; Ammisa Caritate
┼╌ׄ╌ׄ╌❛ ꦿ ꧉ Bluelock
°.┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈ °
│⸨⫹⫺.敵 Nagi Seishiro x Oc
│⸨⫹⫺.敵 by
│⸨⫹⫺.敵 Usagi -AURELIE
Menurutnya, menjadi beban keluarga tidaklah buruk. Maksudku ayolah, siapa yang tidak mau berleha-leha dirumah dan menikmati masa muda dengan makan, tidur dan bermain handphone seharian?
Makan? Tinggal ambil di dapur, uang? Minta saja pada orang tua, ketika istirahat pun tidak ada yang bisa menganggu karna ini memang sudah menjadi kegiatan sehari-hari.
Namun, siapa yang mengira hidup seorang gadis kurang tata krama ini tiba-tiba berubah 180° saat kedua orang tuanya mengabarkan bahwa ada laki-laki yang berminat melamarnya.
Terkejut? Tentu. Seumur-umur dia pikir perjodohan hanya ada di cerita novel ataupun film romantis. Sampai suatu hari dia sendiri yang mengalami pengalaman tak terduga dan harus membuatnya mau tak mau mengiyakan keinginan pertama dan terakhir dari dua orang tersayang yang selama ini ia repotkan.
"Untuk kali ini saja, tolong kerja samanya ya, nak."
Mendengar sang ayah sudah berbicara begitu, mana sanggup dirinya sebagai anak menyusahkan ini menolak? Setidaknya dengan begini, satu beban yang selalu ia taruh pada kedua orang tuanya akan terangkat.
Tapi ternyata plot twist yang hadir di hidupnya tidak berhenti disitu.
Berangan-angan bahwa laki-laki yang dijodohkan dengannya adalah laki-laki normal yang tidak memiliki kelakuan aneh, kemunculan wajah yang sudah sangat familiar di ingatannya dan salah satu yang sangat ia hindari justru kini berdiri di sampingnya dengan cincin emas di genggaman.
Meneguk ludah kasar, sang mempelai wanita berdiri dengan tak nyaman saat laki-laki yang kini berhadapan dengannya memasang cincin yang menjadi saksi bisu atas pernikahan paksa mereka.
Melirik cincin yang kini menempel erat di jari manis, pandangannya kemudian tertuju pada iris kelabu sang empunya. Rambut putih serta tinggi badan diatas rata-rata, dan ekspresi malas yang tak lain dan tak bukan milik Nagi Seishiro, membuatnya tanpa sadar mengeluarkan kata kasar dalam bisikan.
"Ahh... Bangsat."
✧・゚: *✧・゚:*
Analeia, atau yang sudah biasa dipanggil Anne oleh orang-orang terdekatnya kini menjadi pemeran utama wanita serta istri dari seorang pemeran utama laki-laki, Nagi Seishiro.
Ini tentang kisah mereka berdua yang sudah dimulai di jenjang bangku SMA. Namun karena hubungan keduanya yang kurang harmonis, kedua insan yang memiliki personality saling bertabrakan dan beranggapan bahwa mereka membenci satu sama lain tak menyadari bahwa benang merah sudah mengikat takdir keduanya.
Pintu kamar dibuka secara paksa, menimbulkan gema tak mengenakan pada indra pendengaran dan sekaligus membuat seseorang yang tengah bersantai di kasur melirik malas ke asal suara dimana sang gadis memakai piyama berdiri di daun pintu dengan ekspresi tak mengenakan.
"Hei bedebah! Sudah ku bilang berapa kali untuk taruh pakaian kotor mu di mesin cuci! Minimal bantu-bantu dikit!"
Omelan yang sudah tidak asing di telinga Nagi hanya dibalas deheman pelan oleh si lawan bicara. Terlalu malas meladeni amukan Anne, Nagi memilih untuk memutar tubuh dan membelakangi sang gadis yang masih berdiri di tempat yang sama.
Dan tentunya emosi Anne semakin terpancing oleh sikap sembrono orang di depannya.
"Anak bangsat..."
Setelah terdiam cukup lama, akhirnya Nagi melirik Anne dengan handphone yang masih setia menempel di kedua tangan.
"Ya, nanti."
Satu baju kotor melayang kearah si pemuda dan tepat mengenai wajah Nagi yang masih tertidur di kasur. Membuatnya berhenti sejenak dan mengangkat baju miliknya yang ia tinggalkan di ruang tamu tadi pagi.
"Cepat rapihkan baju kotor menjijikkan mu itu atau kau tidur diluar malam ini!"
Gebrakan pintu di mana Anne menutup pintu kamar dengan kasar pun masih tak di gubris oleh Nagi. Masalahnya dia juga sudah terbiasa.
Pernikahan mendadak yang sudah berjalan dua bulan dimana kau harus akur dengan orang paling sulit dimengerti dalam hidupmu tidaklah mudah bagi Nagi. Dan dia pun sebenarnya mewajari sikap Anne, lagipula gadis itu memang sangat mudah terbawa emosi ketika berbicara dengan Nagi. Karena saat mereka di bangku sekolah pun keadaannya tak beda jauh.
Terdiam menatap langit-langit dan terlarut dalam perasaan yang tidak bisa dijelaskan dimana Nagi untuk pertama kali dalam hidupnya bisa merasakan yang namanya nyaman dengan seseorang, helaan nafas panjang terdengar.
Tapi apa yang dia harapkan dari Anne? Gadis itu masih melihatnya sebagai orang yang harus dihindari, sekalipun Nagi sudah mencoba sebisanya untuk merubah sedikit demi sedikit sikapnya pada Anne. Tapi nyatanya memang tidak semudah itu.
Lalu jika keadaan terus begini, apa gunanya ia sampai meminta bantuan Reo untuk mempertemukannya kembali dengan Anne dan bahkan nekat memaksa Reo untuk membujuk orang tua Anne untuk menerima perjodohan ini?
Decakan tak suka lolos dari mulut sang pemuda, handphone ia taruh di meja sebelum memaksakan diri untuk bangkit dari kasur dan keluar dari kamar sebelum mencari Anne di ruang tamu.
Melihat gadis yang ia cari sedang duduk di sofa seorang diri, Nagi menatapnya dalam diam sebelum melangkah menghampiri Anne dan berdiri di belakang gadis itu.
Mulut terbuka untuk mengatakan sesuatu, tak sengaja pandangannya tertuju pada handphone sang gadis yang membuatnya menutup mulut kembali untuk diam-diam melihat apa yang Anne lakukan.
Iris mata sedikit menyipit, kerutan di dahi tercetak jelas saat tatapan Nagi terpaku pada salah dua kata di kolom pesan.
"Ayo bertemu."
Singkat memang, tapi kenapa perasaanya jadi tidak enak seperti ini? Disebut perasaan macam apa yang mengganjal di dadanya dan mampu membuat Nagi mengepalkan tangan erat-erat?
Anne yang sudah selesai mengirim pesan terakhir pada kenalannya, berdiri dari sofa dan berbalik berniat melakukan pekerjaan rumah yang lain. Sampai pandangannya tak sengaja bertemu dengan Nagi yang masih setia berdiri di belakang dan tentu membuat sang gadis terkejut bukan main.
"Aaaahhh! Kau ngapain diam disitu!?"
Mengambil satu langkah mundur, Anne mengelus dadanya pelan untuk menenangkan detak jantung yang sempat berhenti tadi.
"Kau... Ingin pergi dengan siapa?"
Pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir Nagi, bahkan sebelum dirinya sendiri sadar dan membuat si lawan bicara sempat heran. Sejak kapan Nagi perduli?
Tidak, bukankah dari awal mereka seharusnya tidak saling perduli?
"Kenalan SMP, aku tidak akan pulang terlalu malam."
Entah kenapa, sedikit rasa lega di dada Nagi membuat tatapannya sedikit melembut. Dengan anggukan lemah, dia membiarkan Anne untuk bersenang-senang.
Lagipula, jika Anne berkeliaran di luar sana tanpa Nagi sekalipun, orang-orang seharusnya sudah mengetahui fakta bahwa Analeia hanya miliknya seorang—
Tunggu, apa yang dia pikirkan?
Tidak tidak, dia tidak boleh terlihat seperti pasangan posesif. 'Kendalikan dirimu, Nagi.'
Tapi sayangnya, kepercayaan Nagi pada Anne mulai padam kala iris matanya terus-menerus melirik kearah jam dinding dan pintu rumah. Menunggu dan berharap gadisnya agar cepat pulang.
8 jam sudah berlalu saat terakhir kali Nagi melihat Anne pergi meninggalkan rumah, awalnya dia tidak ingin berpikir macam-macam dan tetap bermain game di ponselnya seperti biasa.
Namun ternyata pikiran tentang Anne terlalu mendominasi hingga mampu membuat Nagi kehilangan konsentrasi dalam hal apapun.
Kaki menepuk-nepuk lantai dengan tak nyaman, Nagi mengusap wajahnya kasar. Sialan, ternyata perasaan khawatir sangat tidak mengenakan.
Saat jam menunjukkan pukul 12 malam dan saat itulah pintu rumah terbuka menampilkan Anne yang baru pulang dengan penampilan yang langsung menarik perhatian Nagi.
Buru-buru bangkit dari sofa, Nagi menghampiri Anne dan berdiri di hadapan sang gadis dengan tatapan yang masih tertuju pada bibir Anne.
Kenapa... Lipstick di bibirnya sedikit berantakan?
Keheningan yang menyelimuti akhirnya terpecah oleh suara Anne.
"Kenapa melihat ku begitu? Aku sedang tidak mau mencari masalah."
Tak memperdulikan perkataan Anne, tangan Nagi terulur dimana dia menangkup wajah Anne dengan satu tangan dan mengusap bibir bawah sang kekasih menggunakan ibu jari.
Brengsek, apa saja yang gadis ini lakukan diluar sana? Hanya karena Nagi mengijinkan dia bersenang-senang, gadis ini malah berbuat seenaknya?
"Kau... Siapa yang merusak lipstick di bibirmu..."
Satu alis terangkat oleh perkataan Nagi, pandangan Anne menurun kala mencoba mengingat alasannya.
"Oh, ini bekas makan tadi. Aku lupa bawa sapu tangan, jadi-"
Perkataan terpotong saat Nagi mengangkat tubuh Anne dan menaruhnya di pundak seolah menggendong karung beras, ekspresi terkejut dan tangan yang reflek memegang baju Nagi membuat Anne bingung bukan main.
Dan untuk yang kesekian kali, perasaan aneh apa yang kini menjalar di seluruh tubuh pria jangkung ini? Kenapa dadanya terasa panas saat membayangkan Anne di pegang oleh orang lain?
Cemburu?
Ah, iya... Jadi ini yang dinamakan cemburu. Sangat menyebalkan.
Tanpa membuang waktu, Nagi berjalan kearah kamar tidur mereka sambil membawa Anne di pundaknya dan membiarkan Anne terus melawan meski itu sia-sia.
"Mesum brengsek! Berhenti meremas bokong ku!"
Bangsat. Bangsat. Bangsat.
Kenapa dadanya semakin terasa panas? Bahkan kali ini sampai membuat Nagi tak bisa berpikir jernih.
Sesampainya di kamar, dia melempar tubuh Anne ke kasur dan mengunci pintu sebelum melepas baju yang dipakai. Menampilkan dada bidang dan otot-otot perut yang tercetak jelas berkat latihan sepak bola yang ia jalani.
Tanpa memberi Anne waktu untuk berbicara, dia segera menindih tubuh Anne dikasur dengan kedua tangan di sisi kepala sang gadis. Tak lupa mengamankan posisi agar Anne tak bisa lari dengan meletakkan lutut kanannya diantara kaki jejang milik Anne.
"Aku memberi mu izin pergi keluar bukan berarti kau bisa berbuat seenaknya." Menurunkan kepala sedikit hingga mulutnya tepat berada di telinga Anne, deru nafas Nagi berhasil membuat Anne mengigil geli.
"Karna kau sudah membuat ku khawatir, kau harus menerima konsekuensi dariku, Analeia."
Nafas tercekat saat tangan kekar Nagi melingkari leher kecilnya, satu tangannya yang lain menyelinap masuk kedalam dress yang masih menempel di tubuh Anne. Meraba setiap inci dari perut hingga bagian bawah payudara.
"Tung-"
Tak ingin lagi mendengar ocehan Anne, Nagi membungkam mulutnya menggunakan lidah yang secara paksa masuk kedalam mulut milik Anne dan merampas pasokan oksigen dengan cepat. Sampai dimana lenguhan yang teredam bibir Nagi sukses memasuki indra pendengarannya.
Melepas ciuman dengan paksa dan menatap wajah Anne yang sudah memerah dengan nafas yang terengah-engah, satu tangan Nagi kali ini meraih pengait bra yang tersambung di punggung sang gadis. Hanya menggunakan dua jari, Nagi berhasil melepas bra Anne sepenuhnya dan melempar pembatas yang menurutnya tidak diperlukan itu ke lantai.
Tak membiarkan Anne bernapas lega, dia kembali menempelkan bibirnya dengan kasar dan lagi-lagi membungkam sang gadis untuk protes. Ketika lidah keduanya masih terhubung dalam ciuman mesra, perlahan namun pasti, Nagi melepas dress yang Anne kenakan dan dengan mudah melempar ke sembarang arah. Menyisakan Anne yang kini tak mengenakan apapun di tubuh bagian atasnya dan hanya celana dalam yang tersisa.
Ciuman dilepas, benang saliva terhubung di antara mulut mereka. Dan seolah belum puas, ia bergerak kebawah di mana kini mulutnya sibuk menggigit leher Anne dan dengan sengaja meninggalkan beberapa Hickey disana.
Sensasi menggelitik namun anehnya juga terasa candu menjalar di tubuh Anne ketika Nagi mencium dan mengigit lehernya yang kini tak lagi mulus dan membuat sang empunya mengerang pelan. Reflek, Anne menggunakan satu tangannya untuk menutup mulut dan menahan sebisa mungkin lenguhan ataupun desahan yang sudah berada diambang batas.
Seolah bisa membaca pikiran Anne, Nagi berhenti untuk sesaat hanya untuk menjauhkan tangan Anne dari mulutnya kemudian berbisik.
"Jangan menutup mulutmu. Jika seseorang diluar sana mendengar suara mu, aku ingin mereka tau bahwa yang membuat mu berteriak malam ini adalah aku."
Tak mampu lagi menahan diri, dengan satu tangan Nagi melepas sabuk yang melingkar di pinggangnya sebelum menarik turun celana yang dia kenakan dan tanpa ragu menampilkan kemaluan miliknya yang sudah berdiri tegak.
"Kau yang membuat ku seperti ini, jadi jangan salahkan aku jika kau tidak bisa jalan besok."
Dikendalikan oleh nafsu, Nagi merobek paksa celana dalam sang gadis dan kini tak ada sehelai benang pun yang tersisa di tubuhnya.
Sungguh, kenapa selama ini dia tidak menyadari tubuh Anne ternyata sangat indah? Lekukan sempurna di tempat yang tepat, kulit mulus tanpa luka sedikitpun serta payudara yang memiliki ukuran pas di tangannya. Benar-benar sengaja membuat laki-laki ini gila.
Wajah memerah malu, Anne menutup mata rapat-rapat hanya untuk membukanya kembali saat Nagi mencengkram lehernya lagi, namun kali ini lebih kuat.
"Tetap buka mata mu." Perkataan tergantung di udara, kalimat selanjutnya yang Nagi ucapkan tertuju pada telinga Anne.
"I want you to look at me when I'm fucking you."
Dengan satu dorongan kuat, Nagi memasukan seluruh miliknya kedalam rongga surgawi milik Anne tanpa memperdulikan reaksi sang gadis.
Batang kemaluan yang benar-benar memenuhi lubang hangatnya mampu membuat Anne meringis bahkan kedua tangannya menggenggam pundak Nagi kuat-kuat sebagai pelampiasan.
"Shit... You're so fucking tight..."
Enggan memberi jeda, tangan Nagi pindah pada pinggul Anne dan mengangkatnya sedikit untuk mendapat posisi yang lebih baik sebelum dia bergerak tanpa memberi waktu pada Anne untuk terbiasa dengan ukuran kemaluannya yang memang bisa dibilang terlalu besar.
Rasa sakit yang juga dibalut rasa nikmat yang tak terkira mengeluarkan erangan dan desahan yang menggema di ruangan.
"A-ahh! Kau... Brengsek- nnghhhh!"
Ketika Anne mampu merasakan ujung kejantanan itu akhirnya menyentuh titik nikmat yang terlalu dalam, saat itu juga rasa ngilu ikut hadir dan membuat kedua kaki Anne mulai gemetar karena seluruh batang kerasnya berhasil menumbuk secara kasar tanpa ampun.
Sisa-sisa oksigen di dadanya terasa menghilang entah kemana. Tubuh yang awalnya menolak lama-kelamaan mulai pasrah bahkan sesekali bergerak mengikuti ritme yang diberikan Nagi.
Pinggul terus bergerak tanpa henti, tatapan Nagi terus tertuju pada Anne di bawahnya. Menyadari mata sayu yang mulai terlihat menikmati apa yang terjadi antar mereka, Nagi menyeringai tipis.
"You like this don't you, watching me wracking your pussy without mercy?"
Tak mampu membalas karena mulutnya terlalu sibuk mendesah, tangan Anne pindah mencengkram seprai kasur sekuat mungkin sedangkan kakinya mulai terangkat sedikit.
Dan jika bukan karena bantal yang menumpuk di belakang Anne, mungkin kini tubuhnya sudah menempel ke tembok karena hantaman keras yang terus diberikan Nagi.
Dibutakan oleh napsu dan cemburu, tangan kanan Nagi terulur untuk meremas payudara Anne bahkan mencubit putingnya yang sudah menonjol hanya menggunakan dua jari.
Deru nafas mulai memberat, Nagi bisa merasakan nagi melepas payudara Anne dan kini menarik salah satu kaki Anne dan menaruhnya di pundak hanya untuk memperdalam hentakan yang kini terasa semakin nikmat.
Memastikan Anne terus menatapnya, Nagi menggeram pelan sebelum dia berbicara dengan erangan pelan yang membuat suaranya sedikit serak dan berbicara pada setiap hentakan.
"You." —thrust— "Are." —thrust— "My." —thrust— "Wife."
Akal sehat Anne mulai sirna saat Nagi mempercepat tempo gerakannya dan meremas payudara Anne secara bersamaan.
"I'm the only one who gets to see you like this. You're my wife, my possession, mine."
Tak mampu lagi bisa menahan segala kenikmatan yang Nagi berikan, Anne akhirnya mencapai puncak kenikmatan dimana ia mengalami squirting hingga pinggulnya mulai mulai melengkung diikuti oleh teriakan nikmat.
Begitu juga dengan Nagi. Merasakan Anne mulai menjepit kemaluannya, dia menggeram pelan sebelum akhirnya mencapai klimaks dan melepas cairan kental berwarna putih tepat memenuhi rahim.
Saat pandangan sang gadis mulai kabur, tubuhnya gemetar hebat di kasur dan saat itulah Nagi melepas cengkeramannya pada pinggul Anne dan membiarkan tubuh mungil itu jatuh ke kasur.
Mengira semuanya sudah selesai, pikiran itu sirna di pikiran Anne saat Nagi tak beranjak dari posisi dan malah mendekatkan wajahnya ke leher sang gadis sebelum berbisik seduktif.
Sepertinya ini akan menjadi malam yang panjang dan salah satu yang tidak akan terlupakan bagi Anne. Salahkan tubuhnya yang terlalu nikmat sampai membuat candu untuk Nagi Seishiro.
"As long as you can still walk, we're not done yet, pet."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top