti ini. Yang ia tahu, meronta dan menjerit sekuat tenaga adalah satu-satunya pertahanan hidup yang bisa ia coba di saat terdesak seperti ini. Lalu tangannya ditarik dan tubuhnya diseret keluar dengan kasar oleh salah seorang pria yang baru ia sadari keberadaanya. Atau dua.
"Apa kau menikmati perjalanannya, Sesil?" Cassie tersenyum lagi dengan tatapan mengejek.
"Lepaskan!!" teriakan Sesil dengan kedua tangan dan kaki bergerak ke segala arah demi menyusahkan kedua pria yang mencekal kedua tangannya. "Lepaskan aku!!"
"Akhirnya, aku bisa melenyapkanmu dari hadapan Saga tanpa harus mengotori tanganku. Aku tak menyangka akan semudah ini menyingkirkanmu."
"Lepaskan aku. Aku mohon." Sesil tak tahu harus memohon pada kedua pria itu atau pada Cassie. Yang ia tahu, apa pun yang akan terjadi bukanlah hal yang baik.
"Bawa dia!" perintah Cassie dengan dingin di antara jeritan Sesil saat kedua pria itu menyeretnya menjauh dari hadapan Cassie. Pemberontakannya berakhir dengan seluruh tubuhnya yang terasa nyeri di beberapa bagian dan akan meninggalkan lebam di mana-mana.
***
Wanita iblis! Sesil membatin ketika dirinya dipaksa berdiri di antara kedua pengawal yang menyeretnya melewati lorong yang gelap masuk ke dalam ruangan dengan kaca gelap hampir di seluruh ruangan, tanpa sedikit pun belas kasihan dengan mulut tertutup lakban karena ia tak berhenti berteriak meminta tolong dan menyumpahi siapa saja yang terlibat dengan penculikannya. Ya, ia memang berniat kabur dari rumah Saga, dan rentetan kejadian ini berada di luar kehendaknya. Cassie memang berniat menculiknya.
"Percayalah, Sesil. Saat aku mati, hanya kaulah yang kukhawatirkan. Cassie tak pernah ramah pada wanita-wanita yang kutiduri. Minimal aku tak membuangmu ke tempat pelacuran dan membiarkanmu dinikmati beberapa pria hidung belang di saat yang bersamaan."
Sesil menelan ludahnya. "Apa semua wanitamu berakhir seperti itu?"
"Hmm, hanya beberapa yang cukup beruntung."
Sudut mata Sesil mulai basah mengingat kata-kata Saga waktu itu. Apakah situasi seperti ini yang dimaksud Saga? Tapi, bukankah Cassie menghubungi Dirga? Apakah Cassie akan menyerahkannya pada Dirga? Lalu, siapa pria itu?
Sesil mengamati pria dengan kemeja bermotif bunga-bunga berwarna-warna cerah dengan dua kancing teratas terbuka dan celana biru muda pendek yang senada. Penampilan yang mencolok di tempat suram dan gelap seperti klub malam. Sepertinya tempat ini memang tempart pelacuran yang dikatakan Saga. Dan mengingat keberadaan pria mencolok itu di tempat ini yang masih tertutup, pria itu pasti yang bertanggung jawab di tempat ini.
Bulu kuduh Sesil berdiri ketika pria itu memutar kepala dan mengamati tubuhnya dari atas sampai bawah dengan tatapan bosan lalu segera berpaling secepat mungkin pada Cassie yang duduk di sofa sebelahnya. "Jadi, selera Saga sudah berubah, ya?"
"Aku tahu tubuhnya tak sebagus pelacur-pelacurmu dan wajahnya tak cukup cantik untuk menarik pelanggan-pelangganmu. Tapi, mungkin dia bisa menambah sedikit uang sakumu."
Air mata Sesil jatuh. Apa Cassie melemparnya kepada mucikari yang akan menjual tubuhnya untuk para lelaki hidung belang?
"Mungkin sedikit polesan akan menaikkan harganya," pria itu mengibas tangannya tak masalah. "Aku akan mengurusnya."
"Atau mungkin kau bisa menyuruh pengawal-pengawalmu mencicipinya terlebih dahulu," bujuk Cassie dengan nada kepuasan yang terdengar begitu menggoda pria itu sekaligus mengejek Sesil.
Pria itu diam sesaat. Sekali lagi menatap Sesil.
"Dia perlu sedikit belajar bersikap baik untuk menyadari kekuasaanmu di sini. Saga sedikit kerepotan dengan sikap pembangkangnya, itulah kenapa sekarang dia membuangnya."
"Apakah dia seistimewa itu?"
Wajah Cassie berubah kaku. Ia benci dengan kata yang digunakan untuk Sesil meskipun tahu seberapa istimewanya wanita itu bagi Saga.
Pria itu mengangkat bahunya sekali sebagai bentuk permintamaafannya pada Cassie atas kata-katanya yang mungkin menyinggung wanita itu. Meskipun tidak ada ketulusan di sana. "Kau tahu, Saga tak pernah membuang waktunya untuk hal merepotkan. Apakah aku salah?"
"Terkadang kau membutuhkan sedikit variasi, bukan?. Dia memiliki wajah dan sifat yang sama jeleknya. Dan terlalu jual mahal tanpa tahu diri. Saga terbiasa mendapatkan apa pun dengan kesukarelaan wanita-wanitanya, sedikit pemberontakan akan menjadikannya hiburan."
Pria itu terkekeh menyetujui pernyataan Cassie. "Kalau begitu, apa yang membuat wanita itu sedikit spesial bagimu hingga kau menyempatkan waktu untuk datang kemari? Kau biasanya hanya mengirim pelacur-pelacur Saga lewat sopirmu."
Cassie mengembuskan napasnya sekali lalu memutar kepala ke arah Sesil dengan kepuasan tak terhingga. Maniknya yang berkilat jahat bertabrakan dengan mata basah Sesil. "Dirga akan datang untuk menyelamatkannya. Aku yakin. Tapi aku ingin pria itu terlambat datang dan berakhir dengan rasa jijik saat melihat tubuhnya yang sudah kotor."
Kali ini, air mata Sesil jatuh berhamburan dan tangisannya teredam lakban hingga erangannya menyakiti tenggorokan. Ia memberontak sekuat tenaga, tak peduli jika itu akan menghancurkan seluruh tulang dalam tubuhnya. Kemudian, kegelapan menyambutnya dengan sukacita.
***
Cassie melihat kerumunan di depan pintu utama dengan ketenangan yang terkendali. Saga pasti sudah mendengar kabar terbaru tentang Sesil saat melihat dua pengawal pria itu sudah babak belur di samping halaman ketika Cassie memarkir mobilnya tak jauh dari mobil Saga. Kedatangannya kini menarik perhatian Saga. Pria itu berhenti mengayunkan tinjunya pada samsak hidup yang berbaring di lantai dan memutar kepala menatapnya. Bukan pemandangan baru baginya melihat tatapan membakar Saga semerah kemeja putih pria itu yang berlumuran darah. Yang membuatnya sedikit bergidik adalah ketika tatapan itu tertuju padanya. Bercampur rasa tidak terima akan pengaruh Sesil bagi Saga hingga pria itu terusik sedalam ini.
Cassie mematikan mesin mobil dengan tatapannya yang masih melekat pada Saga. Kini pria itu berdiri dan melangkah mendekati mobilnya.
"Apa yang kukatakan tentang jangan ikut campur urusan pribadiku, Cassie?" Suara Saga sangat pelan, tapi nada tajam yang terselip di antara suaranya benar-benar mampu membuat Sesil membeku ketakutan.
Cassie turun dan menggenggam pintu mobilnya demi mengusir gemetar yang mendera jemari dan hampir merambat ke seluruh tubuhnya. Berusaha terlalu keras agar suaranya tak bergetar ketika menjawab, "Kau mempertahankannya sebagai alat untuk balas dendam pada Dirga, bukan? Dia yang mencoba kabur darimu dengan menyelinap di bagasi mobilku, jadi aku memberinya hukuman. Sekaligus membalaskan dendammu pada Dirga. Apa aku melakukan kesalahan? Atau kau memberikan perhatianmu terlalu banyak pada wanita itu sehingga kau mulai goyah pada tujuan awalmu, Saga?"
Saga mendorong Cassie menjauh ketika wanita itu berusaha menyentuhnya. "Di mana dia sekarang?" Saga tak ingin bertanya. Para pengawalnya bisa menemukan Sesil, tapi bertanya pada Cassie akan menghemat waktunya lebih banyak.
Cassie mengangkat tangan kiri melihat jarum di jam tangannya. Tersenyum dengan raut tak berdosanya ketika menjawab, "Aku khawatir kau akan melewatkan pertunjukannya saat kau sampai, Saga."
Saga mendorong tubuh Cassie hingga punggung wanita itu membentur pintu mobil dengan tangan di leher wanita itu. "Jauh lebih baik jika kau menghemat waktuku meskipun hanya stau detik, Cassie. Buatlah dirimu sedikit berguna."
Tatapan tajam Saga bukan hanya gertakan. Napas di tenggorokannya sudah mendekati macet total dengan kerasnya cengkeraman pria itu di lehernya. Dan saat Saga menekan lebih dalam, ia tahu kondisinya tak akan tertolong lagi jika tetap tak membuka mulutnya. "Ss ... Sam."
Saga menarik tangannya dan membiarkan Cassie terungkur ke lantai dengan keringat dingin membasahi wajah dan berusaha mencari udara sebanyak mungkin. Berbalik menuju mobilnya yang sudah dibuka oleh Jon.
***
"Sialan!" umpatan keras dan lenguh kesakitan membuat pria itu yang menggenggam rambut Sesil menyentakkan kepala Sesil hingga dahi wanita itu membentur kepala ranjang. Lalu kedua tangannya menahan darah merembes di bibirnya yang robek karena gigitan keras wanita itu saat ia berusaha menempelkan bibir mereka lebih dalam.
"Wanita ini benar-benar menyusahkan!" ujar pria satunya. Mulai kehilangan kesabaran. Seharusnya mereka tak perlu menunggu wanita itu tersadar dari pingsan untuk menikmati tubuhnya yang terlalu menarik di balik dress sedikit longgar itu. Dengan kasar, pria itu membalik tubuh Sesil dan menarik kain bagian depan dalam sekali sentakan.
Sesil menjerit dan berusaha menutup dadanya dengan kedua tangan. Namun, pria yang sudah ia lukai bibirnya kini mengambil alih kedua tangannya dan membantingnya berbaring di kasur. Kakinya sempat bergerak ke segala arah, tapi pemberontakannya berakhir sia-sia ketika pria yang lain menahan kedua kakinya.
"Aku mohon," mohonnya dengan air mata berurai di seluruh wajah. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri dengan keputus-asaan dan kepanikan yang semakin tak terkendali. Terisak dan berdoa dalam hati agar Saga menolongnya. Hanya Saga yang bisa membantunya keluar dari kengerian ini.
"Bukan sekarang saat yang tepat untuk memohon, Manis," ujar pria dengan napasnya yang berbau anyir darah. Kini pria itu menjatuhkan bibirnya di leher Sesil dan mulai menjelajahi kulit telanjangnya dengan bibirnya yang robek.
"Ternyata kau menyimpan aset tak ternilai di balik kainmu," sahut pria satunya yang menatap dada Sesil hanya tertutup oleh bra dengan rasa haus lalu tangannya mulai menarik ujung dress Sesil naik ke atas. "Kita lihat apa lagi yang kaumiliki, Seksi."
Sesil memejamkan mata dan menahan napas demi rasa jijik atas tangan-tangan kasar yang menggerayangi tubuhnya. Ia benci disentuh Saga, tapi disentuh tangan-tangan kotor ini membuat perutnya mual dan ingin muntah. Puncak keputus-asaanya meruncing ketika ujung jemari pria satunya menyentuh kain pakaian dalamnya.
Saga!!! Kumohon Saga!!! Tolong aku!!!
Mohonnya dengan pengharapan yang begitu tinggi. Ia tak sanggup membayangkan tubuhnya dijadikan pelampiasan nafsu bejat kedua pria itu seperti yang selalu Saga lakukan. Setidaknya Saga hanya menikmati tubuhnya seorang diri dan tak melemparnya pada pria mana pun. Atau setidaknya Saga tidak berbau busuk, menjijikkan, dan berwajah jelek seperti mereka.
Buughh ....
Bunyi pukulan benda tumpul menghantam sesuatu menyela di antara pengharapan Sesil lalu beban ribuan ton mendarat di atas tubuhnya dan membuatnya tak bisa bernapas.
"Siapa kau?" Suara terkejut pria satunya membebaskan cekalan di kedua kaki Sesil.
Buughh ... Sekali lagi bunyi keras dan erangan yang menyusul membuat mata Sesil tersadar dari kepanikan yang menenggelamkannya. Lalu, tubuh berat yang tak sadarkan diri diangkat dari tubuhnya dan ia mengambil napas dengan terengah.
"Aku datang." Dirga melempar kayu besar di tangan kanannya ke lantai.
"Di ... Dirga?" isak Sesil di antara kelegaan yang membuat napasnya tersengal.
Dirga meraih tubuh Sesil dan mendekap tubuh rapuh itu dalam dadanya. "Apa aku terlambat?"
Tangis Sesil semakin menjadi di antara gelengan kepalanya menjawab pertanyaan Dirga.
"Apa kau baik-baik saja?" Dirga menarik bahu Sesil menjauh dan menatap wajah wanita itu yang berantakan. Lalu, menyangkutkan lengan kain yang menggantung memilukan di lengan bawah wanita itu, melepas jaketnya dan memakaikannya pada Sesil menutup dress yang sudah tak berfungsi untuk menutupi kulit telanjang wanita itu.
Sesil mengangguk sekali. Ya, ia baik-baik saja akhirnya berhasil lolos dari situasi mengerikan itu. Tetapi, kemudian ia menggeleng keras mengingat kengerian yang baru saja ia alami. Ia merasa jijik pada setiap senti kulitnya yang meningalkan bekas sentuhan kedua pria itu. "Aku ... aku tidak baik-baik saja, Dirga," rintihnya kembali tenggelam dalam pelukan Dirga.
Butuh beberapa menit bagi Dirga untuk menenangkan Sesil sebelum keduanya berjalan bersamaan keluar dari kamar tidur itu. "Kita harus segera pergi dari tempat ini. Aku yakin Sam akan segera memergoki kita."
Tepukan tangan seseorang menyambutnya Dirga dan Sesil ketika mereka mengambil langkah kedua melewati ambang pintu kamar itu membuat keduanya berhenti terpaku.
"Sa ... Saga?" Wajah Sesil yang memerah oleh tangisan kini semakin memucat.
"Pertunjukan yang menarik." Saga menurunkan kedua tangannya lalu menarik kursi terdekat dan duduk dengan menyilangkan kedua kaki penuh kearogansian. "Atau awal perjuangan yang cukup mengharukan?"
Sesil menatap ngeri beberapa pengawal bertubuh besar yang berjajar di belakang Saga. 'Sekarang, apa yang akan Saga lakukan pada mereka berdua?'
Gumpalan ketakutan di tenggorokannyaterlalu besar untuk Sesil coba telan. Dan keberadaan Dirga tak membuat ketakutanitu berkurang sedikit pun.
***
Follow my ig / fb luisanazaffya
Thursday, 12 March 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top