Chapter 2.1
Naruto menatap pada dinding yang terhias dengan dekorasi mewah, tak ada senyum atau ekspresi berarti di wajahnya. Ia tampak tak peduli, menaruh jarak bak antisosial, meskipun Madam Hong sudah berulang kali memperingatinya untuk bersikap ramah. Ia tetap tidak berubah.
Tiga tahun sudah Naruto bekerja pada rumah bordil ini. Tubuhnya terekspos, dengan paha dan pundak yang terumbar untuk memanjakan mata para tamu. Helaian pirang terlihat kaku dengan bantuan spray agar diam di tempat membingkai wajah manisnya.
Ia malas menengok, menghitung jumlah waktu yang tersisa sebelum ia bisa kembali ke rumah dan berangkat menengok ibunya. Ia bahkan tak peduli alasan Madam Hong mengumpulkan mereka semua ke ruang khusus tersebut. Desas-desus mengatakan tamu istimewa datang dari luar negeri dan membutuhkan belaian pelayan di rumah bordir ini.
Naruto masih menghitung hingga angka dua ratusan ketika seseorang datang dari pintu masuk bersama Madam Hong. Semua terdiam dan memasang diri mereka agar meninggalkan impresi bagi calon klien rumah bordil ini.
Langkah kaki terdengar, namun Naruto masih menatap dinding. Tidak ingin peduli, tidak ingin melihat, tidak ingin berbuat banyak.
Jatahnya untuk bulan ini sudah terpenuhi. Cukup untuk membayar biaya rumah sakit dan kehidupan sehari-hari juga memenuhi kuota yang distandarkan Madam Hong. Akan lebih baik jika klien istimewa ini melewatkannya, rasa sakit dari tamu kemarin malam masih membuat badannya nyeri.
Naruto masih menghitung ketika ia sadar seseorang baru saja berhenti tepat di depannya. Mata biru bertatapan langsung dengan dada bidang berbalut kemeja putih. Dehaman dari Madam Hong memaksanya mendongak.
Ia terdiam setengah terkejut menatap orang yang tengah menatap ke bawah padanya.
Jantung Naruto sempat berdesir.
Debar yang lama mati, perasaan yang telah terkubur, sekilas seakan hidup kembali tatkala ia menatap wajah yang mirip. Sedikit membuatnya mengenang orang yang dikenalnya.
Dada bidang berkemeja putih itu terbalut oleh jas yang tampak mahal dengan kualitas bahan terbaik. Sapu tangan saku berwarna marun tersemat di dada kirinya. Setelan yang tampak dibuat khusus mengikuti postur tubuh sang pemilik.
Wajah itu, untuk sekilas menyerupai Sasuke. Tampan, dengan aura aristokrat yang kental. Ada sesuatu yang berbahaya dari bagaimana ia memandang yang lain dan bagaimana ia membawa diri.
Rambut hitam panjang yang terikat pendek, kulit yang putih dengan hidung mancung, bibir merah bergaris hitam yang tegas. Serta mata sehitam langit malam.
Yang paling membuat Naruto berdebar adalah aroma feromon orang tersebut. Dia tidak malu sama sekali mengumbarkan harumnya di antara para pelacur di rumah bordil, berbanding dengan penampilan elegannya yang bagai kaisar.
Feromon yang tercium dingin, tak bisa ditutupi oleh parfum mahal yang dia kenakan.
Tubuhnya tampak sekali menyatakan bahwa dirinya adalah alpha. Maskulin dan penuh dominasi.
Hati Naruto berdenyut tatkala mata hitam itu berserobok pandang dengannya.
Desir yang ia ketahui sebagai insting omega yang tertarik pada calon alpha mereka. Naruto sudah tak dapat memiliki hak istimewa tersebut. Ia sudah membuang sesuatu yang disebut sebagai perasaan hasrat.
Ia hanya menunduk. Cukup sudah beberapa detik menatap keangkuhan dan kekuatan dari pancaran manik hitam itu.
Tapi, sepertinya seseorang tak setuju dengan Naruto. Jari dingin mengusap bekas merah yang tersisa dari pekerjaannya kemarin malam. Kulit di leher terasa bagai tersengat.
Entah rasa malu dari mana yang menghantui Naruto. Ia memerah tanpa dapat dikendalikan.
Malu pada alpha yang mengetahui bahwa ia sudah menjajakan tubuhnya pada yang lain.
Pria itu memandang Naruto lebih lekat, tangan dinginnya masih menyentuh area leher yang terekspos.
Naruto tak mau menghirup napas dalam, takut tidak bisa mengendalikan insting omega yang terpancing oleh aroma feromon alpha sekuat ini.
"Dia," pria itu berucap dengan nada yang tenang, namun suaranya membuat para omega di sana seakan meleleh.
Naruto terkejut. Ia ingin menolak, namun Madam Hong lebih dulu berdiri di samping sang tamu dengan senyum yang puas.
"Kiyu adalah pilihan yang bagus, tuan."
Naruto menelan ludah, mendengar nama di dunia gelapnya disebut oleh Madam Hong. Ia merasa tamu kali ini jauh lebih sadistik dari yang biasa ia layani.
Ia tidak bisa melakukan ini. Ia tak mau menemui ibunya dengan kondisi rusak seperti dulu. Ia tak mau wanita tuanya mengamuk ke rumah bordil dan mendapatkan pukulan mental lagi.
"Aku," belum Naruto selesai bicara, tamu istimewa tersebut memotong ucapannya.
"Berapa?"
Madam Hong memberi isyarat agar Naruto diam. Meski tampak baik, namun Madam Hong tetaplah pemilik rumah bordil ini. Bisnis tetap bisnis.
Naruto menunduk kembali. Tak bisa melawan jika ia tidak ingin kehilangan kebebasannya. Teringat akan faktor yang tertulis saat ia menyetujui memasuki rumah bordil ini.
Madam Hong membuka mulut untuk mulai bertransaksi, "Bagaimana jika kita membicarakannya di ruang kerjaku. Apa anda ingin menyewanya untuk satu malam atau lebih?"
"Tidak."
"Ah, tidak?" suara Madam Hong sama bingungnya dengan ekspresi di wajah Naruto.
Pria itu lantas kembali menatap Naruto. Jarinya mengusap leher dengan pelan. Dengan nada yang pasti dia memutuskan untuk omega blonde ini, "Kemasi semua barangmu."
Mata hitam mendelik ke samping, barulah Naruto sadari ada sosok lain yang mengikuti. Namun, dia tidak memiliki aroma apapun. Baik parfum atau feromon, membuat kehadirannya tak terdeteksi.
Pria berambut abu-abu kebiruan dengan gaya yang mencuat ke atas, sangat kontras dengan pakaian formal yang dikenakan. Dia melangkah, melebarkan senyum yang tampak seolah giginya penuh dengan taring.
Naruto ingin mundur, terintimidasi dengan penampilan orang baru tersebut. Tetapi, jemari di lehernya mengusap kembali. Aroma dingin mint menyerbak di penciuman Naruto. Membuatnya mendongak terkejut.
Wajah tampan dari alpha maskulin tersebut tampak lebih rileks. "Dia adalah rekanku, kau tak perlu khawatir."
Naruto pun mencari penjelasan, ia mengarahkan pandangan pada Madam Hong. Melihat wanita cantik itu mengangguk sebagai konfirmasi. Sebagai pengaman bahwa klien mereka sudah melalui tahap penyaringan. Semua akan baik-baik saja.
Ia mengedipkan mata biru dan menelan ludah, terpaksa mengikuti kemauan dari klien khusus mereka.
Kebebasannya sudah ia jual di sini. Naruto tidak berhak ikut campur dalam negosiasi yang akan dilakukan Madam Hong dengan alpha tersebut.
Mata dari penghuni rumah bordil di sekitarnya penuh dengan penasaran. Mereka memandang dan menantikan gosip untuk diceritakan saat senggang.
Naruto kembali ke ruang gantinya. Mengambil barang yang dibawanya kemari.
Bukan pertama kali Naruto harus melayani klien di luar rumah bordil ini. Terkadang tamu yang spesial memiliki selera yang khusus. Mereka tak mau bergumul di tempat yang juga pernah ditiduri oleh orang lain. Atau di tempat yang mereka anggap rendahan (meski mereka sendiri menghabiskan uang demi pelayanan dari para rendahan ini).
Pria berambut abu-abu mencuat sudah menunggunya saat ia keluar dari kamar ganti. Dia mengambil tas kecil yang digenggam Naruto, lalu berjalan tanpa menunggu sang omega berucap apapun. Langkahnya cepat, bagai seorang yang sedang diburu misi.
Rumah bordil mewah tersebut memiliki parkiran bawah tanah serta sekuriti yang ketat.
Naruto mengangguk pada salah satu yang menunggu di dekat lift menuju lantai paling bawah. Keduanya terus berjalan, melewati beberapa mobil lain milik klien lain yang ada di sini.
Pada blok 7 akhirnya Naruto dan pria mengerikan itu berhenti.
Sebuah mobil hitam yang mengkilap menyambut mereka. Seorang yang sama berpakaian formal keluar dari bagian pengemudi. Dia memberi salut main-main pada pria berambut abu-abu tersebut.
Naruto mendengar mereka berdua berbisik sesuatu, kemudian pria mengerikan itu menaruh tas Naruto ke dalam mobil. Ia juga menatap pemuda blonde itu seakan bertanya kenapa dia belum masuk.
Menelan ludah kembali, Naruto mengambil langkah ragu memasuki mobil mewah tersebut. Ia seperti kembali ke saat pertama melakukan bisnis gelap ini. Berdegup takut dan cemas.
Karena terlalu gelisah Naruto sampai tidak berani menatap interior mobil tersebut. Ia justru memandang kepalan tangan yang mengerat.
Mencoba menghilangkan fokusnya agar tak terpusat pada apa yang akan terjadi jika tamu istimewa itu datang. Naruto lebih memilih memikirkan bagaimana kondisi ibunya di rumah sakit. Apa perawat Kimi membawakan makanan favoritnya atau tidak?
Bulan ini keuangan Naruto tidak buruk, ia bisa membelikan beberapa benang wol dengan warna-warna berbeda. Hobi ibunya selama beberapa bulan terakhir adalah merajut. Dokter pun memberi persetujuan bahwa kegiatan tersebut memberikan rangsangan positif untuk kondisi psikologisnya.
Pemikiran yang membuat Naruto tenang pun terhenti saat pintu di sampingnya terbuka. Pria alpha tersebut masuk ke dalam mobil dan mengambil duduk di sampingnya.
Harum mint kembali menyelimuti indra penciuman Naruto.
Dalam sekejap mobil mereka sudah berjalan menjauhi area parkir.
Pria itu tak mengatakan mereka akan ke mana atau apa yang terjadi di kantor Madam Hong. Naruto pun tak berani bertanya. Ia tak ingin ketenangan yang sempat didapatkan dari berpikir mengenai ibunya, menghilang begitu saja karena rasa takut.
Naruto melirik ke jendela di sampingnya. Melihat lalu lalang kendaraan lain yang menjauhi area distrik merah, menuju pinggiran kota. Dalam beberapa jam mobil yang ia kendarai menuju pusat kota C, di mana kehidupan di sana jauh lebih glamor dari area distrik merah di perbatasan kota D.
Tidak ada kata yang keluar dari pria di samping Naruto. Hanya suara percakapan samar dari area pengemudi yang mampu didengar meski ada sebuah penyekat yang menghalangi mereka.
Gedung-gedung bertingkat tinggi. Rumah dengan arsitektur yang modern dan elegan. Pepohonan yang membuat jalanan kota seakan sebuah taman indah.
Kota C merupakan salah satu tempat yang tidak ingin Naruto ingat. Ia mengejar mimpinya kemari. Di mana kehidupannya dihancurkan pula di sini.
Naruto merasakan tatapan tertuju padanya, ia ikut mendelik pada alpha yang ternyata tengah mengawasi gerak-geriknya.
Alpha itu menjulurkan tangan. Seakan ingin menyentuh Naruto.
Sedangkan ia menahan diri, memperingati dalam hati bahwa ini tugasnya. Ini pekerjaan yang ia pilih. Dengan menegaskan hati, Naruto menggeser diri.
Menempelkan wajahnya pada tangan yang terulur.
Alpha sering menyukai gestur ini. Ketika omega bersikap manja dan menatap dengan ketenangan.
Naruto melakukannya seperti yang biasa ia lakukan ketika bekerja.
Namun, seketika tangan sang pria menegang. Tak mengepal atau mengelus Naruto seperti yang ia pikirkan.
Alpha itu menarik tangannya lalu mengusapkan pada puncak kepala Naruto. Harum mint dari feromon pria tersebut tertinggal di tiap sentuhannya. Begitu posesif sekaligus agresif.
Semua terjadi dalam beberapa detik saja.
Setelahnya dia kembali menaruh jarak di antara mereka. Kembali menatap jendela dan melupakan kehadiran Naruto di sampingnya.
Naruto sendiri tampak blank. Tidak menyangka interaksi mereka hanya sekadar pertukaran feromon dan sentuhan kecil.
Ia meneguk ludah dan mengikuti sang pria menuju posisi semula. Menatap sisi jendelanya untuk menunggu mereka sampai ke tempat yang diinginkan alpha tersebut.
Rasa takut, kecewa, dan penyesalan akibat kenangan buruk pada kota C menghilang setelah momen beberapa detik barusan.
Perjalanan mereka tampak berakhir ketika mobil tersebut sampai pada gerbang dari komunitas vila Borjuis.
Entah apa yang si pengemudi katakan pada penjaga gerbang, kemudian mereka kembali melaju.
Naruto diam di kursinya. Menatap takjub dan penasaran pada area yang mereka masuki. Perumahan dengan gedung yang bak klasikal Eropa berjejer di sepanjang jalan. Tak banyak orang di sana, bahkan kenderaan lain tidak Naruto lihat sama sekali.
Mobil mereka terhenti di depan gerbang dari sebuah rumah dengan halaman yang luas.
Secara otomatis gerbang tersebut terbuka dan membiarkan mobil mereka masuk.
Perasaan gugup itu kembali merasuki Naruto. Ekspektasi horor merayap ke dalam pikirannya.
Ketika mobil berhenti dan pria itu keluar, Naruto mau tak mau harus mengikutinya menuju rumah tersebut. Ia begitu gugup hingga tak menyadari kapan mobil tersebut pergi.
Jantungnya berdegup cepat, apalagi teringat dengan klien kemarin malam yang bertindak tidak mengenakan. Meninggalkan impresi buruk di pikiran Naruto tiap kali ada tamu khusus yang memintanya melayani di luar ruangan rumah bordil mereka.
Pria itu berjalan memasuki rumah tersebut, begitu megah dengan ruang tamu yang luas dan interior yang modern.
Ia bersikap bagai robot ketika pria itu memintanya duduk di sofa yang tampak empuk di ruang tamu.
"Apa kau ingin minum sesuatu?"
Naruto terkejut dengan sikap pria itu yang menganggapnya bagai tamu bukan pelayan hasrat seksual.
Ia tidak terbiasa dengan perlakuan seperti ini.
Aneh.
Ia tidak suka menghadapi sesuatu yang berbeda secara mendadak, hal tersebut membuat instingnya bergejolak tak menentu.
Memberanikan diri, Naruto harus memulai inisiatif, agar ia tetap bisa mengontrol insting omeganya. Ia mendekati sang alpha, menelengkan kepala agar lehernya terpampang dalam bentuk submisif.
Mata hitam itu seketika terpaku padanya. Sesuai ekspektasi menyentuh sisi leher yang terekspos. Namun, yang terucap darinya jauh berbeda dari bayangan Naruto. "Siapa yang melakukan ini?"
Naruto membeku kembali. Ia lupa jika bekas dari klien sebelumnya masih terlihat jelas. Biasanya pelanggan lain tidak masalah saat ada sisa kekerasan dari sesi sebelumnya. Mereka justru berlomba membuat luka yang baru di tubuh Naruto.
Bingung bagaimana menjawab pertanyaan tersebut, Naruto justru menempelkan kedua tangan di dada sang alpha. Mata biru dengan keberanian yang tersisa menatap langsung pada manik kelam. "Bukan orang yang penting," balasan Naruto sengaja dibuat agar klien satu ini merasa spesial.
Ia mengawasi tatkala si alpha menarik napas dalam, juga pada sentuhan yang terasa lebih mengeras pada lehernya.
"Aku tidak menginginkan layanan seksualmu," ucapannya begitu pelan.
Namun, arti dari kata-kata tersebut sudah terdengar baik oleh Naruto.
Omega blonde itu membesarkan mata terkejut.
"Apa maksudmu?" pertanyaan balik Naruto terdengar tak sopan.
Pria itu menjauh, ia mengambil dokumen yang sejak tadi berada di atas meja, namun terabaikan karena Naruto tak ingin fokus ke sana.
"Aku berhutang banyak padamu. Ini salah satu caraku membalasnya."
Pria itu membuka dokumen di sana. Dua halaman yang menarik perhatiannya adalah surat perjanjian yang ia buat dengan Madam Hong serta bukti pembayaran atas perawatan ibunya di rumah sakit.
Naruto tidak mengerti. Ia menatap pada kata-kata yang bisa ia baca, namun belum mampu ia cerna maknanya karena terlalu syok. Tangan pun bergetar menatap tulisan kebebasan yang tertera di atas perjanjiannya pada rumah bordil yang membuatnya menjajakan diri selama tiga tahun ini.
"Apa maksudmu?" suara Naruto makin pelan. Takut bahwa semua ini hanya candaan belaka.
Kenapa dalam perjanjian tersebut dinyatakan bahwa semua hutang dan kewajibannya pada rumah bordir Krisan telah lunas.
Uang yang ia pinjam membuatnya harus bekerja di bawah naungan Madam Hong selama delapan tahun. Keraguan dan harapannya sudah hancur saat ia berulang kali menawarkan tubuhnya pada Beta dan Alpha asing.
Ia selalu mengatakan bahwa semua sama saja. Harga dirinya sudah dibuang ketika Alpha yang ia pilih justru menganggapnya sebagai seorang jalang.
Perlakuan kasar dari para tamu ia anggap sebagai hukuman karena ia tidak sesuai yang diharapkan Sasuke padanya. Ia tahu bahwa pikirannya tertuju pada arah yang salah. Namun, ini satu-satunya yang membuat Naruto bertahan.
Jalang seperti yang Sasuke tuduhkan padanya, karena itu ia berusaha tak memikirkan apa yang terjadi pada tubuhnya sendiri. Karena ia harus bertahan demi ibunya yang masih membutuhkan topangan dana.
Tapi, kadang ketika malam telah berlarut, ketika klien sudah memuaskan hasrat mereka pada tubuhnya, di saat itu Naruto akan menyesali keputusan tersebut. Harga diri omeganya sudah tak berbentuk.
Ia diperlakukan bukan sebagai manusia karena menjual tubuhnya. Orang lain tidak mau memikirkan apa yang ia lakukan justru demi bertahan hidup antara ia dan keluarganya.
Perasaan syok masih membayanginya saat menatap kata lunas dan bebas.
"Aku sudah melunasi semua hutangmu, kau bebas sekarang Naruto."
Keterkejutan Naruto bertambah. Karena pria asing tersebut bukan hanya membayarkan semuanya, namun mengetahui nama asli miliknya.
"Kau ... Kenapa?" semua kata yang ada dalam hatinya tak tercurahkan, hanya dua kata yang keluar dan itu sudah menjelaskan ketidakpahamannya akan situasi ini.
Pria itu menatap manik biru Naruto. Tatapannya seakan menyiratkan sesuatu yang tak ia pahami. "Karena hutangku padamu melebihi apa yang kaumiliki."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top